**

 KOMPAS/J OSDAR
Agus Harimurti Yudhoyono.

*JAKARTA, KOMPAS.com* - Pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-65
Kemerdekaan RI, Selasa (17/8/2010) di Istana Merdeka, Jakarta, sebuah buku
wawancara eksklusif sebuah harian "berplat merah" dengan putra sulung
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, dibagi-bagikan.
Agus yang selama ini tidak pernah terlihat banyak komentar di berbagai acara
kenegaraan maupun keluarga, menjadi terasa fasih bicara dalam buku tersebut.


Ada satu kutipan menarik dalam buku setebal 18 halaman tersebut. Kepada
harian berplat merah tersebut, Agus, yang baru saja menyelesaikan
pendidikannya di John F. Kennedy School of Government, Harvard University,
AS, mengatakan, dirinya beruntung tidak dilahirkan sebagai anak Presiden.

"Saya ikuti karier bapak dari bawah. Dan itu indah," ujar Agus. Agus juga
menuturkan salah satu momen yang paling diingatkan, yaitu, sebelum SBY
terpilih sebagai Presiden. Saat itu, katanya, SBY sempat berpesan kepada
keluarga untuk menyiapkan dua mental. "Satu, mental jika Bapak berhasil.
Berarti akan terjadi perubahan kehidupan dalam keluarga. Kedua, siapkan juga
mental jika gagal. Itu konsekuensinya juga banyak, bagaimana menerima
realitas dan hubungan sosial dengan teman-teman," katanya.

Selebihnya, dalam buku tersebut, Agus terlihat fasih bicara soal banyak hal,
mulai dari demokrasi di Indonesia, perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi,
anggaran pendidikan yang terus meningkat, fenomena kebangkitan China, dan
situasi keamanan dunia, khususnya terkait terorisme. "Saya menyebut aksi
terorisme ini ibarat ayam dan telur. Apakah terorisme merupakan reaksi
terhadap perang yang dilancarkan oleh si kuat, atau sebaliknya perang
sebagai balasan dari aksi terorisme yang dilancarkan si lemah. Sangat
menarik untuk diobservasi bersama, bagaimana Amerika dan Barat harus
meredefinisikan postur mereka, sejauh mana mereka harus intervensi sebuah
kawasan," kata Agus.

Dikatakannya, harus disadari, ketika Soviet tumbang, rezim bipolar pun ikut
tumbang, dan AS menjadi negara adikuasa satu-satunya. "Tapi sekarang dengan
bangkitkan sejumlah kekuatan baru, seperti Uni Eropa dan BRIC (Brasil,
Rusia, India, China), maka dunia telah berubah menjadi multipolar. Dengan
demikian, menjadi tidak relevan jika dalam menyelesaikan permasalahan
keamanan dunia dilakukan melalui pendekatan unilateralisme,
kekuatan-kekuatan baru tersebut harus masuk ke dalam equation," kata Agus.

Agus juga sempat menyinggung soal TNI dan politik. "Di alam reformasi dan
demokrasi, saya melihat semakin kecil kemungkinannya TNI kembali berpolitik.
Karena, bangsa kita semakin transparan dan akuntabel," katanya.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke