Pandangan Kant itu mengandung implikasi adanya hubungan yg intim 
antara manusia dengan Tuhan (kehadiran Tuhan dalam diri manusia dlm 
wujud Roh). Roh itu yg memberikan inspirasi dan menggerakkan manusia 
utk bertindak. Roh itu pula yg mengeluarkan suara apa yg benar dan 
apa yg salah. 

Timbul pertanyaan, apa mungkin Tuhan (Roh) mau berdiam dlm diri 
orang yg menolakNya atau yg tidak percaya kepadaNya? Dgn kata lain, 
Tuhan ngotot utk diam dlm diri mereka.
 
Manusia diciptakan memiliki kebebasan memilih. Bukan robot. Kalau 
tidak, mereka tidak bisa diminta pertanggung jawaban atas 
perbuatannya. Habis tdk punya pilihan lain, mereka berdalih. 

Hitler dan Pol Pot, pendekar dua sejoli pembetot nyawa itu, secara 
bebas dan sadar sesadar-dasarnya memilih menjadi pembunuh. Kalau 
mereka mau, mereka bisa menjadi orang yg berebda. Sebagai 
konskewensi dari pilihan bebas itu tadi, mereka menganggap perbuatan 
mereka itu benar. 

Sama halnya dgn koruptor. Kalau tidak ada hukum yg mengatakan mereka 
bersalah, mereka akan terus-terusan melakukan aksinya dan menikmati 
hasil korupsi tanpa rasa bersalah sedikit pun. Kalaupun rasa 
bersalah itu suatu ketika toh muncul juga, mrk bisa 
mengkonsumsi "narkoba rohani", berbuat amal sebanyak-banyaknya, lalu 
merasa diri bersih kembali, segala dosa-dosa diampuni, dan lahan di 
surga sudah direservasi.
sg
  

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Sulaeman Herisuwendi" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Jangankan pula Hitler dan Pol Pot (atau siap lagi sih manusia yang 
lebih
> gila dari dua orang ini?), wong dalam diri Syaitan /Iblis pun Tuhan
> hadir.walau sama sekali tak dikendaki.
> SH
> 
> 
> On 5/6/07, manneke budiman <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >   Carl Gustav Jung melengkapi Kant dengan berkata bahwa, diminta 
atau
> > tidak, Tuhan hadir dalam diri kita. Baik pernyataan Kant maupun 
Jung mungkin
> > tak terlalu tepat diletakkan dalam paradigma 
dikotomi 'kenyataan' dan
> > 'idea', sebab suatu ide abstrak pun adalah sebentuk kenyataan, 
meski
> > sifatnya lebih cenderung psikis daripada fisik. Barangkali lebih 
mudah
> > melihatnya dalam konteks Tuhan sebagai pengalaman subjektif 
(hanya konkret
> > bagi tiap orang per individual) atau objektif (kasat mata dan 
ada di luar
> > sana).
> >
> > Hitler dan Pol Pot pun, kalo mengikuti gagasan kedua pemikir 
ini, bukan
> > kekecualian. Tuhan hadir juga dalam diri mereka, tetapi 
kehadiran itu
> > disangkali. Tuhan ada di situ, tetapi tak dibiarkan bekerja agar 
karuniaNya
> > mewujud secara optimal.
> >
> > manneke
>


Kirim email ke