Kalau daku lebih menganggap bahwa orang Indonesia tidak bisa menghargai apa 
yang sudah ada sejak dulu.

Kita lihatlah candi-candi di Indonesia, gimana nasibnya? Atau situs purbakala 
di Sangiran yang mengenaskan?

Batik bisa dikatakan hasil budaya masyarakat rumpun Melayu, dengan banyak corak 
ragamnya di tiap-tiap daerah.

Namun yang jadi permasalahan adalah ketika kita lebih menghargai RipCurl, 
Billabong, atau pun Surfer Girl sebagai busana kebanggaan kaum muda 
Indonesia...lets see in Japan....gimana mereka begitu bangga mengenakan kimono 
pada acara-acara tertentu (bagi yang wanita), maaf daku kurang tau bagi yang 
pria.

Sama halnya ketika daku mengenalkan usaha yang daku rintis, yaitu tas dengan 
nuansa batik, purely batik (maap, bukan daku mo promosi, tapi memberikan 
contoh)....hampir kebanyakan orang-orang mengatakan bahwa ide daku ini aneh dan 
enggak masuk akal...padahal ide daku adalah ingin mengenalkan bahwa batik tidak 
melulu sebagai busana atau merchandise, tetapi bisa menjadi pelengkap busana.

Kadang daku malah mengenakan baju batik dipadukan dengan celana jeans hitam dan 
sepatu resmi ketika kondangan...orang-orang mengatakan, aneh! Padahal daku 
ingin menunjukkan bahwa batik pun bisa dikolaborasi dengan jeans.

Daku tidak pingin men-general-lisasi bahwa orang Indonesia tidak menghargai 
budaya bangsa sendiri, tetapi pada kenyataanya, kebanyakan orang Indonesia 
tidak bisa menerima bahwa batik itu hasil budaya dari leluhur kita.

Dan di abad perdagangan yang begitu keras ini, sudah pasti orang akan berlomba 
mencari hal-hal yang unik untuk diperjual-belikan, salah satunya batik. Trend 
fashion di Eropa menurut sebuah lembaga di Swiss pun mengatakan bahwa hal-hal 
yang bercirikan tradisi suatu bangsa itulah yang amat dicari di Eropa, dan 
untuk trend fashion 2007 dan 2008 lebih cenderung ke corak ragam tradisi 
Afrika...kenapa kita tidak berani menggebrak dunia bahwa batik adalah milik 
kita?

Oh iya, 1 hal menyikapi ambil corak-corak batik oleh Malaysia, daku masi 
berpikir apakah orang pesisiran (Pekalongan, Cirebon, Lasem, dll) itu tidak 
mengambil corak dari negeri Cina sana yang dibawa sama para pedagang Cina ke 
Indonesia. Melihat corak batik pesisiran itu perpaduan batik dari Jawa dan 
corak gambar dari Cina (biasa bergambar burung phonix, hong, daun teratai, atau 
pun naga).

Yah mungkin ini yang daku pingin share disini. Daku hanya salah satu individu 
yang ingin batik Indonesia enggak punah. Tetapi adakah kepedulian dari 
kawan-kawan yang lain untuk mencintai batik kita?

Salam,
Thomas

halim hd <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  saya 
pernah dengar, mbak anggi, dari teman yang
 ulang-alik ke malaysia: sejak 20-an tahun yang lalu
 malaysia dengan tekun belajar batik. hal ini sebagai
 usaha mereka untuk mencario identitas pakaian nasional
 mereka. mereka belajar dari jawa, dari peloksok
 nusantara. dan mereka sekarang bisa membatik. 
 di nusantara, karena sikap kita selalu merasa diri
 menjadi sakti mandraguna, segala sesuatu datang dari
 langit, tuhan yang maha kuasa hanya memberikan kepada
 wong nusantara, membuat kita lena, lupa, dan tak mau
 melindungi karya nusantara. yang ada ribut selalu
 kalau ada orang lain mampu melebihi diri kita. 
 halim hd.
 

Kirim email ke