Dear All, Sepertinya negeri ini benar2 telah dikuasai oleh para mafia... Pertanyaan yang masih mengganjal di otak saya adalah, mengapa Cak Munir harus dibunuh?????????? Salam, Firdaus ============================================== Kamis, Agu 23, 2007 11:27 http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=7250&c_id=21&g_id=25 Percakapan telepon antara Indra Setiawan dengan Pollycarpus Pollycarpus: ...itu sebenarnya hanya permainan politik supaya SBY ini tidak diubek-ubek sama LSM - Redaksi Berpolitik.com Berpolitik.com: Kemarin (Rabu, 22/08/2007) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Sidang Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 14 tahun 2007, terhadap mantan terdakwa kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto. Dalam sidang tersebut, turut dihadirkan para sakasi antara lain Mantan Direktur Utama PT Garuda, Indra Setiawan; RM Patma Anwar alias Ucok alias Mpe alias AA yang mengaku mantan anggota Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin); Asrini Utami Putri, penumpang Garuda GA-974 yang duduk di kursi 2J, atau persis di depan almarhum Munir; Raymond JJ Latuihamallo atau kerap disapa Ongen, yang menurut kesaksian Asrini terlihat berbincang dengan Pollycarpus dan Munir di Coffe Bean Bandara Changi, Singapura; dan Josep Riri Mase, pegawai Garuda yang juga sahabat Ongen.
Usai persidangan, Suciwati, istri mendiang Munir, menyatakan bahwa hasil percakapan antara Indra Setiawan dengan Pollycarpus sekitar bulan Mei-Juni lalu, sebagai percakapan yang bisa menggambarkan ''bangunan konspirasi'' antara Badan Intelijen Negara (BIN), Garuda Indonesia, Mahkamah Agung, dan petinggi-petinggi negara lainnya, untuk membunuh Munir. Untuk mengetahui lebih jauh apa hasil pembicaraan Indra Setiawan (I) dan Pollycarpus (P), Berpolitik.com menampilkannya secara utuh berikut ini; P: Halo (mengangkat telepon) I: Saya ganti nomor P: Oh ya baik-baik, Pak I: Bagaimana, baik? P: Oh, ini sudah rapat, sudah saya sampaikan mengenai kemarin yang dia katakan. Dia bilang tenang saja itu tidak ada. Dia bilang gitu. I: Aku kan takut. Otak saya beberapa hari muter terus. Otak saya muter terus dari kemarin. Dari beberapa hari ini mikirin kejadian-kejadian. P: Iya. I: Dan itu DO kita ambil, dia kan ngasih rekomendasi buat BIN. Waktu itu kan Bapak Ari yang di situ di ruangan saya duduk di situ, di ruangan meja itu, tahu sendiri itu kan berkasnya masih ada di situ. Saya khawatir dia ngelihat surat dari A. Nah, kenapa dia mau lihat, iya kan? Terus, karena abis itu saya keluar ruangan saya, ada kamu di luar ruangan sebentar, dia kan ada di ruangan saya. Nah itu yang saya inginkan adalah ketiga nama ini dianya, diam aja buat saya, iya kan. Kita jangan yang setiap... Kita kan tau, kan orang beritanya macem-macem. Dia mau iniin soal inilah, saya ingin sekali dia keluar dari ruang saya bilang begitu. Surat dari A itu ada di situ. Nah itu yang saya. Jadi ingatkan si dia sama heru, yang kita puter semua jejak kita ketemu di Sahid, yang di rumah Wira, dan segala macemnya, itu. Yang disebutkan satu lagi yang diposin itu, surat penugasan. Surat penugasan itu apa dilihat, ada tasnya yang juga ngelihat, kalau sekarang kan orang sudah mau pada ngerjain orang kan sekarang. P: Bapak nggak usah takut itu, karena waktu itu Pak Rudi sendiri, DO yang lama sendiri juga mengatakan pada saya, itu dibuat yang baik, tolong itu buat laporan ke saya sekarang juga. Karena sudah saya buat ke DO ke OS semua sudah, terus dia bilang, ini tolong nanti, ini bagus sekali, ini bagus dan tolong bantu kami. Waktu itu saya disuruh membantu beliau-beliau juga, Pak Rudi, Pak Gogot dan sebagainya, dia respek sekali, kemudian wah ini langkah kamu ini bagus sekali Pol, dia bilang gitu. P: Katanya kamu berani untuk menyarankan untuk pers sperti ini, seperti ini, karena waktu itu laporan saya mencontoh si ini sama ttrack record itu saya ada, saya tahu untuk itu. I: Oke..Iya.. P: Pak, kemudian, tolong Pol, ini kalau laporan hanya ceknya saja, orangnya ndak usah, karena ini laporan ini laporan sekali. Jadi track record-track record itu nanti juga akan kita tampung, termasuk laporan-laporan you. Kemudian itu untuk nanti bahan simulator. Untuk simulator, nanti dan MU itu akan di-trader lagi mengenai pucuk pimpinan dan untuk bagaimana kinerja perusahaan ini lebih efektif gitu. I: Iya P: Kemudian juga dibantu, itu yang, jaman dulu itu kan Pak Rudi sama Pak Robi musuhan sama Ari Sapari (Dir Ops PT GI). Pak Ari Sapari kan cuman demo-demo melulu gitu loh. I: Kalau itunya sih oke nggak apa-apa Pol. Cuma yang diizinkan kan, sikon kayak gini kok ada yang ngerjain saya, segala macem. Dibuat-buat, diedarkan BIN ke meja saya. Saya baru inget, itu lho, itu. P: Tapi Pak, itu juga sudah saya sampaikan, insya Allah besok saya ketemu, saya manggil Bu Asmini ya. I: Siapa, siapa, siapa? P: Ibu Asmini aja, Ibu Asmini. Saya ketemu Ibu Asmini besok. Kalau tadi sudah per telepon, melalui orang Ditbangko juga. I: Siapa dia? P: Letnan dua angkatan laut, itu ajudannya dia. Ajudannya Bu Asmini. I: Hm, iya. P: Dia bilang, itu tenang aja, itu barang-barang itu sudah nggak ada semua, yang di tempat saya juga nggak ada. Kemudian yang di tempat Pak Indra kalau sudah nggak ada ya sudah aman. I: I..iya, saya juga nggak ada, makanya, saya hanya khawatir kalau pada proses itu ada difotokopi. Nah, itu yang saya khawatir. P: Oh, oh, nggak, kalau punya Bapak, sudah disita ya sudah, sudah habis. I: Bukan, bukan... P: Oh, yang di tempat Bapak maksudnya? I: Iya, iya, barang saya itu. Gitu loh. Kalau saya sih bukan per jam, memang suratnya tuh hilang gitu lho. P: Tapi bapak tau detailnya nggak? I: Ya, saya nggak tahu itu siapa, ya kalau bisa sih saya tahu. Anu saya kan ada di tas. Tasnya, waktu itu kan mobilnya dijebol orang. Orang ambil duitnya kali, dibuang-buang semua, mungkin nggak ada apa-apa. Lha, terus satu lagi yang akhirnya M pergi ke mana? P: Oh udah ilang. Yang didengerin itu orang kita semua. (sambil tertawa) Itu nggak ada itu. I: Artinya, surat itu dibikin di sana? Dikirim di sana? P: Nggak, nggak, nggak dikirim. I: Itu rangkaian yang kita ketemu di Sahid. P: Nggak ada, hanya beberapa. I: Ada orang mungkin. Waktu di BUMN itu, ada yang memberitahu nggak? P: Waktu di BUMN itu hanya pemberitahuan aja. I: Nah, itu kemarin ada yang bilang, kemarin gara-gara kalah tender dia cari-cari segala macem, karena dia lihat, batinnya, ah itu bos gue nggak bikin halus segala macem, dan dia niat ngelukain, kemudian begitu kejadian. P: Yang itu, mohon maaf, itu aman itu. Kalau Bapak bisa tahu identitasnya, nanti bapak bisa ini... I: Anak anjing, ingatan dulu orang-orang sekilas begitu aja Pol. Itu aja. Yang aku bilang ma kamu Pol, kekhawatiran, itu tidak tahu-menahu ada surat dari Pan kemudian dikenalin saya kan? P: Oh, itu juga paham saya. Tadi itu juga sudah saya sampaikan. I: Kayaknya kita dikasih waktu untuk bertemu di sana, itu segala macem. Trus Pak.. pernah bilang nggak kalau saya ketemu di Shangri-La? P: Oh, nggak pernah. Sama saya nggak pernah. I: Nggak pernah ya. Kan ketemu hanya mengingatkan saja, Pak, suratnya gimana. Oh sudah oke. Bilang gitu. P: Iya, nggak pernah bilang sama dia. I: Ah, kebetulan, itu ketemu kebetulan gitu loh. P: Tapi, dia pernah ngadu sama ajudan bilang bapak itu tidak akan datang. I: Di Kejagung, mengenai apa? Makanya Pol, makanya gini saya bilang sama you, bagaimana ini kalau seandainya polisi temu gitu lho. P: Oh iya, itu baiknya sangat tidak mungkin, karena Bapak ini sama seperti saya. Pak, saya ini sebenarnya ndak bisa masuk ke dalem. Saya ini hanya untuk borok bagaimana supaya Indonesia tidak diembargo. Begitu embargo satu saja, saya keluar. Kalau Bapak ini hanya untuk politik. Tapi ya, sekarang ini sudah mulai nasionalisme, nasionalisme, sudah bingung, sudah dibanting-banting lagi. Karena saya nggak mau, tapi mereka melihat, karena persaingan. Anak ini tegas, anak ini tegar, anak ini dikeroyok, lha tapi ini bagus ini, tapi saya ndak mau. I: Nah, sekarang gini, artinya juga Pak Ardiman lihat saya, mulainya dari situ. Lha sekarang giliran saya kayak begini, apa sih, coba? P: Itu dia tetep tidak mau muncul, tapi asal Bapak tau, Pak Bagir Manan itu orang kita Pak. I: Apa? Halo? P: Ketua MA sama wakilnya itu orang kita Pak. Nanti bapak itu pura-puranya dikejar untuk supaya novum ke saya. Nantinya, tapi kalau itu dipaksakan itu putus di atas. I: Iya, ya. Saya nggak ngerti, soal hukum gimana, saya juga nggak ngerti. Saya cuma jalanin yang sekarang ini aja. P: Dan hukum itu nggak ada, nggak bakal ada. Bapak ini hanya dicari untuk mengejar saya dan itu sebenarnya hanya permainan politik supaya SBY ini tidak diubek-ubek sama LSM. Karena SBY ini jadi presiden dari LSM-LSM. Saya sudah ketemu Hary Tjan, Hary Tjan itu yang punya CSIS. Itu orangnya Ali Murtopo. Jadi ini hanya permainan aja. I: Nggak, Pol, itu permainan-permainan yang di sana, tapi aku kan gimana? Aku kan nggak ikut-ikut. P: Iya, Bapak itu cuma, saya itu juga gitu Pak, jadi ini kan 60 hari, jadi bapak itu 60 hari maksimum. Ini sudah mendekati. Makanya polisi ini di dalam itu terpecah-belah Pak. Ada yang ambisi untuk naik pangkat, ada yang ambisi yang pengen jadi Kapolwil-lah. Pengen jadi apa itu berusaha mati-matian. Tapi nggak ada data. Nah dia itu sudah pusing karena sudah mendekati 60 hari. Nah padahal, kalau mau dimajukan ke P21 ke kejaksaan itu adalah 14 hari kerja. 60 Itu dikurangi 14 hari kerja, ini sudah hampir habis. Kalau berkas Bapak dimajukan nanti ditolak sama jaksa. Kalau dimajukan, ditolak, ditolak, lama-lama nggak bisa kan. Nah, bapak keluar ini bebas, demi hukum. Gitu. Jadi yang ngalamin seperti bapak ini bukan bapak sendiri, termasuk saya, karena saya kira nggak ada data kok, yang nggak ada sangkut pautnya. I: Artinya kalau itu dengan kata-kata dengan segala macem tidak ada datanya kan. P: Nah, bayangkan Pak, nggak boleh ditengok. Apanya yang nggak boleh ditengok Pak. Nah ini nanti saya tulis dalam buku. Dalam buku, saya beberkan semua. I: Iya..iya, jangan sampai saya bener-bener jadi. P: Saya ini kenapa nggak kerja Pak? Saya ini nggak mau kerja. Saya ini mendampingi Bapak dari luar. Saya itu kalau malem keliling tempat bapak, Pak. Saya duduk di luar, liat, trus berangkat pagi. I: Di mana? Di Mabes? P: Ini di belakang itu kan ada warung. Di belakang Mabes itu kan ada warung. Iya, itu saya sama istri saya. Kita masuk nggak ya? Ah, jangan dulu ah, nggak enak. Tapi banyak petugas-petugas itu temen saya. Oh ya, ini kan Oki, Bapak inget sama Oki Telon. Oki, Oki. Katanya mau nengok bapak itu. I: Oh itu Oki yang ada di luar ya. P: Iya yang orang bule itu, dia mau nengok bapak, boleh nanti kalau ada ini yang orang Polres itu, yang gemuk kalau masih ada. Dulu sekolah perwira sih, kalau balik situ itu baik sekali. I: Yang saya minta itu data awalnya itu, tidak ada orang yang melihat kalau kita ketemu, dengan suratnya A, terus ada EO, itu aja. P: Oke baik, kalau begitu saya ketemu Pak Rudi saja, kita datangi. Pokoknya saya datangi Pak Dirut, nanti agenda saya besok itu bertemu Bu Asmini sama Pak Rudi juga besok saya telepon. Ya, jangan inilah. Tapi Pak Rudi di sidang ini kok tidak dengar sama Bapak sih. I: Makanya, saya di sidang itu pada diem semua kan? P: Iya, tapi yang jelas pak, kalau memang itu Pak Rudi sudah cerita atau apa itu sudah pasti dari dulu. Nah, sekarang... I: Nah sekarang lagi situasi kayak gini bisa-bisa situasi berubah, kayak nggak ngerti orang-orang. P: Nggak, nggak mungkin Pak, nggak berani dia. Kalau dia itu tidak mengatakan apa-apa, ternyata di dalam penyidikan itu nggak ada bukti, dia bisa kena saksi palsu itu. Dan itu lebih berat itu. Seandainya toh dia akan ngomong, saya akan lawan. Itu kan ketemu pimpinan saya, Pak Dirut itu pimpinan saya, apapun terjadi dia adalah bapak saya, pimpinan saya. Saya nggak pernah kok, nganggap surat, itu kan habis dia. Habis. Itu bukan habis sama saya saja. Sama, ini apa, pejabat negara ini hampir 90 persen mihak sama kita Pak. Makanya kan diem, nggak bicara banyak gitu lho. I: Itu aja, setiap malam ini saya tahajud, saya salat segala macem, saya minta mencari yang terbaik. P: Dan itu, salam dari Abah, bapak tenang aja. Ini hanya sebentar saja, katanya bilang gitu. I: Abah mana nih? P: Abah dari Banten. I: Oh, yang itu, iya. P: Nah, itu sampai sekarang bilang sama saya. Nah, kalau perlu nanti bolehlah sama bapak di situ nanti. Oh baik sekali itu, saya juga dibantu sama beliau itu. Oh itu dia liat bisa kok. Pak Polly nanti gimana? Saya dulu itu sudah hampir 700 hari Pak, nanti Jumat keluar. Bener lho Pak, Jumat keluar saya. I: Terus saya gimana, Pol? Saya keluar kapan? P: Ah nanti juga saya tanyain. Tadi saya cross check, tadi kan saya sudah ke Jawa Timur ke Petilasannya Raden Wijaya sama Majapahit, itu dari patih Gajah Mada itu masih leluhur saya. Dia bilang ini hanya sebentar aja ini, terang semuanya, begitu. I: Saya tidak tahu menahu segala macem. Jadi saya nggak mau kebawa-bawa dong. P: Justru itulah, kalau bapak menyampaikan ke penyidik, saya ini tidak tahu-menahu dan sebagainya itu, penyidik itu pinter Pak. Ini saya buka lagi, sekali lagi Pak. Bapak punya BAP, dikasih ke saya, tapi BAP buatannya, itu pramuka (polisi). Itu segala macem dia bikin saya seolah begini-begini, begini, saya tutupi itu. Kemudian BAP-nya Yeti itu BAP bohong. Ini buktinya, Yeti ngomong, ini mengaku bahwa kamu ke dapur begini begini, padahal saya ndak pernah. Itu bohong. Nanti dalam buku saya, saya ungkap. Itu kebobrokannya pramuka itu. Kemudian saya diadu oleh siapa lagi ya, nggak ada. Saya mau dibawain 4 miliar Pak. Dia bilang gini, Pak Anton Karmiang. Dia bilang gini, udahlah, di sana itu urusan Ntul aja bisa ngomong. Lalu saya bilang gini, lho, jangankan urusan Ntul, di sini tembok saja bisa ngomong, kalau bapak bohong. Bapak kan mengadu saya. Oh, marah dia pak, dia marah. Marah, saya berdiri, takut dia Pak. Nah, ini wah yang penipu ya di dalam itu. I: Saya khawatir segala macem, kalau begini kan aku nggak mau nih. Saya sudah tiap hari minta petunjuk sama Tuhan mana yang terbaik. Segala macem, cuman saya pikir ini kan juga demi negara ya. P: Iya, tapi bapak sabar, nanti kalau bapak izinkan saya tengok, saya tengok Pak. Kalau bapak izinkan saya ke sana pak. Saya kalau ke sana, malam minggu atau hari Minggu Pak. I: Itu si As'ad ini dia bilang nggak mau muncul dia. P: Dia di bawah tangan. Dia main di bawah, dia main di bawah. Terus begini Pak, saya kan takut mengatakan ya Pak ya, kira-kira Bapak di dalam itu perlu apa? Mengenai kamar-kamar itu? I: Oh, nggak, nggak, sudah cukup, saya sih sudah cukup. Nggak apa, gitu aja. P: Oh, baik Pak. Iya pak. Pokoknya mereka itu sudah wanti-wanti sama saya, kita ini semua bekerja bahkan sampai di pucuk atas. Kita semua kerja Pol, kamu nggak usah takut. I: Itu dulu inget nggak lagi sebelum kita ke DPR, iya kan saya ada sebelum ke DPR, saya dipanggil, itu ada Ibu Atik. P: Oh iya. I: Saya pikir dia main. P: Oh, nggak, nggak, dia nggak. Tapi anyway itu, Bagir dan, makanya kenapa kok Petruk itu diganti. Saya nyebutnya Petruk ya, si siapa Abdul Rahman. Itu diganti, itu yang ngganti itu orang kita. Yang ngganti orang kita itu Pak. Trus Bagir itu orang kita. Gitu lho. Jadi ini hanya lelaku saja, tapi biasanya tuh, jam kita itu jam 12, bukan jam 6. Jam 6 itu artinya kita di bawah nih, bagi orang-orang, tapi mental saya tetep jam 12. Gitu pak. Jadi mohon konsisten saja, tidak ada apa-apa itu Pak. I: Saya sih mana yang terbaik yang saya harus ambil di depan Allah. P: Tapi gini Pak, pokoknya itu pramuka itu nggak kenal Tuhan kalau saya bilang. I: Bukan itu, ini tentang diri saya kok, untuk diri saya segala macem, bukan suatu tuntutan. P: Tapi kuncinya semua itu di sabar kok Pak, sedikit lagi Pak. Ini 60 hari itu nggak lama kok Pak. Bapak sudah jalan April-Mei kan. Ini kan Juni sudah hampir selesai. Ini kan katanya katanya akhir Mei, mana, nggak ada apa-apa. I: Saya mau gimana, nih? P: Itu nanti ditolak Pak. Justru Bapak sabar, semakin nggak ada BAP, semakin nggak ada pengiriman ke kejaksaan, bapak akan keluar. Itu, kuncinya di situ. Tapi kalau you ngirim berkas ke kejaksaan dan itu juga ditolak-tolak. Nggak mungkin orang berani nyidangkan tanpa, kecuali saya ya. Saya juga memang untuk bemper, kalau bapak sih jauh, jauh. Percayalah. I: Saya kan berpegangan pada pendapat itu. Saya kasih penugasan sama you, kasusnya saya nggak tahu. P: Betul itu sudah selesai itu. I: Artinya sama sekali saya nggak disalahin. P: Betul, betul, nggih Pak. Kalau boleh saya merapat ke tempat Bapak, Pak. Atau nanti Bapak telepon dulu. I: Jangan deh, jangan deh, lagi situasi kayak gini. P: Oh, gitu Pak. Baik, Pak. Terima kasih pak. Sabar ya Pak ya. I: Iya, ya. (*) --------------------------------- Take the Internet to Go: Yahoo!Go puts the Internet in your pocket: mail, news, photos & more. [Non-text portions of this message have been removed]