Pendapat yang menarik sekali dan diucapkan dengan baik!
  Setuju dengan penjelasannya...
   
  Di USA tempo doeloe ada istilah buat orang berkulit hitam
  yang disebut "niger, negro, black" dan kini dipakai istilah yang
  lebih terhormat "Afro American".
   
  Di Indonesia tempo doeloe kita pakai istilah Tionghoa
  tapi setelah 1965 (G30S) kata Cina yang digunakan para
  penguasa!
  Kata ini sendiri tak mengganggu, tapi apa yang muncul dalam
  pikiran orang setelah menyebutkannya, inilah yang tak sedap
  dalam hati...
   
  Kini orang Malaysia memanggil kita "Indon" dan kita semua
  sudah siap tempur buat "mengganyang Malaysia"...
  Opo ora hebat rek?
   
  Salam
  Las
  

Barnabas Rahawarin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          
Dear All,

Apakah kita sedang membernarkan perkataan Arthur
Schopenhauer yang mengatakan, "Every nation ridicules
other nations, and all are right"?

Masalah bilateral Malaysia - RI di jaman kita, apakah
sekedar melanjutkan nasionalisme Bung Karno yang
berseru, "Ganyang Malaysia"? Mengapa kita tidak
realistis dan lupa, bahwa jutaan jiwa penduduk negeri
ini juga sedang diberi makan oleh Malaysia, ketika
mereka "terpaksa" menerima TKI (Tenaga Kerja
Indonesia) tidak terutama sebagai ahli-ahli yang
membantu Sumber Daya Manusia, tetapi tidak sedikit
malah adalah TKI yang menjadi beban negeri jiran itu?

Apa kita akan terus ikut melemparkan telur busuk dan
semacamnya ke Konsulat2 Malaysia di negeri kita,
sementara jumlah TKI yang resmi maupun tidak resmi
tetap saja masih ditampung?

Mengapa Parlemen Malaysia perlu merasa diteror dengan
kata "Indon" dan harus membahas khusus kata itu?
Sementara, orang-orang keturunan di negeri kita yang
lama minta tidak disebut "China" tapi "Tionghoa",
tidak menjadi bahasan setingkat Parlemen?

Sulit membayangkan apa yang terjadi di benak
kebanyakan orang Malaysia.

Mungkin benarlah, bahwa ada beberapa hal yang patut
dikritik dari beberapa kejadian, semisal
"Mem-BALI-kan" bagian tertentu dari Malaysia. Hal yang
sebenarnya juga dilakukan di negeri kita: "Patung
Asmat (Papua) 'made in' Jogya, Patung Tumbur Tanimbar
(Maluku Tenggara) 'made in' Bandung, dan seterusnya,
adalah hal-hal yang masuk dalam wilayah "BELUM
TERURUS". 

Berbeda dengan kebanyakan pembahas lagu "RASA
SAYANG-SAYANG E", yang kata e dari Maluku, setelah Roy
Suryo (meski bukan ahli IT, tetapi sedikit memberi
indikasi kepada kita sebagian riwayat lagu ini),
dissenting opinion atas "dakwaan" bahwa Malaysia
PEMBAJAK, adalah TERLALU DINI bahkan MEMPERMALUKAN
kita sendiri. Wong, lagunya ada tahun 1943 (menurut
temuan Roy Suryo), artinya negara RI juga belum ada
secara de iure. 

Mohon maaf, bila membangun nasionalisme RI a la
Soekarno dengan membenci negara lain, tidak salah
lagi, kita akan mempermalukan diri sendiri.
Filosofinya harus dibahasakan dalam bentuk affirmasi
positif: "Nasionalisme dibangun atas penghargaan atas
warga dalam suatu bangsa, dan selanjutnya warga negara
dan bangsa lain!" Saya tidak menemukan hal lain yang
dituduhkan oleh kita kepada Negara Malaysia yang tidak
kita lakukan terhadap oleh dan terhadap warga negara
kita sendiri. Kritislah terhadap dirimu, sebelum
mengritik orang lain; kritiklah negaramu, sebelum
mengkritik negara dan bangsa lain." Itulah kekuatan
sebuah Otokritik.

Jadi, jangan lakukan sweeping terhadap WN Malaysia,
karena lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Dan,
kita sesama bangsa Malayu... Atau, seperti salah
alamat email di Forum Pembaca KOMPAS:
miskintapisombong. 

Ato, kita sekedar sedang mencari musuh bersama? Jangan
deh... nasionalisme murahan...

wassalam,

berthy b rahawarin

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


                         

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke