Dulu ada asosiasi namanya KIAPMA (Konferensi Anti Pangkalan Militer 
Asing) pimpinannya Ny. Utami Surjadarma. Hanya saja kemudian KIAPMA 
gagal total karena pangkalan militer asing terutama AS dan Inggris 
ada di Singapura dan Filipina, kemudian Indonesia ikut-ikut buat 
pangkalan militer asing namun terselubung, ketua Pangkalan Militer 
Asing adalah Mayjen Soeharto dan otaknya Mayjen Soewarto. Negosiasi 
diam-diam dengan Bung Karno saat itu adalah hadirnya Armada AS di 
dekat Sumatera, tinggal nunggu serangan dari Brawidjaja dan KKO yang 
dianggap masih mendukung Bung Karno.

Nggak lama kemudian Indonesia dijual murah ke AS.


ANTON

Ketua Partai Amanat Hati Nurani Luna Maya.


--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Agus Hamonangan" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Oleh Budiarto Shambazy
> 
http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/04/29/01295262/sem
acem.aja.deh
> 
> 
> Ada tiga peristiwa yang membuat masyarakat menilai perilaku 
pemerintah
> makin aneh. Peristiwa pertama, keanehan pemerintah tampak dari sikap
> sejumlah menteri terhadap Namru. Aneh karena, kok, tiba-tiba soal 
ini
> mencuat ke permukaan setelah bertahun-tahun tak ada masalah.
> 
> Muncul tuduhan, Namru merupakan pusat kegiatan Amerika Serikat (AS)
> yang ilegal dan, oleh karena itu, melanggar hukum. Maaf saja, saya 
tak
> percaya teori ini.
> 
> Bagaimana bisa disebut ilegal, wong kompleks Namru jauh lebih besar
> dibandingkan Pondok Indah Mal. Juga mengherankan Namru disebut 
sebagai
> pusat kegiatan yang serba rahasia.
> 
> Faktanya sekitar 90 persen dari karyawannya yang sekitar 100 orang
> warga negara Indonesia. Faktanya lagi, lokasi Namru ada di sekitar
> permukimanâ€"bukan di tempat antah-berantah yang ideal untuk 
aktivitas
> intelijen.
> 
> Lagi pula kalau benar Namru menjalankan aktivitas rahasia, itu salah
> pemerintah sendiri. Sudah muncul pertanyaan wajar, yaitu kalau ada
> mata-matanya, kenapa mengizinkan Namru beroperasi?
> 
> Dalam kaitan itu muncul lagi kebiasaan yang selalu memercayai
> teori-teori konspiratif. Dulu terdengar meledaknya bom Baliâ€"bahkan
> tsunami di Acehâ€"akibat eksperimen senjata pemusnah massal AS.
> 
> Teori-teori konspiratif makin gaib berkat komentar-komentar di media
> massa. Apalagi, sekarang banyak ”pakar intelijen” dengan 
berbagai
> analisis canggih.
> 
> Seorang mantan bos intelijen pemerintah pernah melontarkan lelucon
> kepada saya. ”Emangnya di negeri ini masih ada rahasia?” ujarnya
> sambil terkekeh.
> 
> Dan, semua debat konyol itu stop jika negara serius memperjuangkan
> kepentingan nasionalnya. RI sering kalah di persaingan
> regional/internasional karena sejak dulu berorientasi kepentingan
> golongan, keluarga, atau pribadi.
> 
> Hubungan RI-AS mesra, stabil, dan saling menguntungkan. Jika
> ingar-bingar Namru berkepanjangan, RI rugi karenaâ€"harus diakui
> jujurâ€"pemerintah sejak era Orde Baru lebih banyak bergantung pada 
AS.
> 
> Apalagi pemerintah dan swasta ASâ€"juga Singapura atau Malaysia yang
> tanam banyak modal di siniâ€"dijalankan pejabat/pengusaha yang 
mematuhi
> perjanjian internasional. Nah, lagi-lagi kepentingan nasional.
> 
> Jika pemerintah bersikap flip-flop alias maju-mundur, yang rugi
> rakyat. Fakta memperlihatkan investor asing makin malas tanam modal 
di
> sini.
> 
> Peristiwa kedua, Depkominfo dengan sesuka hati menutup situs-situs 
di
> internet. Penutupan dilakukan karena khawatir situs-situs itu
> menyiarkan video Fitna.
> 
> Pembrédélan tak perlu karena reaksi domestik terhadap Fitna sudah 
pas.
> Masyarakat sudah cukup dewasa dalam menilai bahwa ”londo-londo 
édan”
> yang membuat video itu hanya cari sensasi murahan.
> 
> Seperti kata pepatah, ”Jika membunuh lalat tak usah dengan 
meriam.”
> Saya khawatir pembrédélan macam ini membuat Depkominfo trigger 
happy
> dan malah mengancam kebebasan.
> 
> Peristiwa ketiga, RI tiba-tiba menjadi satu-satunya anggota Dewan
> Keamanan (DK) PBB yang menolak voting terhadap dugaan pengembangan
> senjata nuklir Iran. Padahal, dalam voting sebelumnya Jakarta manut
> Washington.
> 
> Masalahnya bukan membela atau tak membela Iran. Namun, RI kini 
sendiri
> dikepung 14 negara anggota tetap/tidak tetap DK PBB.
> 
> Sikap ”asal tampil beda” memang belum tentu salah. Namun, jangan
> salahkan 14 negara DK PBB jika mereka menganggap RI ”nyanyi sambil
> jogét sendirian saat musik pengiring karaoké sudah berhenti”.
> 
> Menurut saya, tiga keanehan itu cuma ingin menyenangkan hati 
golongan
> tertentu saja. Saya, sih, maklum karena sebentar lagi 
Pemilu/Pilpres 2009.
> 
> Namun, berbagai tantangan telah melampaui batas-batas kepentingan
> golongan. Tantangan terberat membubungnya harga minyak dunia dan
> krisis pangan global.
> 
> Tak satu negara pun yang steril dari dua ancaman ini. Harga BBM di
> Rusia sekitar satu dollar AS per liter dan harga kebutuhan pokok di 
AS
> merangkak naik.
> 
> Tantangan berat lainnya menyiapkan sisa waktu 2008 untuk pesta
> demokrasi. Masih ada sekitar 100 kali penyelenggaraan pilkada sampai
> 2009, sekitar 40 di antaranya berlangsung Oktober 2008.
> 
> Saya yakin proses demokrasi, sekalipun masih prosedural dan ritual,
> obat penyembuh frustrasi. Enak ada bintang film jadi pejabat walau
> belum tentu ngerti memimpin.
> 
> Saya dan Anda puas dihibur fenomena partai gonta-ganti nama, pasar
> taruhan capres/cawapres, DPR digeledah KPK, dan sebagainya. Bété
> rasanya keasyikan ini diganggu golongan yang enggak sadar juga 
mereka
> hidup di Indonesia.
> 
> Saya ingat Benyamin Suaeb yang suka bilang, ”Enggak usah macem-
macem,
> semacem aja deh!” Jangan tunggu rakyat marah.
>


Kirim email ke