John Lock dan Jean Jacques Rosseau mudah saja membagi 'sederhana' pemerintahan 
menjadi, "Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif" (Trias Politica). Bukanlah hal 
yang terlalu kompleks untuk membuat "abstraksi baru atas abstraksi praktikal 
pemerintahan" yang menghasilkan ide atas ide, dan menjadi komentator atas 
komentator, kritik terhadap kritik, dan seterusnya.... SEMENTARA KAKI BERPIJAK 
KURSI KEKUASAAN untuk MEMUTUSKAN. 

Tugas filsuf-budayawan memang jelas berbeda dengan Presiden. Pengamat 
politik-ekonomi kebijakan beda dengan Presiden. Pengamat dan penegak hukum 
memang berbeda bagian eksekusi (yudikatif-nya) dari Presiden. Drama demi drama 
yang kita terima. Sungguh dramatis nasib kita, menghadapi dramatisasi masalah 
demi masalah. 
 
Tanggung-jawab itu bukan sebuah "kesukaan hati" seorang pahlawan, tetapi 
KEWAJIBAN KONSTITUSIONAL dan KONTRAK SOSIAL yang mewajibkan seorang warga 
negara yang memilih posisi "Tertinggi" dalam negara Republik untuk itu. Dalam 
negara sepertin India, dalam kasus Mumbai, Menteri Pertahanan mengundurkan diri 
karena SADAR AKAN KEGAGALAN. Meskipun, faktor eksternal keterlibatan Intelijen 
Pakistan adalah hal yang lain. BUDAYA MENGUNDURKAN diri karena GAGAL DALAM 
TUGAS, harus dibudi-dayakan. Sekali lagi, jangan mencuci tangan di "wajan" Wall 
Street atau negeri Paman Sam saja. Apakah meminta negara membangun "TIM 
Manajemen Kritis" terlalu sulit? Kita masih mau tampil dengan "Peluncuran VIDEO 
CLIP yang JILID II, sih!" JILID I dan segala kritiknya, sepertinya angin lalu 
saja.
 
Selamat Idul Adha, bagi saudara-kerabat-keluarga-handai-taulan yang 
merayakannya. Kurban adalah implementasi SOLIDARITAS. Mari kita memperkukuhnya 
dalam ukhuwah wathoniah.
 
wassalam,
ex toto corde,
Berthy B Rahawarin
[EMAIL PROTECTED]
 
Untuk sesuatu yang kuyakini sebagai benar, kuuji berulang-kali sampai kebenaran 
itu kuanggap tetap perlu diuji.
(Oleh, Anak Ayahku yang bukan Saudaraku)

--- On Mon, 12/8/08, Fajrian difa vedder <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Fajrian difa vedder <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Presiden: Kepemimpinan Tidak Bisa Atasi 
Semua
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Monday, December 8, 2008, 10:05 AM






ini orang memang suka dagelan ya...hebat oi indonesia punya presiden dagelan 
kae gini...bukti lagi atas ketidak kritisan dia terhadap memahami apa itu 
kepemimpinan. ..kalau ngga paham kepemimpinan yang giman mau jadi 
presiden...mendinga n ikut indonesian idol aja pak...

____________ _________ _________ __
From: Agus Hamonangan <agushamonangan@ yahoo.co. id>
To: Forum-Pembaca- [EMAIL PROTECTED] ps.com
Sent: Saturday, December 6, 2008 6:12:52 AM
Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] Presiden: Kepemimpinan Tidak Bisa Atasi Semua

http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/12/03/ 00210016/ presiden. 
kepemimpinan. tidak.bisa. atasi.semua

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan,
kepemimpinan adalah faktor penting dan kunci upaya mengatasi persoalan
di suatu negara. Namun, Presiden mengingatkan, ada sejumlah faktor
lain yang tidak bisa diatasi hanya dengan kepemimpinan.

"Jangan seolah-olah dianggap kepemimpinan can do everything, can do
many things, can do a lot of things. Kepemimpinan saja tidak bisa
selesaikan semuanya dengan banyak sekalinya faktor. Meskipun demikian,
saya setuju kepemimpinan sangat penting dalam kehidupan apa pun,
termasuk dalam politik," ujar Presiden pada pengarahan Program
Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Ke-42 Lembaga Ketahanan Nasional di
Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/12).

Presiden menyebut, faktor lain untuk bisa mengatasi semua masalah
adalah sistem, nilai dan kultur, tingkat kompleksitas permasalahan
yang dihadapi, situasi, serta faktor eksternal atau luar negeri. Ia
ingin menunjukkan, masalah yang kini dihadapi Indonesia cukup banyak
faktornya, bukan hanya kepemimpinan.

"Kita lihat Thailand saat ini, apakah masalahnya kepemimpinan? Amerika
Serikat apakah masalahnya kepemimpinan sehingga ekonominya runtuh. Ada
suasana yang tidak disadari," ujarnya.

Arahan Presiden disampaikan kepada 90 peserta PPRA Ke-42 untuk
menanggapi hasil seminar mereka tentang peningkatan kualitas sistem
kepemimpinan tingkat nasional guna mendukung penyelenggaraan negara
dalam rangka pencapaian tujuan nasional. PPRA Ke-42 Lemhannas
berlangsung selama sembilan bulan sejak 11 Maret 2008.

Presiden tak memungkiri, kepemimpinan itu urusannya adalah tanggung
jawab. Karena itu, untuk setiap keputusan yang telah
ditandatanganinya, Presiden mengaku, risiko sepenuhnya berada di
pundaknya. (INU)

[Non-text portions of this message have been removed]

 














      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke