Saya ingin juga komen soal ini.

Affirmative action adalah affirmative action, langkah pemihakan untuk 
kepentingan khusus walaupun mengandung unsur diskrimasi.....katakanlah 
diskriminasi positip. Ini sebenarnya bukan hal yang istimewa bangat. Karena 
dalam bidang lain juga ada kebijakan kebijakan dengan ciri seperti itu. Prinsip 
besarnya adalah option for the weakness. Pemihakan khusus untuk kelompok 
termiskin (economicaly weak), indigenous people (culturaly weak), minority 
(politically weak) serta perempuan (politically and socially weak).

Dalam konteks peran negara serta pertanyaan mengenai sejauh mana negara boleh 
melakukan intervensi,menurut hemat saya, negara wajib melakukan intervensi 
untuk dua alasan:1. affirmative action . 2.Untuk memastikan terjaminnya hak hak 
dasar warganegara. (kompetisi serta mekanisme pasar dibolehkan sepanjang tidak 
mengancam terjaminnya hak hak dasar warga negara).

Dalam tema ini, wajar saja jika negara melakukan affirmative action. Apalagi 
nafas UU ini juga memiliki unsur itu. Kewajiban bahwa dalam daftar caleg, dari 
tiga harus ada satu perempuan harus dilihat secara bersamaan dgn diktum bahwa 
caleg terpilih adalah berdasarkan nomor urut (dengan hak khusus pada caleg dgn 
30 % BPP). Logikanya, jika satu dari dua dictum itu diubah, seharusnya dictum 
kedua harus juga diubah.

Soalnya adalah siapa yang boleh mengubah dan apa mekanisme yang memungkinkan 
perubahan itu. Ini jelas harus mengacu pada ketentutan UU.

Bisa MK, Perpu atau perubahan UU lewat parlemen. Tidak mungkin dan tidakbisa 
dibenarkan bahwq KPU yang melakukan perubahan itu atau mengeluarkan keputusan 
walaupun berdasarkan logika yang benar di atas. Jika diktum yang satu, sudah 
diubah lewat mekanisme MK maka tidak otomatis bahwa diktum kedua langsung 
berlaku. Logika ditas harus ditarnsformasi dalam produk hukum oleh lembaga yang 
memiliki otoritas dengan prosedur yang benar. Ini yang missing ! Pihak yang 
melakukan permohonan uji material kepada MK tidak teliti dalam merumuskan 
tuntutannya...tepatnya tidak lengkap.

Dus, setuju adanya affirmative action namun tidak setuju jika regulasinya 
dikeluarkan secara tidak benar oleh lembaga yang tidak berwewenang.

Berharap pada partai seperti usulan J. Kristiadi adalah menggantang asap. 

Salam, Ignas Iryanto.

Semoga berhasil masuk senayan, bu Yasmin.

Kirim email ke