Oleh DAHONO FITRIANTO
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/15/01561269/teges.dan.pesona.komunikasi



"Aku dari dulu selalu ingin jadi PR. Aku gak pernah nglewatin
masa-masa pengin jadi dokter atau presiden."

Demikianlah jalan hidup Teges Prita Soraya (37) sudah dipilihnya
sendiri sejak awal. Ia masih anak SMA waktu pertama kali tertarik
dengan dunia PR (public relations) alias kehumasan. "Waktu itu salah
satu teman dekat ibuku jadi PR Hotel Indonesia. Aku lihat kayaknya
kerjanya kok asyik banget, ketemu banyak orang, sering bikin
acara-acara seru," kenang Teges di sudut salah satu lobi Mal Grand
Indonesia, Jakarta, Rabu (4/2).

Maka tak heran jika hingga 20 tahun sejak ia lulus SMA, Teges sudah
kenyang dengan pengalaman di dunia hubungan masyarakat itu. Nama-nama
seperti Hard Rock Cafe, RCTI, hingga London School of Public Relations
pernah menggunakan keahliannya. "Saat jadi cheerleader di SMA dulu,
aku ketemu dengan Mas Ary Sudarsono yang sedang bikin acara basket
bareng RCTI. Dialah yang pertama kali mengenalkan dunia humas," kata
lulusan SMA 34 Pondok Labu tahun 1991 ini.

Berkat Lenny Kravitz

Bersama Ary Sudarsono, Teges mulai belajar bagaimana mengorganisasi
penyelenggaraan acara dan menjadi tuan rumah sebuah acara televisi.
Lulus SMA, Teges sempat kuliah di jurusan Sastra China Universitas
Indonesia sambil mengambil diploma di London School. "Kuliahku di
Sastra China tidak kuteruskan karena susah ngapalin huruf China
sebanyak itu, he-he-he," tutur kelahiran Jakarta, 26 Juli 1971 ini.

Setelah itu, ia sempat bekerja sebagai petugas PR di sebuah kelab dan
beberapa acara kongres dan pameran. Namun, pengalaman paling menarik
adalah saat Teges melamar sebagai tenaga PR profesional di Hard Rock
Cafe Jakarta tahun 1995.

Ceritanya, setelah melalui berbagai tahapan tes dan wawancara, tinggal
tersisa dua kandidat untuk mengisi manajer PR, yakni Teges dan seorang
presenter berita televisi terkenal. Teges sudah hampir menyerah karena
saingannya itu lebih cantik, lebih pintar, dan bahasa Inggrisnya lebih
cas-cis-cus.

"Sampai pada wawancara terakhir, aku ditanya, siapa bintang rock
favoritku. Aku jawab Lenny Kravitz, dan sainganku itu menjawab Michael
Jackson. Ternyata aku yang diterima. Kata bule yang memimpin Hard Rock
Cafe waktu itu, mereka lebih senang Lenny Kravitz dibanding Michael
Jackson, ha-ha-ha," ungkap ibu dua anak ini.

Setara GM

Sebulan terakhir, Teges resmi menjabat sebagai Senior Manager
Marketing-Communications PT Grand Indonesia, perusahaan pengelola
Grand Indonesia Shopping Town, sebuah mal raksasa yang terletak di
jantung kota Jakarta. Sebagai manajer senior, salah satu tugasnya
adalah mengoordinasi dan mengawasi empat manajer di bawahnya. "Di
perusahaan biasa, jabatanku sebenarnya sudah setara GM, general
manager. Tetapi karena di mal jabatan GM itu hanya untuk pucuk
pimpinan tertinggi, maka posisiku jadi senior manager," paparnya.

Menjadi pejabat senior di bidang pemasaran dan komunikasi sebuah pusat
perbelanjaan mewah seperti Grand Indonesia ini mengharuskan Teges
sering-sering bergaul dengan kalangan atas Jakarta.

Meski mengaku baru sekarang ia menjalankan tugas profesional yang
berkaitan langsung dengan kalangan hi-end tersebut, pencinta olahraga
air ini tidak canggung. "Kebetulan aku dulu dibesarkan di lingkungan
anak-anak, yang sekarang sudah masuk ke kalangan upscale Jakarta. Aku
menjadi socialite karena pertemanan orangtua pada waktu itu," tutur
anak pertama pasangan Grombyang O Faizal (almarhumah) dan Omar Faizal
Ismet ini.

Ibunda Teges adalah salah satu putri mantan Menteri Penerangan
Boediardjo (almarhum). Semasa kecil, Teges tinggal di rumah kakeknya
itu di Jalan Teuku Umar, Menteng, salah satu pusat kawasan elite Jakarta.

Mengenal seni

Kedekatan dengan sang kakek, yang juga dikenal sebagai seorang seniman
inilah yang memperkenalkan Teges pertama kali dengan dunia seni,
khususnya seni rupa. "Zaman kecil, aku sering ditenteng-tenteng kakek
ke berbagai museum dan galeri, termasuk Galeri Nasional, untuk melihat
pameran seni rupa," kenangnya.

Itu sebabnya, Teges sudah tak canggung lagi saat harus mengorganisasi
penyelenggaraan perhelatan seni rupa Jakarta Biennale XIII tahun ini,
yang salah satu venue-nya adalah kompleks Mal Grand Indonesia.
"Jakarta Biennale tahun ini ingin lebih mendekatkan diri dengan
masyarakat. Itu salah satu alasan dipilih mal sebagai tempat pameran.
Tujuannya agar art objects itu bisa dinikmati semua kalangan
masyarakat," tegas Teges.

Kirim email ke