http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/05/0318175/waspadalah....waspadalah...
Melihat banyak calon anggota legislatif yang sampai "habis-habisan" mengeluarkan biaya untuk nyaleg, bahkan sampai menggadaikan rumah segala, apakah sebaiknya keluarga turut mengawasi sang caleg? Jawabannya adalah ya. Psikiater dari Rumah Sakit Dr H Marzoeki Mahdi, Bogor, dr A Farid Patuti SpKJ, menyarankan kepada keluarga caleg untuk mewaspadai gejala-gejala awal gangguan jiwa caleg pascapemilu. Sehingga, mantan caleg yang bersangkutan bisa segera diberi pertolongan di RSJ. "Jangan malu datang ke RSJ karena kami di sini untuk membantu," tandas Farid. Menurut Farid, gejala gangguan jiwa paling mudah dikenali dari munculnya perubahan kebiasaan beraktivitas seseorang. "Misalnya, suka jalan mondar-mandir tengah malam, selalu gelisah, diajak ngomong tidak nyambung, tiba-tiba senang menyendiri, susah tidur, dan menyalakan TV dengan suara keras. Harus diwaspadai dan segera diberi pertolongan, sebelum jadi gila," ungkapnya. Potensi gangguan jiwa bagi para caleg memang cukup tinggi, mengingat banyaknya pemicu stres. Mulai dari rasa malu saat tidak terpilih sebagai wakil rakyat, sampai permasalahan ekonomi. Sebenarnya, kata psikiater dari RSJ Dr Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta, dr Gerald Mario Semen SpKJ, semua orang berpotensi sama untuk terganggu jiwanya, tergantung dari daya tahan dan potensi stres seseorang. Jika tingkat stres tinggi dan daya tahan tubuh sangat lemah, pada satu titik orang itu akan menjadi gila. Tinggi rendahnya daya tahan bergantung pada bakat genetik seseorang, trauma kapitis semisal kecelakaan yang menimbulkan gegar otak, dan keterlibatan dalam penyalahgunaan narkoba. Pengusaha, caleg, atau karyawan biasa bisa mengidap gangguan jiwa. Jika ada bakat genetik, bahkan diputus pacar pun bisa gila. Gangguan jiwa berat Pasien yang datang ke RSJ kebanyakan menderita gangguan jiwa berat. Di RSJ Grogol, pasien yang datang setiap hari antara 100 orang dan 110 orang. "Bisa dipastikan, 95 persennya mengalami gangguan jiwa berat. Karena kalau masih ringan belum dibawa ke RSJ," ujar Mario. Di Jakarta yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa ini, terdapat 1 persen orang yang mengidap gangguan jiwa berat dan 10-15 persen yang mengalami gangguan jiwa ringan dan sedang. Kalau dihitung, 1 persen saja sudah 100.000 orang. "Tapi tidak semua dibawa ke RSJ," ujar Mario. Padahal, gangguan jiwa berat atau psikotik ini sangat berbahaya. Pada tahap ini, penderitanya justru merasa tidak sakit dan kehilangan orientasi diri. Salah satu gangguan jiwa adalah skizofrenia, yakni penyakit kejiwaan di mana terjadi gangguan pada pemikiran dan pemahaman si penderita akan kenyataan. Penderita skizofrenia mempunyai keyakinan sendiri yang sebenarnya tidak nyata. "Salah satu cirinya adalah mengalami waham kebesaran. Seseorang merasa dirinya paling hebat, penting, dan pintar," ujar Farid. Hal senada dikatakan psikiater dari Rumah Sakit Khusus Daerah Atma Husada Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, dr Denny J Rotinsulu SpKJ. Ada tipe kepribadian tertentu yang rentan terkena gangguan jiwa, yakni tipe paranoid dan skizoid. Kepribadian paranoid, misalnya, melihat kejadian bencana di Situ Gintung sebagai upaya sabotase politik. Lantas, tipe apa yang cocok bagi orang yang terjun ke politik? "Yang sehat jiwa," sahut Denny. Ciri-cirinya, antara lain, memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya, merasa lebih puas memberi daripada menerima, dan secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas, dan tertekan. Orang itu juga harus mempunyai rasa kasih sayang yang besar. Apakah para caleg itu sudah memiliki rasa kasih sayang yang besar? Wallahu a'lam. (IVV/DHF/BRO)