Bung Faisal benar,Dunia memang tidak hitam putih.  Jadi, kadang ekonom kita 
neolib, kadang berubah menjadi pancasilais kerakyat-rakyatan.  Bisa 
bermetamorfose setiap saat.  Tergantung tren kemana arah angin berhembus.  Tapi 
masyarakat yang membaca pengantar ilmu ekonomi bisa membedakan lho...  AS saja 
lebih pancasilais ketimbang Indonesia.. Ini tak lepas dari sesat pikir para 
ekonomnya..  Toh kebenaran tak akan bisa dibantah.. Sayang, di abad besar ini 
hanya melahirkan pemikir-pemikir yang kerdil..Salam,ic      

--- On Tue, 6/16/09, Faisal Basri <faisalba...@ymail.com> wrote:

From: Faisal Basri <faisalba...@ymail.com>
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Adakah Basri Menangis Ketika BBM Naik 125%? 
Bls: Boediono Dicerca Neolib, Faisal Basri Nangis
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Tuesday, June 16, 2009, 1:41 PM





















      Ketika harga BBM dinaikkan 114 persen pada oktober 2005, saya geram dan 
merintih (



http://www2. kompas.com/ kompas-cetak/ 0510/01/utama/ 2092732.htm).



Ketika jutaan petani masih dibodohi oleh perusahaan perkebunan "milik negara", 
kita sepantasnya meratapi dan melawan. Bagi saya, BUMN seperti itu wajib 
diprivatisasi, dikembalikan kepada petani. Bagaimana caranya, kita serahkan 
kepada para ahli.



Selama Pertamina masih sangat boros dan jadi bancakan para kelompok kepentingan 
(http://faisalbasri. kompasiana. com/2009/ 06/16/virus- virus-itu- 
ada-di-dalam- diri-kita/), sepantasnya kita juga bicara.



Kalau kita tahu apa yang dikatakan orang tidak benar dan lalu kita memberikan 
perspektif lain, apakah itu salah. Ikhwal saya menangis, tentu ada alasan yang 
lebih dalam. Antara lain ketakutan saya bahwa kita mudah lupa akan apa yang 
terjadi 11 tahun lalu..



Mungkin saya terlalu emosional karena menangkap dimensi ketidakadilan, walau 
itu hanya terhadap seorang sosok yang bernama Boediono.



Jangan sampai kita cepat pukul-rata. Dunia tidak hitam-putih.



Bagaimanapun, saya sepenuhnya sepakat bahwa negeri ini belum berdaulat dalam 
banyak hal. Tapi jangan sampai musuh dalam selimut tertawa terbahak-bahak. .



Tabik,

faisal basri

Kirim email ke