http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/25/03244050/gerakan.bunuh.kpk


Jakarta, Kompas - Penggiat antikorupsi, Saldi Isra, menduga adanya gerakan 
untuk "membunuh" Komisi Pemberantasan Korupsi bersama-sama. Hal ini dilakukan 
karena banyak pemangku kepentingan yang tak terlalu nyaman dengan keberadaan 
komisi yang gencar melawan korupsi itu.

Salah satu kejadian yang dinilai sebagai tahapan membunuh KPK adalah mencuatnya 
kasus penyadapan telepon seluler Rani dan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra 
Rajawali Banjaran. Nasrudin terbunuh pada 14 Maret lalu. Ketua KPK (nonaktif) 
Antasari Azhar terseret kasus tersebut.

Polisi telah meminta keterangan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah terkait dengan 
penyadapan itu.

Saldi menilai Polri terlalu mendramatisasi persoalan tersebut. Seharusnya, 
polisi dapat menjelaskan dengan cara yang lebih halus terkait dengan 
pemeriksaan Chandra.

Menurut dia, KPK mempunyai prosedur standar operasional ketat terkait 
penyadapan. KPK tak akan menyadap jika tak memiliki constrain yang jelas.

"Lagi pula, kerja penyadapan sudah menghasilkan prestasi, seperti tertangkapnya 
Hengky Samuel Daud, yang menjadi buron KPK sejak tiga tahun lalu," ujar Saldi, 
Rabu (24/6).

Perintah Antasari

Secara terpisah, Juniver Girsang, seorang penasihat hukum Antasari, menyatakan, 
kliennya meminta untuk mendeteksi telepon yang mengancam istrinya. Antasari 
tidak pernah memerintahkan penyadapan.

"Deteksi itu beda dengan merekam. Pak Antasari juga tahu bedanya. Pak Antasari 
hanya mau deteksi telepon itu, apakah ada kaitannya dengan perkara," kata 
Juniver, Rabu di Jakarta.

Juniver mengakui, deteksi nomor telepon itu menggunakan alat milik KPK. "Tidak 
ada rekaman," katanya. Namun, ia tak menyatakan bahwa Wakil Ketua KPK salah 
menerjemahkan permintaan Antasari.

Nomor telepon yang dikatakan meneror dan mengancam istri Antasari, Ida 
Laksmiwati, itu, menurut Juniver, tidak diketahui siapa pemiliknya sampai 
terakhir kali dideteksi.

Namun, Chandra menegaskan, dia berada di dekat Antasari saat Ketua KPK 
(nonaktif) itu memerintahkan penyadapan nomor telepon seluler kepada 
penyelidik. Karena itu, perintah penyadapan terkait teror lewat layanan pesan 
singkat (SMS) dan telepon pada istri Antasari langsung diberikan Antasari 
kepada penyelidik.

"Pak Antasari langsung memberikan nomor telepon itu kepada penyelidik, bukan 
kepada saya," kata Chandra di Jakarta, Rabu. Penyadapan itu, sesuai kode etik, 
semestinya berlangsung satu bulan. (ana/vin/idr/mdn)

Kirim email ke