Kompas ada salah cetak / tulis pada biografi Liek Wilardjo, 1975-1980 Liek 
adalah "dosen" pada Fakultas Teknik Elektro, bukan Dekan, krn Dekan saat itu 
adalah (alm) Ir Soemaryono.

Salam,
Sutiono Gunadi
Fak Teknik Elektro UKSW 1977-1982


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: "Agus Hamonangan" <agushamonan...@yahoo.co.id>

Date: Thu, 25 Jun 2009 01:02:50 
To: <Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com>
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Liek Wilarjo Ahli Fisika yang Juga Menulis 
Sosial


Oleh Subur Tjahjono
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/06/25/05404582/Liek.Wilarjo.Ahli.Fisika.yang.Juga.Menulis..Sosial


KOMPAS.com-  Menilai sosok Liek Wilardjo (70) harus utuh. Hanya menilai dari 
"pandangan  pertama" bisa salah sangka, karena akan terkesan kaku, nyaris tanpa 
ekspresi, dan irit bicara. Namun, dengan menyimak tulisan-tulisannya di media 
massa dan penuturan orang-orang yang sudah lama berinteraksi dengan guru besar 
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini barulah tergambar secara 
lengkap sosok cendekiawan yang utuh dan interdisipliner itu.

Spesialisasi yang ditekuni secara serius oleh ilmuwan kelahiran Purworejo, 24 
September 1939 itu adalah fisika dan matematika. Selain itu ia  meminati bidang 
filsafat ilmu, etika, pendidikan sains, bahasa keilmuan, dan telaah lintas 
agama.

"Kalau dibilang total ya total. Total dalam arti saya tidak nyambi jadi calo. 
Dagang ya tidak. Main valuta asing atau MLM (multi level marketing) tidak. 
Berpolitik juga enggak. Total dalam arti itu," kata Pak Liek—sapaan akrab Liek 
Wilardjo--ketika diwawancarai Kompas di Rumah Makan Tempo Doeloe, Kota 
Salatiga, Jawa Tengah, Senin (15/6) lalu.

Akan tetapi, menurut dia,  total pun dalam arti terbatas, baik dalam kualitas 
maupun kuantitas, terbatas juga dalam cakupan. "Saya berkecimpung dalam dua 
kategori, yakni spesialisasi (fisika dan matematika) dan beberapa bidang lain 
di luar spesialisasi, yaitu filsafat ilmu, bahasa keilmuan, etika, sedikit 
telaah lintas agama, dan pendidikan sains. Di luar itu tidak terlibat," ujar 
alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada tahun 1964 itu.

Spesialisasi di bidang fisika dan matematika itu memang didukung oleh latar 
belakang pendidikan S2 tahun 1965 dan S3 tahun 1970  di Michigan State 
University, Amerika Serikat. Penghargaan doktor honoris causa tahun 1990 di 
bidang sains juga dapat menjadi ukuran bagaimana perguruan tinggi terkemuka 
seperti Vrije Universiteit, Amsterdam, Belanda, mengakui kecendekiawanannya. Ia 
dihargai karena menstandardidasi istilah-istilah fisika dan 
pandangan-pandangannya tentang ilmu yang normatif.

 Mantan Rektor UKSW Dr Sutarno (76) memberi gambaran yang lebih utuh tentang 
Pak Liek yang pernah menjadi Pembantu Rektor I UKSW ketika Sutarno menjadi 
rektor 1973-1978. "Ia  apa adanya, terus terang, terkesan sombong, kurang 
diplomatis, sehingga sering menimbulkan salah paham atau antipati kalau 
melontarkan ide," tutur Sutarno.

Padahal Pak Liek banyak idenya, seperti sistem kredit semester yang 
diperkenalkan Pak Liek di UKSW tahun 1973. Sistem kredit itu juga pertama 
diterapkan di Indonesia waktu itu. "Menurut saya Pak Liek itu ilmuwan yang 
mumpuni, all round (serba bisa)," kata Sutarno.

Peneliti senior Lembaga Penelitian Percik di Salatiga, Dr Nico L Kana, menilai 
Pak Liek bukan tipe cendekiawan yang membutuhkan pentas dengan penonton yang 
bertepuk tangan. Pak Liek bukan sosok yang menonjol-nonjolkan diri. Meskipun 
demikian , Nico melihat sosok Pak Liek adalah cendekiawan yang selalu melihat 
segala hal secara utuh, sekalipun awalnya keahliannya adalah fisika dan 
matematika.

Salah seorang mahasiswanya di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro UKSW tahun 
1975-1981, Dr Yuliman Purwanto, membuat catatan untuk peringatan 70 tahun di 
kampusnya tahun ini. Yuliman menilai, Pak Liek telah menjadi begawan humanisme 
lewat karya, perenungan, dan tulisan-tulisannya.

"Ia bukan sekadar seorang guru besar, tetapi ia memang guru bagi bangsa ini," 
ujar Yuliman, yang sekarang menjadi dosen di Universitas Dian Nuswantoro 
Semarang dan Direktur TVKU Semarang itu.

Hal itu pula yang mendorong Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri 
Walisongo Semarang Prof Dr Ahmad Gunaryo mengundang Pak Liek mengajar Filsafat 
Ilmu di Program S3 Studi Islam IAIN Walisongo sejak tahun 2005. "Di mata saya 
Pak Liek itu dedicated teacher (guru yang berdedikasi)," ujar Gunaryo. Sebagai 
seorang guru, Pak Liek betul-betul mengabdi pada spesialisasi dan profesinya.

Pak Liek sendiri ketika ditanya soal pencapaiannya merasa tidak ada yang bisa 
dibanggakan dari bidang-bidang yang ditekuninya itu. "Biasa-biasa saja. Tidak 
ada istimewanya. Karena itu saya tidak berniat menulis otobiografi karena tidak 
ada capaian yang perlu dibanggakan dalam hidup saya," kata Pak Liek.

Untuk mengetahui pandangan-pandangan Pak Liek tentang masalah kebangsaan, 
berikut petikan lengkap wawancaranya:

Apa masalah mendasar bangsa ini?
Bangsa ini potensinya besar, tetapi aktualisasinya sangat kurang. Yang saya 
katakan kurang, nasionalismenya masih kurang. Ini bisa dibandingkan dengan 
bangsa-bangsa lain. Dengan Jepang kita kalah. Dengan Thailand kalah 
nasionalismenya.

Lalu kesadaran tentang tanggung jawab pada masyarakat (civic duty) itu tipis 
sekali. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara maju yang dicap kapitalis, itu 
pun kita masih kalah dalam hal kesadaran berbuat sesuatu bagi masyarakat. 
Misalnya orang-orang yang sudah mapan, purnawirawan, pensiunan, yang hidupnya 
berkecukupan, kalau di luar negeri, mereka tidak tinggal diam, mereka bekerja 
sebagai sukarelawan, tanpa bayaran, di rumah sakit, di gereja, di masjid. Di 
mana sajalah, yang mereka bisa bantu, bantu dengan uangnya dan dengan 
tenaganya.Di sini tidak pernah ada itu.

Jadi semangat yang saya katakan civic duty itu telah hancur.

Masalah lainnya?
Selain nasionalisme dan civic duty, soal moral, semua orang tahulah, amburadul 
betul, begitu. Lalu juga iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) kita sangat 
tertinggal. Sejak dulu tertinggal, sekarang masih tertinggal, dan besok masih 
akan tertinggal.

Berarti untuk kemajuan bangsa kita, empat hal itu, nasionalisme, civic duty, 
moral, dan iptek, yang harus ditingkatkan?
Kalau menurut saya iya. Untuk mengaktulisasikan potensi besar yang memang ada, 
empat hal ini perlu digarap sungguh-sungguh. Keempat hal ini yang harus 
dilaksanakan pemimpin? Ya kita semua, tetapi dengan inspirasi dari pemimpin 
yang baik.

Mungkin ada saran kepada pemimpin kita?
Mungkin  meniru Aa Gym (KH Abdullah Achmad Gymnastiar), yaitu 3 M, mulai dari 
yang kecil, mulai dari diri sendiri, mulai sekarang juga. Jadi kalau empat hal 
itu digarap, mulai sekarang juga, dan, tidak usah proyek mercusuar yang 
gede-gede. Mulai dari hal-hal yang kecil saja.

Tetapi siapa pemimpin yang mau?

Kalau ngomong sih banyak. Capres-cawapres semuanya ngomong begitu, tetapi 
kenyataannya apakah semuanya bisa ditagih, begitu.

Masalah yang mendesak dalam jangka pendek apa?
 Yang mendesak dalam jangka pendek, menurut saya, hal-hal yang perlu untuk 
memenuhi hajat hidup orang banyak.Itu ada di UUD kita.

Apa itu?

Misalnya swasembada pangan dan pakan. Pangan itu bukan beras saja, juga yang 
lain-lain. Termasuk juga air. Lalu energi yang memberat ke energi yang 
terbarukan, bukan yang lain. Kita mulai secara bertahap beralih ke energi yang 
terbarukan. Lalu dalam perancangannya, harus ada pergeseran dari sisik pasok 
(supply side) ke sisi penggunaan akhir (end use side). Sisi end use side ini 
tekanannya pada peningkatan efisiensi dan penghematan serta konservasi.

Menurut saya, juga yang perlu digarap, apa yang dinamakan MRT (mass rapid 
transit) karena penduduk kita sangat berjubel.

Masalah jangka panjang kita apa?
Ya nasionalisme, tetapi didorong dengan kebanggaan nasional, seperti contoh 
bangsa-bangsa yang lain. Misalnya, Jepang dulu dengan Restorasi Meiji tahun 
1820-an (Mutsuhito, Meiji Tenno Heika). Itu kan ada niat, lalu diartikulasikan 
dengan baik oleh Sang Pemimpin, lalu semuanya mendukung, lalu dikerjakan 
mati-matian. Dalam 100 tahun (Jepang) sudah berhasil take off (lepas landas) 
betul-betul. Tahun 1930-an Jepang sudah berani melawan Amerika Serikat dan 
Sekutu.

Yang saya maksudkan dengan contoh yang bisa mendorong kebanggaan itu misalnya 
John F Kennedy berani mencanangkan bahwa akan ada warga Amerika yang mendarat 
di bulan sebelum akhir dasawarsa 1960-an. Itu ternyata terbukti tahun 1969 (16 
Juli) karena didukung semangat nasionalisme yang baik. 

Ronald Reagan juga. Waktu itu (Amerika Serikat) sangat sulit. Amerika 
morat-marit ekonominya. Begitu Reagan terpilih, lalu bisa dibalik oleh dia. 
Pajak dipotong untuk memberikan insentif, untuk menggerakkan sektor riil.

Lalu dipompa semangatnya dengan perang bintang (star wars/Strategic Defence 
Initiative/SDI). Ini memang tidak terlalu baik contohnya karena berupa perang 
bersenjata ya, tetapi sebagai terobosan teknologi dan ekonomi, ternyata perlu 
sekali.

Dengan proyek perang bintang, yang maju bukan proyek perang bintangnya thok, 
tetapi seluruh ipteknya maju terus. Riset-riset didukung. Hal-hal seperti itu 
belum pernah ada.

Kalau belum pernah ada, bagaimana mengadakannya?
 Itu harus pemimpin. Yang menciptakan harus orang yang punya kharisma, yang 
punya wibawa dan punya kekuasaan. Kalau orang biasa tidak digubris.

Dulu Bung Karno kan bisa membangun karakter. Harusnya bisa dibanggakan?
Ada semangat berdikari. Sekarang ini digembar-gemborkan oleh JK (Jusuf Kalla). 
Saya berpendapat, di zaman sekarang ini untuk sama sekali tidak bergantung itu 
tidak mungkin. Pasti tergantung pada pihak-pihak lain. Tidak bisa dihindari. 
Tapi yang harus diusahakan sungguh-sungguh, jangan tergantung secara sepihak. 
Saling tergantung secara timbal-balik oke, tetapi kalau tergantung secara 
sepihak, jangan sampai.

Kalau misalnya PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) dibikin, itu tergantung 
satu pihak nyaris 100 persen. Semuanya tergantung, bisa dimainkan mereka karena 
pengayaan uranium kita enggak bisa. Kalau pun secara potensial bisa, tidak 
mungkin diizinkan. Kalau kita nekat, pasti dibom, diserang. Semuanya dimonopoli 
oleh sana. Jadi tergantung.

Seandainya pun kita punya uranium, tidak bisa kita pakai uranium itu kalau 
tidak diolah menjadi BBN (uklir) Mengolahnya tidak sepenuhnya bisa. Tetapi 
keberatan saya bukan hanya karena hal ini. 

Biodata:
Nama Lengkap:  Prof Liek Wilardjo, BSc, LCE, MSc, PhD, GCEPA, DSc
Tempat/tanggal lahir:  Purworejo, Jawa Tengah, 24 September 1939
Keluarga:  Istri : dr Mariani Wilardjo, MS
Anak : 1. Sotya Fevriera, SSi, MSc
          2. Retno Maiabita, SSi, MSc

Pekerjaan:  Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah

Pendidikan: 
1. Sarjana (S1) (Doktoral II lengkap, teori), Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam 
(FIPA)  
    Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ( 1964 )
2. Program Master (S2), Michigan State University, East Lansing, Michigan, 
Amerika 
    Serikat ( 1965 )
3. Program Doktor (S3), Michigan State University, East Lansing, Michigan, AS ( 
1970 ) 
    *Disertasi : A Complete Fourth-Order Vibration-Rotation Hamiltonian of 
H2O-Type   
      Molecules. 
    *Spesialisasi : Fisika Molekul
Penghargaan:
1. Doktor Honoris Causa (Dr HC) bidang Science dari Vrije Universiteit, 
Amsterdam, 
    Belanda ( 1990 )
2. Penghargaan untuk Pengembangan Peristilahan Fisika di Indonesia, Brunei 
    Darussalam dan Malaysia, dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ( 1993 )
Perjalanan Karier:
1. Pendiri Laboratorium dan Pengajar Fisika, FMIPA Universitas Kristen Satya 
Wacana (UKSW), Salatiga ( 1963 - 1964 )
2. Pembantu Rektor bidang Akademik UKSW, Salatiga ( 1973 - 1975 )
3. Penyusun Kamus Fisika dan Kamus Umum Istilah Ilmu Dasar, Pusat Pembinaan dan 
Pengembangan Bahasa, Depdikbud ( 1972 - 1998 )
4. Pembantu Rektor Urusan Akademik UKSW, Salatiga ( 1975 - 1980 )
5. Dekan Fakultas Teknik Elektro UKSW, Salatiga ( 1975 - 1980 )
6. Pembantu Rektor Urusan Perencanaan, Pengembangan, dan Penelitian UKSW, 
Salatiga ( 1981 - 1985 )
7. Ketua Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW, Salatiga ( 1987 - 1990 )
8. Pengajar Filsafat Ilmu, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum dan Ilmu Kedokteran, 
Universitas Diponegoro (Undip), Semarang ( 1996 - 2004 ) dan di PDIH Undip 2008 
sampai sekarang
9. Anggota Komisi Bioetika Nasional (2004 – 2008)
10. Pengajar Filsafat Ilmu Program Pascasarjana (S3) IAIN Walisongo, Semarang ( 
2005-sekarang )
Sumber: Pusat Informasi Kompas




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS

2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://epaper.kompas.com/ , 
http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/

3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota

4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id

5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke