Oleh Nawa Tunggal

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/10/03364193/sepeda.motor.fuel.cell.karya.bppt




Sepeda motor ramah lingkungan dengan sumber energi listrik fuel cell atau sel 
bahan bakar karya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi diluncurkan pada 
2008 lalu, tetapi dengan "jantung" teknologi yang masih harus diimpor. Saat ini 
komponen "jantung" berupa reaktor hidrogen dengan oksigen itu mampu diproduksi 
sendiri.

Komponen utama teknologi sel bahan bakar yang digunakan untuk sepeda motor saat 
itu senilai Rp 150 juta, diimpor dari Amerika Serikat pada tahun 2000," kata 
Eniya Listiani Dewi, perekayasa pada Pusat Teknologi Material BPPT, Kamis (9/7) 
di Jakarta.

Seiring waktu, harga komponen yang menjadi "jantung" teknologi sel bahan bakar 
berupa Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) itu makin turun. Menurut 
Eniya, harganya sekarang berkisar Rp 30 jutaan. Harga ini masih tetap tinggi.

Komponen yang mahal tentu saja mengurangi daya saing produk. Meski teknologi 
itu dibilang ramah lingkungan tanpa mengemisi karbon dan menghasilkan limbah 
air murni, tetap saja mahal dan memiliki peluang kecil untuk diadopsi 
masyarakat. Terutama pada masyarakat kita yang memiliki daya beli rendah.

Tunjukkan hasil

Nasib sepeda motor fuel cell BPPT, yang dirancang Eniya bersama Tjujtuk 
Ismujanto dari Pusat Teknologi Material BPPT dan Ganesha Tri Chandrasa dari 
Balai Besar Teknologi Energi BPPT, awalnya menghadapi prospek suram karena 
harganya sulit terjangkau.

Eniya, yang memimpin Tim Perekayasa Sel Bahan Bakar BPPT dengan anggota 40 
ahli, terus berupaya memproduksi PEMFC dengan material lokal. Saat ini upaya 
tersebut sudah menunjukkan hasilnya.

PEMFC, yang juga dikenal sebagai Proton Electrolyte Membrane Fuel Cell, kini 
diproduksi dengan komponen-komponen lokal. Produksinya dengan teknologi 
nanokomposit untuk menggantikan komponen elektrode dan elektrolit padat polimer 
PEMFC.

Komponen lainnya juga mampu disubstitusi dengan bahan lokal. Di antaranya, 
komponen end plate berupa lempeng tembaga penopang rangkaian PEMFC. Kemudian 
current collector yang mengantar arus listrik.

Ada lagi grafit atau karbon sebagai pemisah membran electrode assembly (MEA, 
inti penghasil listrik dalam sistem kerja sel bahan bakar). Komponen grafit dan 
MEA juga dapat disubstitusi dengan material lokal.

"Riset untuk menyubstitusi PEMFC itu menghabiskan dana pagu BPPT sampai Rp 2 
miliar selama 2005 sampai 2008," ujar Eniya.

Alhasil, kini penurunan produksi PEMFC dengan material lokal sampai 80 persen. 
Sebagai contoh, satu komponen utama MEA, satu lembar MEA impor seharga Rp 2,5 
juta, dapat disubstitusi dengan material lokal menjadi Rp 600.000 per lembar.

Menurut Kepala BPPT Marzan Azis Iskandar, temuan substitusi PEMFC itu sekarang 
masih dalam tahap berbagai pengujian. Salah satunya adalah mengenai keandalan 
material yang akan menentukan daya tahan komponen tersebut.

Infrastruktur

Sepeda motor fuel cell BPPT didukung daya listrik 500 watt dari sistem sel 
bahan bakar. "Sepeda motor itu pun mampu melaju dengan kecepatan maksimal 60 
kilometer per jam. Sepeda motor ini tak perlu lagi di-charge baterainya," kata 
Eniya.

Gas hidrogen menjadi sumber tenaga penggerak sepeda motor tersebut. Tentu saja 
setelah diubah menjadi listrik untuk menggerakkan motor.

Pada sepeda motor itu gas hidrogen ditampung di sebuah tangki dengan kapasitas 
7 liter. Tangki ini bukan seperti tangki sepeda motor biasanya, melainkan 
tangki yang mengandung metal hydride atau padatan logam (biasanya dari 
magnesium atau mangan) yang segera akan bereaksi menangkap hidrogen.

"Metal hydride mengalirkan gas hidrogen setelah memperoleh bukaan saluran 
tangki dengan suhu kamar (berkisar 25 derajat celsius)," kata Eniya.

Gas hidrogen itu kemudian mengalir menuju PEMFC hingga bereaksi secara 
elektrokimia dengan oksigen yang diperoleh dari udara dan menghasilkan arus 
listrik untuk menggerakkan motor, limbah air, serta panas.

Volume 1 liter hidrogen telah diuji dan dalam uji coba itu mampu menghasilkan 
daya 500 watt selama satu jam yang menggerakkan motor tersebut dengan kecepatan 
50 kilometer per jam.

"Harga hidrogen ultra high pure 99,999 persen yang digunakan itu dibeli dari 
Singapura dengan harga Rp 1,7 juta untuk volume 7 meter kubik," kata Eniya.

Jadilah, gas hidrogen menjadi bahan bakar teknologi transportasi yang ramah 
lingkungan. Pada masa mendatang gas hidrogen menjadi basis pergerakan dunia 
untuk menggantikan sumber energi fosil yang tidak terbarukan.

Menurut Eniya, pengembangan sel bahan bakar untuk sarana transportasi relatif 
sudah tidak menemui kendala. Persoalan yang dihadapi adalah infrastruktur yang 
menunjang manufaktur produksi komponen sel bahan bakar dan produksi bahan bakar 
gas hidrogen itu sendiri.

Implementasi inovasi teknologi sel bahan bakar ini membutuhkan peran swasta. 
Namun, pemerintah juga patut didorong memberikan insentif. Kecuali, pada 
masanya nanti menginginkan menjadi bangsa konsumtif belaka.

Eniya beserta tim di BPPT berhasil menunjukkan kreativitasnya mengikuti 
perkembangan zaman. Teknologi bersih dan ramah lingkungan mampu dijamah, kini 
masyarakat pun menanti implementasinya.

Kirim email ke