Mengapa soal Papua tidak boleh dipandang sebangun dengan urusan Aceh? Hendaknya dapat dilihat dari bebebapa perbandingan. Dari sisi adanya pihak-pihak LN yang banyak mengambil inisiatif/ikut bicara: Aceh: Helsinki, Kuala Lumpur Papua: Washington (USA), Canberra Menurut posisi geografis dan etnisitas di sekitarnya: Aceh: Berbatasan dengan Sumatera Utara dan kombinasi etnis yang kompleks. Biasanya etnis Aceh mempunyai jarak sosial yang jauh dengan Batak yang ada Kristen dan Muslimnya. Juga, yang tidak dipahami banyak orang, etnis Aceh mempunyai catatan historis yang panjang dengan etnis Padang. Di Papua ada restoran Padang. Di Aceh, sulit ditemukan restoran Padang. Papua: Berbatasan dengan Papua Nugini, dalam hal mana ada kesamaan etnisisitas dengan Papua. Menurut kecenderungan politik global: Suka atau tidak, perpolitikan dunia dipengaruhi oleh siapa yang memimpin Amerika. Setiap pemimpin Amerika memiliki agenda spesifik internasional masing-masing. Nixon mengurusi Cina. Bush mengurusi Timur Tengah. Kini Obama yang asal Afrika, dan beberapa tahun pernah di Indonesia akan mengurusi (pertikaian lokal) di Afrika. Kita ketahui lobby Afrika di kongres AS mencoba untuk menghubungkan komunitas-komunitas mirip Afrika, termasuk garis Melanesia yang menghubungkan kawasan-kawasan tertentu dekat Indonesia. Jangan pandang sepele bahwa pemenang hadih Nobel, Desmon Tutu ikut menyoal urusan Papua. Cukup getir ketika Desmon menuding di Papua terjadi apartheid, mengingatkan kita mengenai kejadian di Afrika Selatan dulu, yang kemudian membuat Nelson Mandela dikenal luas. Jadi, concern atas penyelesaian masalah Papua, tidak lepas dari strategi penyelesaian secara nasional. Bahkan, jika pendekatan Papua dilakukan secara piece meal, maka dampaknya bisa mendorong persoalan yang sama di wilayah-wilayah dengan karakteristik yang sama lainnya, seperti misalnya di Kalimantan di mana terdapat suku Dayak, di Sulawesi di mana terdapat kategori komunitas Manado, serta kemudian di Ambon sudah dapat diredam. Oleh sebab itu, menyamakan urusan Papua dengan Aceh, harus gugur karena spesifikasi masalahnya tidak sebangun.
--- On Thu, 7/16/09, Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id> wrote: From: Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id> Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Jangan Anggap Sepele Papua To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Date: Thursday, July 16, 2009, 1:15 PM Bung Muslimin Putra, Persoalan Papua menurut saya tidak "sesederhana" Aceh, karena persoalannya luar biasa rumit. Di satu sisi kekayaan alamnya melimpah sehingga banyak pihak, baik Nasional maupun Asing berupaya untuk "menguras" kekayaan tersebut sebesar - besarnya, disisi lain mayoritas Penduduk Asli Papua masih hidup bak di "Jaman Batu". Dibandingkan dengan saudara - saudaranya dari etnis lain yang berasal dari Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Jawa, Flores dsb, saudara - saudara kita dari etnis Papua ini masih sangat jauh tertinggal. Bahwa banyak juga dari etnis Papua yang cerdas sehingga tidak kalah dengan etnis lainnya, tetapi jumlahnya tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah etnis Papua. Rasanya pemecahan masalahnya tidak bisa kita serahkan sepenuhnya hanya kepada SBY - Boediono, tetapi harus mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh Pemimpin Politik kita maupun Masyarakat kita untuk memecahkan persoalan ini secara mendasar. Kalau anda pergi ke Timika dan menyaksikan kehidupan Penduduk Asli Papua dibandingkan dengan Para Pendatang yang bekerja di Freeport, waduh, kesan saya seperti melihat film Jaman Kolonial di Afrika. Kesan saya, penduduk Asli Papua kelihatannya seperti "Rakyat Jajahan" yang sedang di jajah oleh Freeport. Yang satu masih hidup di "Jaman Batu" dan yang lainnya seperti hidup di "Jaman Modern". Sedih rasanya melihat situasi ini. Kesenjangan sosial, budaya dan ekonomi sangat jauh sekali. Itulah sebabnya mengapa saya menentang keras masalah UN yang bertujuan untuk melakukan standarisasi Kualitas Sekolah antara yang ada di Jakarta dengan yang ada di Yahukimo, Papua. Itu adalah program pembodohan masyarakat secara terbuka yang dilakukan secara resmi oleh SBY - JK dan kabarnya juga akan dilanjutkan oleh SBY - Boediono. Ketentuan tersebut sangat berpotensi membuat tidak ada penduduk Asli Papua yang bisa Lulus Ujian. Yang bisa lulus ya cuma Para Pendatang saja. Jadi menurut saya tidak aneh kalau ada yang dari pihak Penduduk Asli Papua melakukan protes akibat ketidak adilan ini. Penembakan tersebut menurut saya merupakan bagian dari protes masyarakat Papua, karena protes dengan jalan damai tidak pernah digubris. Jadi sekali lagi, penyelesaian kemelut ini tidak bisa hanya diserahkan kepada SBY - Boediono saja, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung program tersebut. Salam, Adyanto Aditomo