1. Dimana saya bilang oposisi ada dlm platform?? Saya katakan, oposisi DASARNYA 
adalah platform, jadi bukan fungsi DPR yang jadi dasar oposisi. Anda kurang 
teliti membaca. Malah Anda yang aneh logikanya. Dalam posting sebelum ini, Anda 
kan mengatakan "dalam soal pengawasan, semua parpol menjadi oposisi". 
Pertanyaan yang Anda ajukan di bawah ini justru untuk Anda sendiri: bila 
mega-pro menang dlm pilpres kemaren, apakah PDIP juga akan beroposisi di 
parlemen?
2. Walau mekanisme di Indonesia UU dibuat bersama dengan pemerintah, namun 
oposisi tetap bisa menunjukkan sikap oposisinya dalam proses itu. Jadi tolong 
ditangkap maksud saya dalam contoh BBM itu, jangan dilihat hasilnya saja, tapi 
juga proses bagaimana proses legislasi itu dibuat dalam konteks aturan main 
khas Indonesia ini.
3. Sekali lagi, oposisi kuncinya adalah kesetiaan pada platform partai sebagai 
pedoman perjuangan (ini jika mau sungguh-sungguh menjalankan cita-cita yang 
sudah dirumuskannya sendiri). Perihal kemudian voting (menang-kalah) atau 
negosiasi (untuk mencapai kompromi), itu hanya pilihan cara untuk 
memperjuangkan platform.
4. Dari uraian Anda, yang tidak jelas konsep oposisinya memang cuma Anda (dan 
Golkar?). Sekali lagi, jauh lebih berharga PDIP yang konsisten dengan sikap dan 
platformnya.
Salam,




________________________________
Dari: Indra J Piliang <indra.pili...@gmail.com>
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 25 Juli, 2009 23:51:43
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Indra J. Piliang: "Kekalahan JK-Wiranto: 
Sebuah Penjelasan Awal"

  
seluruh produk? inilah keanehan anda. kalau oposisi ada dlm platform lebih aneh 
lagi. bila mega-pro menang dlm pilpres kemaren, apakah juga akan beroposisi di 
parlemen? inilah keanehan logika anda, apabila oposisi menjadi platfrm partai 
politik. 


sebaliknya, ketika seluruh produk yang dilahirkan bersama pemerintah, semisal 
anggaran dan undang-undang, apakah itu juga namanya oposisi di parlemen? 

dlm mekanisme oposisi yang "asli", pihak partai politik mengajukan bill atau 
RUU tandingan, bukan "membahas bersama ruu yang diajukan pemerintah". setahu 
saya, belum ada satupun partai politik yang pernah mengajukan RUU secara 
sendirian, lalu meletakkan bersandingan dengan RUU yang diajukan oleh 
pemerintah lewat Amanat Presiden (Ampres). sekalipun RUU diusulkan oleh DPR 
sebagai hak inisiatif, itupun harus dibahas bersama pemerintah, ketika presiden 
mengirim pejabat terkait -- setingkat menteri-- untuk membahasanya. lagi-lagi, 
soal oposisi juga terkait dengan semacam hak veto. 

barangkali ada dua hal yg bisa dikerjakan disini, dalam bentuk semangat oposisi 
tadi: 

pertama, oposisi maksimalis. ya, itu tadi: platform, AD/ART, keputusan 
Munas/Kongres/ Muktamar, dan hal2 yang berbau ideologis. 

kedua, oposisi minimalis. berbentuk program atau pilihan program atau pilihan 
kebijakan. kebijakan A, tolak. tetapi ketika ketika kebijakan A sudah direvisi, 
dlm proses negosiasi, bisa diterima. hal2 semacam ini banyak diutarakan oleh 
petinggi parpol, misalnya soal privatisasi, utang luar negeri, pembelian 
persenjataan, dll. 

politik di Indonesia yang bersifat multipartai menyebabkan segala hal harus 
dinegosiasikan. mayoritas tunggal juga syarat bagi oposisi, yakni ketika hanya 
satu partai politik menguasai mayoritas kursi di parlemen. di Indonesia, sejak 
reformasi, belum ada yang mencapai angka psikologis 50% plus 1. 

begitu juga dlm mekanisme pengambilan keputusan. voting lebih mengarah kepada 
semangat oposisional itu, yakni voting block (satu partai seluruhnya menolak 
atau seluruhnya menerima). di DPR RI, sejauh ini, yang diterapkan adalah 
individual voting. makanya Yuddy Chrisnandi mengajukan penolakan atas kenaikan 
BBM, sekalipun teman2nya yang lain menerima. 

kalau mekanisme pengambilan adalah aklamasi, suara bulat, semangat oposisional 
tdk berjalan. sebagian besar proses pengambilan keputusan di DPR RI adalah 
berdasarkan kesepakatan semua, bukan voting blok. kecuali untuk pengangkatan 
gubernur BI, anggota komisi negara, dllnya, ada individual voting. datanya bisa 
anda telusuri sendiri. 

ijp
NB: Berdasarkan Putusan MA terbaru, sy masuk kategori yang dikembalikan 
kursinya oleh MA, sebelumnya KPU menghitung dengan cara salah perhitungan tahap 
kedua. Jadi, tdk relevan catatan anda sebelumnya. Katakanlah yg dijalankan oleh 
KPU, entah karena sihir siapa atau takut dimakan dracula, tetap saja ada 
mekanisme PAW dlm partai. sy memiliki 26.599 pemilih, terbesar ketiga dari 
seluruh (17) caleg Partai Golkar di Sumbar. 

Kirim email ke