Laporan wartawan Persda Network Hendra Gunawan http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/08/26/17391582/knkt.operasikan.laboraturium.black.box
JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kini tak lagi harus mengirimkan kotak hitam (black box) pesawat keluar negeri agar bisa dibaca. KNKT telah resmi mengoperasikan laboraturium black box untuk membaca rekaman-rekaman penerbangan sebelum terjadi kecelakaan. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengatakan, Laboraturim KNKT tersebut telah diresmikan pada 17 Agustus lalu, bersamaan dengan HUT RI ke-64. "Sudah ada black box yang dibaca, yaitu pesawat Twin Otter milik Merpati yang jatuh di Oksibil (Papua) dan pesawat BAE yang jatuh di Pegunungan Mulia, Wamena sebelumnya," kata Jusman didampingi Ketua KNKT, Tatang Kurniadi dan investigator KNKT Nugroho Budi saat meninjau Laboraturium KNKT di Jakarta, Rabu (26/8). Dalam laboraturium, ada dua alat baca yaitu untuk membaca FDR (flight data recorder) dan CVR (cokpit voice recorder). FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan FDR dibali di Australia. Pengadaan alat software itu memakan dana sebesar 250 ribu dollar. Sedangkan hardwarenya berasal dari hibah negara Jepang seharga 300 ribu dollar. Selama ini bila terjadi kecelakaan pesawat, KNKT harus mengirimkan ke Singapura, Australia atau Amerika Serikat untuk membaca isi rekaman di black box-nya. Sementara Ketua KNKT, Tatang Kurniadi mengatakan, laboraturium ini mampu membaca kotak hitam seluruh jenis pesawat terbang apabila kondisinya masih bagus. "Kalau black box-nya belum terbakar atau terendam dalam air, kita masih bisa membacanya. Jadi kemampuannya bacanya bisa dibilang 60 persen setelah deformasi belum bisa," kata Tatang. Bila blackbox sudah mengalami deformasi, maka harus dikirim dulu ke laboraturium metalurgi di Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk diperbaiki dulu kerusakannya. Agar KNKT memiliki laboraturium metalurgi dan mampu membaca blackbox yang telah terbakar atau terendam, butuh dana setidaknya sebesar 8 juta dollar.