KESIMPULAN? Sesungguhnya semua peraturan kalau dijalankan dengan benar dan 
bertanggung jawab, insya Allah akan bermanfaat untuk semua pihak.  Polisi tidur 
ditertibkan, maintenance kendaraan bisa dihemat, penghematan ini dipakai untuk 
membiayai bertambahnya jumlah aparat (POLTAS, atau ungkin BANPOL) yang 
mengawasi penegakan disiplin.  Lagi-lagi, ujungnya adalah ketidak-disiplinan 
masyarakat, dan lemahnya penegakan hukum.  Hayo mau mulai dari mana?




--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Dwiki Setiyawan 
<dwiki.setiya...@...> wrote:
>
> Milister yang budiman. Berikut postingan di *Kompasiana* dan Blog Personal
> (1/9). Semoga berkenan.
>
>
> DWIKI SETIYAWAN
> http://dwikisetiyawan.wordpress.com
>
>
> FENOMENA keberadaan polisi tidur di sekitar kita, mulai dari gang-gang
> sempit hingga jalan-jalan cukup besar yang acap kita temui sesungguhnya
> mengindikasikan kondisi masyarakat kita yang sakit. Kalau masyarakat kita
> sehat, manalah mungkin jalan yang seharusnya tetap mulus dan berfungsi
> sebagai urat nadi mobilitas masyarakat itu diberi penghalang.
>
> Dalam pikiran seseorang atau kelompok masyarakat yang membuat polisi tidur,
> ia mengandaikan orang lain yang melintas jalanan itu semuanya tidak tahu
> adab berlalu-lintas. Bahwa para pengendara semuanya ugal-ugalan; memacu
> kendaraannya seenaknya seakan-akan itu jalan milik nenek moyangnya. Namun
> ketika si pembuat polisi tidur itu juga melintasi sebuah polisi tidur di
> kawasan lain, sesungguhnya dia juga diandaikan tidak tahu adab berlalu
> lintas. Jadi polanya (maaf) sama-sama gilanya!
>
> Maksud pembuatan polisi tidur pada mulanya sebagai pembatas kecepatan bagi
> kendaraan yang lewat. Sedangkan tujuannya untuk keselamatan. Keselamatan
> warga juga si pengendara. Namun acapkali masyarakat membuatnyau secara
> berlebihan, baik jarak yang terlalu dekat maupun tinggi gundukannya.
>
> Di satu sisi, keberadaan polisi tidur harus diakui menciptakan suasana
> keamanan jalan dan keselamatan lingkungan. Orang jadi berhati-hati tatkala
> melintasi polisi tidur. Namun di sisi lain, ia menimbulkan ketidaknyamanan
> bagi pengguna jalan.
>
> Oya, ada instansi yang kesal dan "uring-uringan" oleh keberadaan polisi
> tidur. Yakni unit pemadam kebakaran. Gang-gang sempit diberbagai pemukiman
> penduduk yang mengalami kebakaran adalah salah satu kendala untuk memadamkam
> api. Jarak dan lokasi juga suatu kendala, namun tetap bisa diatasi. Kendala
> di jalanan yang selama ini acap dikeluhkan petugas pemadam kebakaran dan tak
> kalah "ganasnya" bagi unit mobil pemadam kebakaran tak lain dan tak bukan
> ialah polisi tidur. Banyak mobil pemadam kebakaran tidak laik jalan lantaran
> komponen-komponennya cepat rusak akibat beban kejut polisi tidur.
>
> Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
> Jalan, keberadaan polisi tidur ini masuk dalam area manajemen dan rekayasa
> lalu lintas. Adapun yang dimaksud menajemen dan rekayasa lalu lintas adalah
> serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi peencanaan, pengadaan,
> pemasangan, pengaturan dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam
> rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan,
> ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
>
> Keberadaan polisi tidur juga dijamin UU Nomor 22 Tahun 2009 di atas. Pada
> Pasal 25 ayat (1) soal perlengkapan jalan huruf e perihal alat pengendali
> dan pengaman pengguna jalan. Dikatakan selanjutnya pada Pasal 27 ayat (2)
> bahwa ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan jalan pada jalan lingkungan
> tertentu diatur dengan peraturan daerah.
>
> Singkatnya, pembuatan polisi tidur sebagai alat pengendali dan pengaman
> pengguna jalan tidak sembarang orang bebas melakukannya. Harus melalui ijin
> dari pihak berwenang. Aturan larangan tersebut termaktub pada Pasal 28 ayat
> (1), "Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan
> dan/atau gangguan fungsi jalan". Ayat (2), "Setiap orang dilarang melakukan
> perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan
> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)".
>
> Ketentuan pidana bagi yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2) diancam
> hukuman pidana sebagaimana diterangkan dengan rinci pada Pasal 274 ayat (1)
> dan (2). Dan Pasal 275 ayat (1) dan (2) UU Nomor 22 Tahun 2009.
>
> Silakan download File Pdf UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
> Angkutan Jalan berikut…
>
> Undang-Undang-Nomor-22-Tahun-2009-tentang-Lalu-Lintas-dan-Angkutan-Jalan<http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2009/09/undang-undang-nomor-22-tahun-2009-tentang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan.pdf>
>
> Adapun mengenai  polisi tidur ini, pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
> KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan dikatakan
> sebagai alat pembatas kecepatan.  Pasal 3 ayat (1), alat pembatas kecepatan
> adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat
> pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya.
>
> Ayat (2), Kelengkapan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
> berupa peninggian sebagian badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan
> dengan lebar, tinggi dan kelandaian tertentu. Adapun lokasi dan dan
> penempatan alat pembatas kecepatan disesuaikan dengan hasil manajemen dan
> rekayasa lalu lintas.
>
> Ketentuan teknis lainnya mengenai polisi tidur dimaksud, silakan download
> File Pdf Keputusan Menteri Perhubungan tersebut berikut ini…
>
> Keputusan-Menteri-Perhubungan-Nomor-KM.3-Tahun-1994-tentang-Alat-Pengendali-dan-Pengaman-Pemakai-Jalan<http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2009/09/keputusan-menteri-perhubungan-nomor-km-3-tahun-1994-tentang-alat-pengendali-dan-pengaman-pemakai-jalan.pdf>
>
> Pada Kepmen itu  ada klausul bahwa penyelenggaraan alat pengendali dan
> pengaman pemakai jalan dapat dilakukan oleh warga masyarakat. Dimana
> penentuan lokasi dan penempatannya mendapat persetujuan pejabat instansi
> berwenang dan  memenuhi persyaratan teknis sebagaimana diatur Kepmen
> Perhubungan.
>
> ***
>
> Bagi para pembaca yang tinggal di Jakarta dan sekitar serta kota-kota besar
> lainya, sesekali cobalah hitung sendiri berapa jumlah polisi tidur yang
> musti dilewati semenjak berangkat dari rumah hingga ke tempat kerja! Dan
> pernahkah pula menghitung kerugian ekonomis dari kendaraan yang dimiliki
> akibat menghantam polisi tidur itu setiap bulannya?
>
> Sepanjang yang saya ketahui, belum ada sebuah penelitian mengenai dampak
> ekonomis masyarakat akibat keberadaan polisi tidur. Pun tanpa ada penelitian
> akibat berantainya sudah jelas: mulai dari ausnya suku cadang kendaraan
> bermotor, borosnya bahan bakar akibat sering mengerem dan berganti gigi,
> kurang lancarnya mobilitas perekonomian (sektor riil) masyarakat dan
> sebagainya.
>
> Kalau mau tunjuk hidung, pihak yang menangguk untung besar (samar-samar atau
> terang benderang) dari keberadaan polisi tidur ini yakni pabrikan kendaraan
> bermotor. Penjualan suku cadang (*spare parts*) mereka laku keras. Cobalah
> amati bengkel-bengkel kendaraan bermotor setiap akhir pekan: penuh dengan
> kendaraan yang antri untuk diservis. Disamping kondisi prasarana dan sarana
> jalan yang jelek, polisi tidur sedikit atau banyak turut andil dalam
> memperpendek usia komponen-komponen kendaraan bermotor itu.
>
> Dari keberadaan polisi tidur, kita dapat menangkap gambaran betapa rusaknya
> basis sosial masyarakat yang seharusnya mengandaikan adanya kesadaran
> masing-masing warganya untuk tahu dan taat aturan. Polisi tidur, juga
> mengungkapkan bahwa tidak ada lagi kepercayaan atas kesadaran masing-masing
> warga. Semua orang dianggap tidak tahu diri dan aturan, maka perlu dipaksa
> supaya sadar aturan.
>
> Di samping itu, keberadaan polisi tidur adalah cerminan betapa kita di alam
> kemerdekaan ini telah gagal menjadi manusia Indonesia yang berdiplin dan
> bertanggung jawab di jalan. Kegagalan ini juga sebagai indikator bahwa kita
> belum siap sebagai bangsa yang maju dan modern. Jika soal berlalu-lintas
> saja kita masih "*semrawut*" seperti saat ini, kesampingkan dulu kemauan
> menjadi bangsa maju dan modern.
>
> Karena bangsa yang maju dan modern bukan diukur secara kulit luarnya saja,
> namun ukurannya lebih pada substansi dan esensi. Yakni penghargaan kita
> sebagai sesama makhluk sosial yang berketuhanan dan berkemanusian yang adil
> dan beradab!
>
> Nilai-nilai itu telah menjadi dasar negara, namun kita senantiasa alpa
> mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Salah satu contohnya, yakni dalam
> hal kesantunan kita berlalu lintas.
>
> *****

Kirim email ke