Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah nasibnya Prita Mulyasari. Sudah
tidak mendapatkan pelayanan yang optimal, mengeluhkan (disatu sisi ini 
sebenarnya feeding dari konsumen itu merupakan hal yang
baik buat pihak produsen yang dikeluhi sebagai bahan masukan untuk memperbaiki
diri) tapi ternyata malah berbuah tuduhan pencemaran nama baik yang ujung
nasib dirinya bisa berakhir di penjara. 
 
Itulah yang saya baca sebagai inti makna tersiratnya artikel yang
berjudul ‘Penyitaan Barang Bukti Kasus Prita
Langgar Hukum’ (jika ingin membaca artikelnya silahkan klik disini) 
 
Sesungguhnya dalam kasus ini, jika dilihat dari salah satu sudut
pandang yang lain, sebenarnya bisa dilihat sebagai sebuah kasus pembalikan 
logika,
atau logika ngawur yang dilegalkan. Ujungnya bisa melegalkan pihak yang lebih 
kuat
dan yang lebih berkuasa (Pemerintah atau
pemilik modal capital atau kelompok-kelompok lainnya) untuk bertindak 
sewenang-wenangan
kepada mereka yang lemah, sehingga akan menciptakan masyarakat yang bertata
nilai melanggengkan ketidakadilan.
 
Disatu sisi, justru banyak situs-situs (berkonten pornografi maupun yang tidak 
berkonten pornografi) yang
pada dasarnya melakukan pelecehan dan penghinaan serta pencemaran nama baik 
kepada
pihak-pihak tertentu (personal atau institusi atau agama) malah didiamkan saja. 
 
Pihak berwenang seakan malahan seperti tutup mata saja, yang tak
tertutup kemungkinan itu terkandung maksud dibalik tindakan pembiaran serta 
pemberian
kesempatan langgengnya eksistensi dirinya itu untuk melanggengkan tindakan 
pelecehan
amoralnya. 
 
Padahal, banyak situs-situs itu yang sangat kentara dimiliki dan
dioperasikan oleh warganegara Indonesia, dalam arti kata para pelakunya masih
dalam jangkauan tangan aparat penegak hukum dan domisilinya masih ada diwilayah
cangkupan hukum Negara Indonesia.
 
Melacak keberadaannya jelas terlampau kasat mata, melacak keberadaan
siapa pelakunya (bagi aparat penegak hukum
Negara dengan kelengkapan aparat lain sebagai pendukung fungsinya beserta segala
fasilitas kelengkapan peralatannya) jelas sangat mungkin dilakukan dan bukan
suatu kesulitan besar untuk melakukannya. Tentunya itu jika ada kemauan dan
goodwill politik dari para pejabatnya.
 
Namun begitulah nasib mereka yang lemah, tak ada keadilan buat mereka.
Sampai kapan ini akan berlangsung di Negara yang berfalsafah dasar Pancasila ?. 
 
Harapan kita, sebagai rakyat kecil yang tak berdaya, semoga keadilan
bukan hanya impian saja. Karena tanpa adanya aspek keadilan sesungguhnya tak 
akan
ada artinya sejahtera.  
 
Wallahualambishshawab.
 
***
 
Ironis banget kasus lanjutan dari Mbak Prita yang masih harus berjuang
melawan RS Omni International.
 
Konon dulu di berbagai media massa digembar gemborkan bahwa telah
tercapai kesepakatan damai. Dan proses hukum tetap berjalan. 
 
Namun kini tampaknya sudah mulai mengarah serius sekalikarena sudah mulai ada 
yang disitasebagai barang bukti. 
Bukan mustahil, sebentar lagi Mbak Prita sebagaipenulisemail keluhanyang juga 
konsumen korban, bakal
kembali dijebloskan ke penjaralagi.
 
Sudah saatnya masyarakat kembali peduli pada kasus ini lagi. Bukan
mustahil besok besok kita yang biasa menulis entah di Surat pembaca surat
kabar, milis internet, blog ataupun media internet bakal masukseldan dituntut 
karena mengeluh.
 
Memang benar juga pendapat teman saya di luar negeri sana, Tidak ada Kepastian 
Hukumdi Republik ini.
 
*
 
Penyitaan Barang Bukti Kasus Prita Langgar Hukum.
Tangerang - Penyitaan barang bukti kasus Prita Mulyasari (32), terdakwa
pencemaran nama baik terhadap manajemen dan petugas medis RS Omni
Internasional, Tangerang melanggar hukum, kata kuasa hukum Prita, Syamsu Anwar,
Kamis.
 
“Yang berhak menyita barang bukti
adalah penyidik dan mendapat izin dari Pengadilan Negeri(PN) dimana
tempat kejadian perkara, tetapi hal itu dilakukan aparat PN Jakarta selatan,”
katanya.
 
Syamsu mengatakan masalah tersebut di halaman gedung PN Tangerang
sebelum sidang digelar.
 
Menurut dia, apabila barang bukti disita penyidik Polda Metro Jaya,
maka harus ada izin dari PN Tangerang, bukan PN Jakarta selatan.
 
Ia mengatakan dasar hukum atas penyitaan tersebut yakni pasal 38 KUHAP,
karena penyidik berhak menyita suatu barang bukti apabila mendapat persetujuan
dari PN dimana tempat kejadian perkara berlangsung.
 
Sedangkan barang bukti yang disita adalah dua berkas copy surat 
elektronik(e-mail) dari pelapor, dr Hengky Goza
petugas medis RS Omni.
 
Prita pernah ditahan selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama
baik RS Omni setelah mengirimkan surat
eletronik(e-mail) kepada rekannyaberisikan keluhan karena
memperoleh pelayanan tidak maksimal.
 
Ibu dari dua anak yang masih balita itu dijerat pasal berlapis yakni
pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan 
Transaksi(ITE)
dan pasal 310 KUHP pencemaran nama baik,
serta pasal 311 KUHP.
 
Pada sidang Kamis (10/9) hakim PN Tangerang mendengarkan kesaksian
Sriyanto sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik bahwa saksi itu
merupakan ahli bahasa dari Departemen Pendidikan Nasional.
 
Sidang kasus Prita digelar di ruang utama Prof Oemar Senoadji SH,
didampingi kuasa hukumnya, Slamet Yuwono dari Kantor Pengacara OC Kaligis SH.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghadirkan saksi ahli bahasa
tersebut adalah Riyadi SH didampingi Rahmawati Utami SH.
 
Selain ahli bahasa, JPU juga menghadirkan Yuniwati Gunawan, dokter yang
bertugas di RS Internasional Bintaro, Tangerang yang pernah merawat Prita.
 
Bahkan Prita setelah tidak mendapatkan pelayanan medis secara baik di
RS Omni, dia pindah ke RS Internasional Bintaro selama beberapa hari hingga
sembuh.
 
Istri dari Andry Nugroho itu ketika dirawat di RS Omni mengalami panas
tinggi mencapai 39 derajat Celcius, dan ketika dilakukan tes darah,
trombositnya mencapai 27.000, kemudian berubah menjadi 181.000.
 
Kesaksian ahli bahasa itu sangat diperlukan, apakah terdakwa memberikan kritik 
menyangkut pelayanan RS yang
dianggap tidak profesional melalui e-maildapat dianggap mencemarkan nama baik.
 
*
Penyitaan Barang
Bukti Kasus Prita Langgar Hukum
http://public.kompasiana.com/2009/09/11/penyitaan-barang-bukti-kasus-prita-langgar-hukum-2/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke