Pak KM, persoalannya sudah bukan Virus lagi Pak, tetapi penggantian di saat kritis, apalagi pra seleksi sudah dilakukan dan inkonsistensi serta debatable reason yang dikemukakan baik oeh HR maupun oleh DPJ, juga soal ketika keputusan ketika cover both sides sekarang mungkin dilakukan secara terbuka. .
Bapak sendiri sudah mengatakan sebagai "kelabakan-time constrained" untuk mencari penggantinya. Jadi, sebaiknya soal virus kita kesampingkan, namun penggantian di saat kritis itu yang menarik untuk dibahas tanpa harus apriori bahwa itu pengaruh negara lain atau DPJ seperti argumentasi Bapak. Toh Bp tidak tahu persis informasi apa yang dipunyai oleh Bp Presiden pada saat membuat keputusan. Sekalai lagi, agar jelas dan ini bersifat umum, rational decision making is a process, process to pick one alternative among the available alternatives. Catatan, bounded rationality - limited time, resource, capacity, information. Fak Kedokteran diluar UI tentu boleh saja bertanya mengapa UI? Apakah calon dari Fak Kedokteran yang lain tidak ada yang baik? Ini sekedar contoh bounded rationality. Pertanyaan yang sama juga bisa dialamatkan kepada kasus hibah Jepang untuk IT pendidikan yang lewat Kominfo. Mengapa Jogja? Apakah tidak ada provinsi lain yang lebih layak dan lebih pantas ? Tetapi, mengamati prilaku perubahan "management of change" yang dikendalikan ole SBY, tampaknya memang bisa membuat tekanan tertentu karena reshuffle in waiting. Masalahnya, saya khawatir, kejar target tanpa koordinasi dan target yang jelas bisa menimbulkan overlapping yang bakal menimbulkan high cost. Sebagai misal , Menko Kesra yang mengurusi IT Pendidikan. Apa tidak mumet untuk merekonstruksi argumentasi gathukologi? Kartono Mohamad wrote: > > > Menrik sekali hiruk pikuk tentang pengangkatan bu Endang sebagai > menkes baru > termasuk tuduhan menjual virus. Saya tidak mengenal bu Endang secara > pribadi (dia lulus jauh di bawah saya) tetapi ingin melurukan beberapa > berita miring: > 1. Virus bukan aset nasional negara mana pun di dunia, jadi tidak bisa > dijual. Tidak ada negara arau perusahaan yang berminat membelinya. > Termasuk > yang disebut sebagai "seed virus". Virus pembawa penyakit dapat > menyebar ke > mana-mana, jadi mudah saja untuk memperolehnya tanpa harus membeli. Virus > HIV lebih rumit lagi karena ia banyak memiliki strain dan di tiap > negara ada > strain yang dominan. Banyaknya strain dan apa yang disebut sebagai subtipe > itu mempersulit pembuatan vaksin HIV yang dapat dipakai di seluruh dunia. > 2. Virus flu burung dengan mudah dapat diperoleh. Ambil saja sampel dari > unggas yang mati di suatu kampung. Tidak harus melalui pejabat depkes atau > mata-mata asing. Tetapi virus flu burung belum mendesak untuk dibuat > vaksin > karena sifat penularannya masih dari hewann ke manusia. Kalau kelak > ada H5N1 > yang dapat menular dari manusia ke manusia, barulah vaksin diperlukan. > Jadi > tidak ada negara atau perusahaan yang berminat membeli virus hanya untuk > membuat vaksin H5N1 strain Indonesia. Juga tidak dapat digunakan untuk > membuat senjata biologi. Lha nanti yang mati kan cuma unggas saja. > 3. Yang pernah mengajak swasta AS untuk membuat vaksin flu burung > Indonesia > justru bu Siti fadillah. Ia mengajak Baxter, pembuat vaksin. Tetapi > kemudian > ternyata Baxter tidak jadi berminat membuat vaksinnya. Hanya bersedia > menanda tangani MOU. Jadi siapa sebenarnya yang "menjual" virus? > 4. Kerjasama penelitian untuk mengetahui ciri virus merupakan kebiasaan > kalangan ilmuwan. Hasilnya nanti diterbitkan di jurnal ilmiah supaya bisa > diketahui oleh ilmuwan lain di dunia. Seperti juga penelitian strain virus > HIV. Bukan rahasia siapa-siapa. Manfaat pertukaran ilmiah itu kemudian > dinikmati seluruh umat manusia. Jaman dulu penelitian malaria Indonesia > dilakukan oleh Belanda, kemudian hasilnya disajikan di pertemuan ilmiah > internasional di Innggeris (oleh Schuffner yang dokter Jerman). Hasil > penelitian Schuffner bermanfaat bagi pebebtuan diagnosis malaria di > seluruh > dunia. Di jaman Suharto ada penelitian tentang manfaat vitamin A bagi > ketahanan balita terhadap berbagai infeksi. Hasilnya dipublikasi di jurnal > internasional dan sekarang dimanfaatkan untuk peningkatan daya tahan > balita > di bebagai negara, termasuk Indonesia. > 5. Khusus mengenai Dr Endang, saya tahu benar dan berani menjamin bahwa > pemilihannya sama sekali tidak diperngaruhi apalagi tekanan AS, CIA atau > negara mana pun juga karena kebetulan saya juga ditanya pendapat saya > tentang calon-calon menkes pengganti Nila Moeloek. Jangan pula karena itu > saya dituduh sebagai antek AS. Tidak ada pihak mana pun juga yang menekan > saya, apalagi dalam waktu yang hanya satu setengah jam.6. Kalau bu Siti > Fadillah bisa membuktikan bahwa Endang "menjual" virus, mengapa tidak dia > laporkan ke SBY dari sejak dulu? Atau langsung diadukan ke polisi > karena itu > sudah merupakan korupsi. Dia kan atasannya dan konon orang yang berani > menentang AS. > 6. Dr Endang belum tentu pilihan yang baik, seperti juga pemilihan bu > Fadillah dulu. Tetapi mari berikan kesempatan kepadanya untuk > berkarya, baru > nanti kita kritisi. Selama 5 tahun yang lalu itu program kesehatan negara > ini sangat menderita. Dulu waktu bu Siti fadillah terpilih, kalangan > kedokteran juga bertanya-tanya, apalagi karena ada tuduhan plagiat. Dalam > kalangan ilmuwan, plagiat adalah tindakan terburuk dan paling tidak > bermoral > Toh waktu itu kita berikan kesempatan kepadanya untuk menunjukkan > kemampuannya. > > Salam > KM > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > ------------------------------------------------------------------------ > > > No virus found in this incoming message. > Checked by AVG - www.avg.com > Version: 8.5.423 / Virus Database: 270.13.0/2460 - Release Date: 10/26/09 > 08:10:00 > >