Salam, Membaca tulisan Katedra Rajawen di bawah ini, hampir mirip dengan tulisan Sindhunata kemaren di Kompas, lebih banyak menyorot sisi manusiawi dari sebuah masalah. Akhirnya bukan adil atau tidak adilnya sebuah kasus, tetapi kebenaran dan fakta yang lebih penting.
Wartawan senior BaS menulis 'Piala Dunia', dari sisi teknis mengapa pertandingan di sini tidak kelar-kelar. Padahal pertandingan mau kelar sich gampang. Tergantung ketegasan kepemimpinan suatu organisasi, dalam hal sepakbola berarti FIFA. Tidak ada pertandingan batal atau ulang. Kecuali listrik stadion padam, hujan banjir di lapangan. Bagaimana jika penonton rusuh dan menyerbu ke lapangan? Yang pasti pendukung klub yang menyerbu di beri sanksi duluan. Jika klub dan pengamanan kurang, maka di beri WO / skor 5-0 untuk lawan. Apapun masalah dan penyebab penonton menyerbu tidak penting. Moral dan adab diutamakan. Australia yang kalah oleh penalti kontroversial Italia di Piala Dunia 2006, Inggris oleh tangan Maradona, Chelsea oleh Barca 2008, Irlandia oleh tangan Henry, menuntut pertandingan ulang. Begitu ada putusan dari FIFA, dan tidak ada penganuliran hasil, maka semua tunduk. Bandingkan dengan Aljazaer vs Mesir. Siapa menang juga rusuh, walau tanpa kontroversi. Mana yang mau kita contoh? Mungkin maksud bung Arya G bukan tangan Tuhan yang membantu, tetapi ada tangan jahil yang ingin memperkeruh suasana. Mudah-mudahan Sabtu ini di kolom BaS menulis akhirnya pertandingan kelar. Tidak akan ada negara yang mau berperang lagi hanya disebabkan hasil suatu pertandingan, seperti zaman dulu di Amerika Selatan. Sudikah kita menerima apapun hasilnya dengan dada lapang dan tangan terbuka (bukan tangan setan)? Atau memang kita tidak pernah puas? Bad news is good news? Coba renungkan tulisan di bawah ini yang dikutip dari blog Kompasiana : Hand Of God II= Atau Tangan Setan? Katedra Rajawen | 24 November 2009 | 08:20 Karena adanya kecurangan dan ketidakjujuran Maradonna dan Thierry Henry, lalu mengapa tangan Tuhan yang disalahkan??? Tragedi atau sebuah drama sepakbola terjadi saat babak play off Irlandia versus Prancis pada Rabu (18/11) di Stade de France, Paris. Disebut sebagai Hand of God II, menyebabkan seluruh rakyat Irlandia menangis karena gagal ke Piala Dunia di Afrika Selatan 2010. Pelakunya kali ini adalah Thierry Henry yang mengontrol bola dengan tangannya _ yang tidak terlihat oleh wasit _sebelum memberikan umpan ke rekannya, William Gallas untuk mencetak gol kemenangan pada menit ke 104, dengan kedudukan 2-1 untuk Prancis. Memang kejam peristiwa ini bagi tim Irlandia yang berduka karena mereka dikalahkan oleh tangan dalam permainan yang seharusnya menggunakan kaki. Bagi rakyat Prancis, tidak peduli itu melalui tangan atau kaki, yang penting tim mereka sudah bisa menuju ke Afrika Selatan tahun depan. Setelah pertandingan dengan jujur _ kejujuran yang terlambat _Henry mengatakan itu adalah handball. Masalahnya adalah, apakah Henry melakukan itu dengan kesengajaan dengan harapan wasit tidak melihat kejadiannya , dengan kata lain untuk menipu wasit atau hanya sekedar gerakan reflek? Sayang ia tidak mengungkapkan, hanya saya merasa itu ada kesengajaan, tapi memang seperti yang ia katakan itu adalah urusan wasit untuk memutuskan. Dalam sebuah kejadian yang begitu jelas terlihat oleh sebagian besar penonton dan semua yang menonton melalui televisi, justru kenapa wasit Martin asal Swedia Hansson yang begitu dekat dengan permainan tidak melihatnya? Tak heran ia menuai begitu banyak kecaman, bahkan dari negerinya sendiri. Banyak pihak menghendaki tanding ulang sebagai pilihan yang adil, tapi pelatih Irlandia sendiri, Giovani Trapattoni yang asal Italia menganggap itu adalah hal yang mustahil karena itu sudah merupakan keputusan wasit. Sedangkan wasit Hansson sendiri berharap untuk segera melupakan kejadian itu karena hidup harus terus berlanjut, karena kalau didebatkan pasti tiada akhirnya. Hanya perlu sebuah kebesaran jiwa untuk menerimanya. Saya hanya bisa mencatat beberapa pembelajaran dari peristiwa ini. Menurut saya kejujuran Henry sudah terlambat, karena dilakukan setelah kejadian. Kalau ia memang mau jujur, mengapa tidak pas kejadian itu,_ kalau memang ia memegang bola itu secara reflek_ia bisa langsung memberitahukan kepada wasit bahwa ia telah handball. Seperti pernah kejadian yang dilakukan pemain Ingris, Chris Wadlle, yang mencetak gol dengan tangan _tidak sengaja _ lalu ia memberitahukan pada wasit bahwa ia telah handball, sehingga wasit menganulir golnya. Jadi sebuah kejujuran yang tidak pada waktunya, tak akan banyak memberikan manfaat. Jujurlah pada waktunya itu yang tepat. Selanjutnya adalah wasit Hansson, dia mengakui memang tidak melihat kejadian itu, banyak yang bingung, tapi saya percaya memang ia tidak melihat, karena kejadiannya begitu cepat dan posisinya pada tempat yang tidak tepat. Tapi kita bisa melihat jelas karena itu direkam kamera. Itulah yang dikatakan , kalau melihat kesalahan orang lain itu kita bisa jelas, tapi terhadap kesalahan sendiri sering tidak jelas atau kadang sengaja tak mau melihat. Jadi kita pun tidak bisa 100% menyalahkan wasitnya. Yang paling enak itu nikmati saja permainan itu dengan segala drama dan tragedinya. Kadang hidup ini memang ada yang namanya keberuntungan. Selamat untuk kedua tim yang telah dengan semangat bertanding, dan juga pada wasit yang telah jujur, bahwa ia tidak melihat kejadian itu walau mendapat banyak kecaman. Semua pasti ada hikmahnya. Salam fair play.