Maksudnya Pak Deni, hanya kirim artikel
tentang 4 Madzhab aja Pak...........jadi mungkin tidak perlu dihubungkan sama
yang lain......
Terus
Madzab antum apa ? apakah Madzhab Albani ?
klo
tidak apakah antum bisa ber istinbath sendiri semua hukum syar'i
?
Padahal
ulama2 Madzhab juga Ulama Hadist yang hapal ribuan Hadist dan hapal Al-Qur'an
30 Juz
beserta
arti dan tafsirnya
klo bisa seperti itu hebat antum bisa
sederajat dengan ulama Muztahid Mutlak
Begitulah
tawadlhu Ulama dulu yang tinggi ilmunya walau Beliau hapal ribuan hadist
tapi
tetep
berkata "Apabila hadits itu shahih,
maka hidits itu adalah madzhabku"
berbeda
dengan zaman sekarang baru hapal Juz 30 (bukan 30 Juz) dan satu
dua hadist sudah menilai
Ulama ini
salah, tidak bener, dan ahli Bid'ah
Astagfirullah.. Naudu billahi
minzalik..
Note : See
Attachment
Wallahu
'alam bishowab..
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Rudy.S
Perkataan 4 Imam Madzhab di Dalam Mengikuti Sunnah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Oleh : Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani
-rahimahullah-
Kiranya sangat bermanfaat
untuk disajikan di sini sedikit atau sebagian perkataan mereka, dengan
harapan, semoga di dalamnya terdapat pelajaran dan peringatan bagi
orang yang mengikuti mereka, bahkan bagi orang yang mengikuti selain
mereka yang lebih rendah derajatnya dari taqlid buta, dan bagi orang
yang berpegang teguh kepada madzab-madzab dan perkataan-perkataan
mereka, sebagaimana kalau madzab-madzab dan perkataan-perkataan itu
turun dari langit. Allah Subhanahu Wa Taala, berfirman: "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah
kamu mengambil pelajaran (dari padanya)". (QS. Al-Araf
:3)
I. ABU HANIFAH
Yang pertama-tama diantara
mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit. Para sahabatnya
telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan darinya, yang
semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban untuk berpegang
teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam yang
bertentangan dengannya.
1. "Apabila hadits itu shahih, maka
hidits itu adalah madzhabku." (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
2. "Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada
perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami
mengambilnya". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqau fi Fadha ilits
Tsalatsatil Aimmatil FuqahaI, hal. 145)
3. Dalam sebuah
riwayat dikatakan: "Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui
alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku".
4. Di
dalam sebuah riwayat ditambahkan: "sesungguhnya kami adalah manusia
yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari".
5. "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan
kitab Allah dan kabar Rasulullah salallahu alaihi Wa Sallam, maka
tinggalkanlah perkataanku". (Al-Fulani di dalam Al-Iqazh, hal. 50)
II. MALIK BIN ANAS
Imam Malik berkata: 1.
"Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar.
Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan
kitab dan sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al
Kitab dan sunnah, tinggalkanlah". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami,
2/32)
2. "Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu
Alaihi Wa Sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan
yang ditinggalkan, kecuali Nabi Salallhu Alaihi Wasallam". (Ibnu Abdil
Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3. Ibnu Wahab berkata,
"Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di
dalam berwudhu, lalu dia berkata, "tidak ada hal itu pada manusia. Dia
berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian
aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu,
maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al-Laits bin Saad dan Ibnu
Lahiah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al-Maafiri dari Abi
Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah
memberikan hadist kepada kami, ia berkata, "Aku melihat Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa Sallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya
apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya. Maka dia berkata,
"sesungguhnya hadist ini adalah Hasan, Aku mendengarnya hanya satu
jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah itu ditanya, lalu ia
memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari. (Mukaddimah Al-Jarhu
wat Tadil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
III.
ASY-SYAFII
Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari
Imam Syafii di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para
pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
1.
"Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah
Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu
ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka
peganglah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Inilah
ucapanku." (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir, 15/1/3)
2.
"Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang
baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka tidak
halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan
seseorang." (Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal. 68)
3.
"Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan
dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka berkatalah
dengan sunnah rasulullah Salallahu alaihi Wa sallam, dan tinggalkanlah
apa yang aku katakan." Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam, 3/47/1)
4. "Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku."
(An-Nawawi di dalam Al-Majmu, Asy-Syarani, 10/57)
5. "kamu
(Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist dan orang-orangnya
(Rijalu l-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia
kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari kufah, Bashrah maupun dari
Syam, sehingga apabila ia shahih, akan bermadzhab dengannya." (
Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-SyafiI, 8/1)
6. "Setiap
masalah yang didalamnya kabar dari Rasulullah Salallahu Alaihi
Wasallam adalah shahih bagi ahli naqli dan bertentangan dengan apa
yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku
mati." (Al-Harawi, 47/1)
7. "Apabila kamu melihat aku
mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan
dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah
bermadzhab dengannya." (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Muaddab)
8. Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari nabi salallahu
alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan
perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu,
janganlah kamu mengikutiku." (Aibnu Asakir, 15/9/2)
IV.
AHMAD BIN HAMBAL
Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang
paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh
kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang memuat
cabang-cabang (furu) dan pendapat Oleh karena itu ia
berkata:
1. "Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula
engkau mengikuti Malik, Syafii, Auzai dan Tsauri, Tapi ambillah dari
mana mereka mengambil." (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam
Al-Ilam, 2/302)
2. "Pendapat AuzaI, pendapat Malik, dan
pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah
sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar." (Ibnul
Abdl Barr di dalam Al-Jami, 2/149)
3. "Barang siapa yang
menolak hadits Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam, maka
sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran." (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya" (An-Nisa:65), dan firman-Nya: "Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur:63).
Al-Hafizh
Ibnu Rajab berkata: "Adalah menjadi kewajiban bagi
setiap orang yang telah sampai kepadanya perintah Rasulullah Salallahu
Alaihi Wa Sallam dan mengetahuinya untuk menerangkannya kepada umat,
menasehati mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk mengikuti
perintahnya. Dan apabila hal itu bertentangan dengan pendapat orang
besar diantara umat, maka sesungguhnya perintah Rasulullah salallahu
alaihi wa Sallam itu lebih berhak untuk disebarkan dan diikuti
dibanding pendapat orang besar manapun yang telah bertentangan dengan
perintahnya di dalam sebagian perkara secara salah. Dan dari
sini, para sahabat dan orang-orang setelah mereka telah menolak setiap
orang yang menentang sunnah yang sahih, dan barangkali mereka telah
berlaku keras dalam penolakan ini. Namun demikian, mereka tidak
membencinya, bahkan dia dicintai dan diagungkan di dalam hati mereka.
Akan tetapi, Rasulullah Salallahu alaihi wa Sallam adalah lebih
dicintai oleh mereka dan perintahnya melebihi setiap makhluk lainnya.
Oleh karena itu, apabila perintah rasul
itu bertentangan dengan perintah selainnya, maka perintah rasul adalah
lebih utama untuk didahulukan dan diikuti. Hal ini tidak
dihalang-halangi oleh pengagungan terhadap orang yang bertentangan
dengan perintahnya, walaupun orang itu mendapat ampunan. Orang yang
bertentangan itu tidak membenci apabila perintahnya itu diingkari
apabila memang ternyata perintah Rasulullah itu bertentangan
dengannya. Bagaimana mungkin mereka akan membenci hal itu, sedangkan
mereka telah memerintahkan kepada para pengikutnya, dan mereka telah
mewajibkan mereka untuk meninggalkan perkataan-perkataan yang
bertentangan dengan sunnah."
(Di sadur dari Mukaddimah Kitab
Shifatu Shalatiin Nabii SAW, karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad
Nashiruddin Al-Albani -rahimahullah).
| www.perpustakaan-islam.com
|