MERAIH RAHMAT
DI BULAN RAMADHAN

Buletin Al-Islam Edisi 372


Dengan izin dan rahmat Allah SWT, alhamdulillah, kita telah berada dalam
bulan yang penuh berkah—bulan keutamaan, bulan maghfirah, penghulu dari
segala bulan—yakni bulan Ramadhan 1428 H. Pada bulan ini al-Quran pertama
kali diturunkan sebagai risalah yang membawa rahmat untuk seluruh alam;
untuk melepaskan manusia dari segala belenggu sistem yang gelap-gulita
menuju cahaya Islam yang menuntun manusia ke alam terang-benderang.
Rasulullah saw. Bersabda (yang artinya), “Dialah (Ramadhan) bulan yang
permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan pada sepertiga akhirnya
merdeka dari api neraka”. (HR Ibnu Khuzaimah dari Salman al-Farisi,
seperti disebutkan dalam kitab Hayat ash-Shahabah).


Syariah adalah Rahmat

Visi dan misi diturunkannya Dinul Islam sebagai risalah kehidupan
hakikatnya adalah untuk memberikan rahmat kepada seluruh alam. Allah SWT
berfirman:


Tidaklah Kami mengutusmu melainkan agar menjadi rahmat bagi semesta alam.
(QS al-Anbiya [21]: 107)


Ibnu Katsir, ketika memaknai ayat tersebut menyatakan, bahwa Nabi Muhammad
saw. dengan risalahnya merupakan rahmat. Siapa saja yang menerima risalah
yang merupakan rahmat tersebut maka ia akan bahagia di dunia dan di
akhirat. Sebaliknya, siapa saja yang menolaknya niscaya akan nestapa di
dunia dan akhirat. Rasulullah saw. bersabda:


Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai laknat. Aku hanya diutus sebagai
rahmat. (HR Muslim).


Rahmat yang luar biasa ini Allah sebut sebagai bagian kecil dari
keseluruhan rahmat-Nya. Rasulullah saw. “mendekatkan” gambaran besarnya
karunia dan rahmat Allah dengan sabdanya, ”Allah SWT membagi rahmat
menjadi seratus bagian. Dia menyimpan di sisi-Nya 99 bagian dan
diturunkan-Nya ke bumi ini 1 bagian. Satu bagian inilah yang dibagikan
kepada seluruh makhluk. (Begitu meratanya sampai satu bagian yang
dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya
karena dorongan kasih saying, karena khawatir menginjak anaknya.” (HR
Muslim).

Subhânallah! Demikian indahnya Rasul saw. menggambarkan rahmat dan
kasih-sayang Allah SWT.

Bagi kita yang mengimani al-Quran dan as-Sunnah, syariah yang digali dari
keduanya untuk memecahkan berbagai sendi kehidupan adalah wujud nyata dari
rahmat Allah tersebut. Risalah Rasul yang memberikan petunjuk dalam
kehidupan ekonomi dan pengaturan berbagai aset kehidupan adalah wujud
nyata rahmat Allah agar kehidupan perekonomian berjalan dengan adil dan
rakyat menjadi sejahtera. Petunjuk al-Quran dalam urusan pengelolaan
sumberdaya alam adalah arti penting rahmat Allah agar kekayaan tersebut
dapat dinikmati oleh rakyat banyak dan tidak dieksploitasi oleh segelintir
manusia, apalagi oleh negara kafir penjajah. Tuntunan Allah dan Rasul-Nya
dalam kehidupan sosial, pelayanan pendidikan dan kesehatan, tatacara dalam
berpolitik (pengaturan urusan umat), sistem pemerintahan dan rangkaian
hukum syariah lainnya—jika diterapkan—akan mewujudkan rahmat secara real.


Meraih Rahmat Allah dengan Takwa

Upaya meraih rahmat Allah adalah dengan takwa kepada-Nya. Ramadhan
merupakan sarana untuk mengokohkan takwa itu. Allah SWT berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian
bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 183).


Ada dua bentuk ketakwaan yang harus diwujudkan dalam momentum Ramadhan
ini. Pertama: ketakwaan personal. Banyak sekali nash-nash yang menjelaskan
tentang hal ini, di antaranya sabda Rasulullah saw.:


Bertakwalah kamu di mana saja kamu berada. Ikutilah keburukan dengan
kebaikan, niscaya kebaikan itu menghapuskan keburukan. Pergaulilah manusia
dengan akhlak yang bagus. (HR Turmudzi).


Sifat takwa itu tercermin dalam kesediaan seorang Muslim untuk tunduk dan
patuh pada hukum Allah. Kesediaan kita untuk tunduk dan patuh pada seluruh
hukum syariah Islam inilah realisasi dari ketakwaan dan kesalihan personal
kita. Secara personal, syariah yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh
individu dan kelompok—seperti shalat, puasa, zakat, memakai jilbab,
berakhlak mulia, berkeluarga secara islami; atau bermuamalah seperti
jual-beli, sewa-menyewa secara syar'i dan sebagainya—bisa dilaksanakan
saat ini juga. Begitu ada kemauan, semua itu bisa dilakukan.

Selama bulan Ramadhan ini, kita secara ruhiah memang dilatih untuk
meningkatkan ketundukan atau ketaatan pada syariah. Di luar Ramadhan kita
boleh makan dan minum atau berhubungan suami-istri siang hari. Namun,
dalam bulan Ramadhan semua itu dilarang, dan ternyata kita bisa. Artinya,
dengan kemauan yang besar, sesungguhnya kita bisa melaksanakan hukum Allah
atau syariah Islam itu. Jika yang halal saja bisa kita tinggalkan, apalagi
yang haram. Jika yang sunnah seperti shalat tarawih, sedekah dan
sebagainya saja bisa kita lakukan, apalagi yang wajib. Karena itu, bulan
Ramadhan ini jangan sampai berlalu tanpa makna. Kita harus mengisinya
dengan melaksanakan amal-amal salih yang berbuah pahala dan menjauhkan
amal-amal salah yang berbuah dosa dan siksa.

Kedua, ketakwaan secara sosial atau dalam konteks negara. Allah SWT
berfirman:


Seandainya saja penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, Kami
pasti melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun, mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami pun menyiksa mereka akibat
perbuatannya itu. (QS al-A’raf [7]: 96).


Ayat ini berbicara tentang ketakwaan penduduk negeri secara kolektif,
bukan secara personal. Karena itu, ayat ini menggambarkan
masyarakat/negara pun harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya; harus menjadi masyarakat dan negara yang ‘bertakwa’. Dengan
kata lain, masyarakat dan negara harus menerapkan dan menegakkan syariah
Islam.

Terkait peradilan/persanksian, misalnya, ada hukum qishâsh, potong tangan
bagi pencuri, cambuk seratus kali bagi pezina ghayru muhshân, rajam bagi
pezina muhshân, cambuk bagi peminum khamr, hukuman bagi mafia pembakar
pasar, dsb.

Dalam ekonomi ada hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik
umum, penghapusan riba dari semua transaksi, pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat, pemberian alternatif tempat tinggal dan tidak sembarang menggusur,
tidak boleh menjual pulau kepada pihak asing dengan alasan investasi
pariwisata, dsb.

Dalam Politik Luar Negeri ada hukum tentang dakwah ke luar negeri dan
jihad, tidak menyerahkan kedaulatan dengan tunduk pada perjanjian yang
merugikan seperti kasus DCA, dsb. Dalam hal kewarganegaraan, ada hukum
tentang status kafir dzimmi, musta'min, mu'âhad, dll.

Ringkasnya, bulan Ramadhan adalah bulan untuk menggapai rahmat dengan
cara mewujudkan ketakwaan personal maupun kolektif/sosial atau dalam
konteks negara. Karena itu, pada bulan ini sejatinya terjadi peningkatan
keberpihakan umat Islam pada penegakkan syariah sekaligus upaya
memperjuangkan penerapannya. Bulan Ramadhan hendaknya menjadi momentum
untuk semakin membersihkan pikiran dan mensucikan hati hingga memiliki
daya pembeda antara haq dan yang batil sekaligus mengikuti kebenaran Islam
dan menjauhi ajakan setan, baik yang berwujud jin maupun manusia.

Karena itu, umat Islam tidak akan mengikuti ajakan Presiden AS, George W.
Bush, yang secara terbuka mengajak para pemimpin negeri-negeri Muslim
untuk memerangi upaya penegakan Islam melalui penerapan syariah dan
Khilafah. “We should open new chapter in the fight againts enemies of
freedom, againts who in the beginning of XXI century call Muslims to
restore caliphate and to spread sharia (Kita harus membuka bab baru perang
melawan musuh kebebasan, melawan orang-orang yang di abad ke 21 menyerukan
kaum Muslim untuk mengembalikan Khilafah dan menyebarluaskan syariah),”
ungkapnya seperti dikutip dalam www.demaz.org.


Wahai Kaum Muslim:

Setiap tahun Ramadhan menyapa kita. Lalu adakah peningkatan kualitas
keimanan dan ketakwaan dalam diri kita? Adakah tambahan kerinduan dan
upaya untuk menggapai rahmat Allah Yang Maha Penyayang? Makin membuncahkah
iman kita dari tahun ke tahun atau biasa-biasa saja? Kita shaum pada bulan
yang satu, berhari raya pada saat yang satu, berhaji pada bulan yang juga
satu; Tuhan kita satu, al-Quran kita satu, teladan kita Nabi Muhammad saw.
satu, dan kiblat kita satu. Lalu adakah kerinduan dalam diri kita untuk
menjadi umat yang satu dan hidup dalam ketakwaan yang makin membahana
dalam lubuk hati kita?

Marilah kita reguk keberkahan Ramadhan dengan ibadah dan perjuangan untuk
menegakkan Islam secara kâffah. []


Komentar:

Jadikan Ramadhan sebagai momentum penegakkan syariah dan khilafah.

********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

Untuk keluar dari Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
********************************************************

Kirim email ke