Assalaamu 'alaikum Perawakan dan tampangnya sama seperti ABG 16 tahunan sebayanya. Sekolahnyapun telat dua setengah tahun. Ketika lulus madrasah ibtidaiyah, dia ngga' langsung melanjutkan ke tsanawiah, tapi delay dulu dua setengah tahun. Tapi delay yang dilakukannya ngga' sama dengan kebanyakan ABG di kota besar, yang sekolahnya delay lantaran narkoba. Delay yang dilakukannya karena dia masuk dulu ke pesantren salafiah untuk mempelajari Qur'an. Dan hasilnya, dia menjadi tahfiz Qur'an alias hafal Qur'an 30 juz. Sekarang pada libur Ramadhan di sekolahnya, dia ikut sang ayah, ust Muhammad Ali Rasyidi yang sudah beberapa tahun terakhir tinggal di Jakarta untuk sekedar berdagang ala kadarnya, dan menjadi ustadz pada beberapa pengajian. Kata pak Rasyidi, saya sih cuma setengah hafal Qur'an, biasa seperti kebanyakan temen saya di daerah Pati (maksudnya setengah hafal adalah ngga' 100% tutup mata ngga' lihat tulisan, kalau baca lihat sedikit terus baru inget lanjutannya). "Lu besok dateng ke rumah gua, soalnya Ulil ama pak Rasyidi gue undang ke rumah buat baca Qur'an, terus ustadz Nurmansyah ngelanjutin tausiah. Jadi lu buka puasa di rumah gua", begitulah kata-kata pak Abdul Kadir kepada saya. "Ok bang", saya bilang begitu, tapi ngga' ikutan nyimak, cuma tausiah aja kali (belom level). Dia mengundang bukan karena ngga' bisa baca Qur'an, tapi speednya seperti kebanyakan orang Jakarta asli, cuma 30-40 menit per juz, paling banter juga 25 menit. Itupun ngga' kontinyu selama belasan jam. Cape'. Kalau tahfiz Qur'an, speednya bisa 15~20 menit tiap juz, dan yang lebih penting bisa kontinyu sebanyak 30 juz (tentunya diselingi waktu shalat). Jadi, dari pagi sampe sore bisa khatam. Berarti termasuk juga yang menyimak dengan membaca kitab Qur'an. Banyak orang yang melakukan hal yang sama seperti pak Abdul Kadir. Karena speed yang cuma dapet dua juz sejam, maka biasanya orang keroyokan dalam mengkhatamkan Qur'an dalam suatu acara tertentu. Misalnya 10 orang yang tiap orangnya dapet 3 juz. Setelah itu baru dilanjutkan dengan doa berupa kalimat tahlil, tahmid, takbir, serta doa dari ayat Qur'an dan sedikit tausiah. Itu hanya sekelumit tentang tradisi masyarakat di daerah pesisir Utara dan daerah tapal kuda Jawa, dari Banten sampe Bnyuwangi, yang sekarang agak terkikis oleh arus materialisme. Terutama di kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya. Tapi tradisi salaf alias tradisi jadul atau jaman dulu yang mengikuti salafus shalihin atau orang terdahulu yang shalih, yaitu para tabiin maupun tabiit tabiin, sebenernya ngga' hilang. Tapi seolah-olah terpendam oleh apa yang dinamakan modernisasi, yang sebenernya adalah materialisme. Juga sistem pendidikan yang paling baik, yaitu metode salafiah. Masih banyak pendidikan pesantren yang menerapkan metode salaf, tidak terkecuali di tengah kota metropolitan. Beberapa bulan lalu saya lihat di Metro-TV sewaktu diulas masalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah), metode pendidikan ini juga mendapat perhatian pemerintah lewat program BOS (kalo ngga' salah pendidikan metode salaf dibagi dua tingkatan. salafiah uula dan salafiah kubro yang bimbingannya di bawah MUI). Jadi, ada sekolah dikelola yayasan Islami yang di bawah Dep. Pendidikan (mis SDI, SMPI, SMUI), karena kurikulumnya adalah sekolah umum. Ada juga yang di bawah Dep Agama, mis madrasah ibtidaiyah, tsanawiah, dan 'aliah (kaena kurikulumnya adalah sekolah diniah). Tapi, yang paling unik ya salafiah, karena ngga' ada ijazahnya tapi ilmunya justru paling tinggi. Wassalaam
******************************************************** Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP ******************************************************** Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA : http://www.usahamulia.net
Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke : [EMAIL PROTECTED] Untuk keluar dari Milist ini kirim e-mail ke : [EMAIL PROTECTED] ********************************************************