http://www.republika.co.id/berita/koran/urbana/16/09/30/oebd8a1-penggusuran-bantaran-di-tempat-lain-menyusul
 
http://www.republika.co.id/berita/koran/urbana/16/09/30/oebd8a1-penggusuran-bantaran-di-tempat-lain-menyusul

  
 Penggusuran Bantaran di Tempat Lain Menyusul
 
 Friday, 30 September 2016, 18:00 WIB
 
 
 Foto : Republika/Raisan Al Farisi  
 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berjanji 
meneruskan program penertiban bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang 
bantaran sungai di Ibu Kota. Menurut Ahok, penertiban bangunan yang berdiri di 
bantaran sungai dilakukan agar pekerjaan normalisasi sungai dapat berjalan 
dengan lancar. 

"Kalau bangunan-bangunan yang ada di sepanjang bantaran sungai ditertibkan 
terlebih dahulu, maka pekerjaan normalisasi bisa berjalan dengan cepat karena 
tidak ada bangunan yang menghalangi," ujarnya, Kamis (29/9).

Ahok melanjutkan, penertiban bangunan dilaksanakan secara bersamaan dengan 
relokasi warga ke sejumlah rumah susun (rusun) yang sudah siap untuk dihuni. 
Setelah Bukit Duri, ia menuturkan, terdapat beberapa lokasi yang menyusul untuk 
digusur, yaitu bantaran Sungai Krukut, Muara Angke, Muara Baru, Cakung, 
Cilincing, dan Tanjung Priok.

Menurut Ahok, kalau untuk yang di wilayah Jakarta Utara, penertiban dilakukan 
terkait rencana pembangunan tanggul laut. "Pasti akan ada bangunan yang terkena 
dampak dari pembangunan tanggul laut itu. Jadi, sebelum bangunan ditertibkan, 
seluruh warga harus direlokasi terlebih dahulu ke rusun-rusun yang sudah kami 
sediakan. Rusun harus dipastikan sudah siap huni sehingga warga tinggal 
pindah," tutur Ahok.

Pascapenertiban bangunan di RW 09, 10, 11, dan 12, Kelurahan Bukit Duri, Tebet, 
Jakarta Selatan, Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan selanjutnya 
menjadwalkan untuk pengerjaan pemasangan sheet pile atau dinding turap. 
Pemasangan sheet pile dimulai pada Kamis (29/9). Hal itu dilakukan sebagai 
upaya untuk menyukseskan program normalisasi Sungai Ciliwung agar wilayah Bukit 
Duri tidak lagi tergenang banjir ketika musim hujan.

Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengatakan, pemasangan dinding turap 
menjadi kewenangan penuh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). 
"Kita selesaikan (pembongkaran), agar BBWSCC dapat segera menyambung pemasangan 
sheet pile yang tinggal beberapa ratus meter saja hingga pangkalan tongtek," 
ujar Tri, dikutip dari Berita Jakarta, Kamis (29/9).

Menurut Tri, percepatan pemasangan sheet pile dimaksudkan untuk mengejar target 
sebelum musim hujan bulan Januari-Februari tiba. Dia khawatir, kalau pemasangan 
dinding turap belum rampung saat puncak musim hujan, Bukit Duri sangat 
berpotensial tergenang. Selagi bisa dikerjakan, pihaknya ingin agar masalah itu 
dapat cepat selesai. 

"Sebelum Januari, sheet pile terpasang, Bukit Duri ini aman dari banjir. Karena 
kalau di RW 10 selesai tapi di tongtek, belum bisa tenggelam," ujarnya.

Tri melanjutkan, proses pembongkaran bangunan warga masih menyisakan belasan 
rumah yang menempel tembok PT Kereta Api Indonesia (KAI), satu masjid dan tiga 
mushala yang belum diutak-atik. Pemkot Jakarta Selatan berjanji untuk mengganti 
bangunan tersebut dan masih menunggu pengurus masjid dan mushala mencari lahan 
pengganti.

Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi yang selalu mendampingi 
warga Bukit Duri menyebut, penggusuran rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung 
tersebut jelas sangat menyakitkan. Apalagi, Ahok sempat menemui warga masih 
berkampanye di Pilkada DKI 2012. "Proses penggusuran paksa ini jelas tidak 
manusiawi dan tidak menghargai hak manusia untuk hidup," ujarnya.

Dia menyoroti sekitar 750 aparat gabungan Satpol PP, polisi, TNI sampai harus 
dikerahkan Pemprov DKI untuk mengawal agar penggusuran di permukiman seluas 1,7 
hektare tersebut dapat berjalan lancar. Menurut Sandyawan, di atas lahan 
tersebut berdiri sekitar 320 bangunan dan ditempati 384 kepala keluarga (KK). 

Dia juga mengkritik, pada malam hari sebelum penggusuran, warga mendapat 
provokasi verbal yang dilakukan aparat. Sandyawan mengatakan, kini ada 102 KK 
di Bukit Duri yang sudah tidak punya tempat tinggal lagi.

Dia melanjutkan, hingga penggusuran paksa dilakukan, warga tidak mendapatkan 
secara jelas informasi mengenai proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Apalagi, 
warga masih menunggu proses peradilan yang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha 
Negara (PTUN) Jakarta. Warga juga melakukan gugatan perwakilan kelompok di 
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan ketua majelis hakim memerintahkan Pemprov 
DKI menghentikan penggusuran sampai munculnya keputusan berkekuatan hukum tetap.

Sandyawan mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang 
Ratifikasi Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 
dan Komentar Umum PBB Nomor 7 tentang Penggusuran Paksa, musyawarah yang tulus 
merupakan salah satu unsur yang wajib dipenuhi oleh Pemprov DKI, sebelum 
menggusur perumahan warga. Nyatanya, tidak ada dialog dan warga diperlakukan 
tidak semestinya. "Dengan tidak dipenuhinya syarat-syarat sebelum dilakukannya 
penggusuran, maka jelas penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta melawan 
hukum," ucapnya. rep: Muhyidin ed: Erik Purnama Putra

 

 

Kirim email ke