Dalam konteks Agama, almarhum Gus Dur pernah menulis : Jangan Paksakan Paradigma Luar terhadap Agama. Dalam tulisan itu Gusdur menulis- saya kutip : ``Dalam proses perubahan sosial, agama berfungsi suplementer dan hanya menjadikan ``sarana``bagi proses perubahan itu sendiri, bukan agama yang membuat perubahan itu. Dunia itu berkembang menurut pertimbangan ``dunia``-nya sendiri. Agama hanya mempengaruhi sejauh dunia itu siap dipengaruhi, tidak lebih dari itu. Begitu agama mengubah dirinya menjadi penentu, tidak lagi hanya mempengaruhi tetapi menentukan, maka ia telah menjadi duniawi. Kalau hal ini yang terjadi, pada gilirannya ia bisa mengundang sikap represif. Agama menjadi represif, untuk mempertahankan diri. (kutipan selesai- Prisma, 9 September 1982).
NKRI bukan negara yang berhaluan agama, tapi NKRI adalah negara sekuler, jadi dalam proses perubahan sosial, agama Islam hanyalah berfungsi suplementer, dan hanya menjadi ``sarana`` bagi proses perubahan itu sendiri; bukan Agama Islam yang membuat perubahan itu. NKRI berkembang nenurut pertimbangannya sendiri yaitu : PANCASILA 1 JUNI 1945, sebagai ideologi Negara : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan dipimpin oleh hikmah kebuijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Ondonesia. Demikianlan pilihan NKRI. Agama Islam hanya mempengaruhi sejauh NKRI mau dipengaruhi. Dalam sejarah pejalanan NKRI Agama islam pernah mempengaruhi dalam bentuk usul amandemen, yang diajukan ialah agar supaya sila pertama, yaitu sesudah Ketuhanan Yang Maha Esa, ditambahkan 7 kata-kata. Dan 7 kata-kata itu iyalah : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukya. Kemudian pada sat-saat menjulangnya Api Revolusi kita, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, perumusan ini dihilangkan dari UUD; yang dengan resmi dan sah disusun pada hari itu juga. Juga dihapuskan syarat, bahwa Presiden Pepublik Indonesia harus beragama islam. Sebab apa sampai dihilangkan? Menurut Notulen Autenthiek, yaitu catatan-catatan resmi dari Sidang Pembuat U.U.D. pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, maka alasan menghilangkan 7 kata-kata perumusan Jakarta- Charter tersebut iyalah untuk menjaga keutuhan-seluruh-bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Marauke. Dalam konteks ini Bung Hata sendiri, yang pada waktu itu mengetuai Sidang Panitia persiapan Kemerdekaan, tanggal 18 Agustua 1945 itu antara lain berkata: "Dengan membuang 7 kata-kata ini, serta syarat bahwa Presiden iyalah orang Indonesia-asli, yang harus beragama islam, maka inilah merupakan perobahan yang maha penting, yang menyatukan seluruh Bangsa. Syarat-syarat itu menyinggung perasaan, sedangkan membuang ini maka seluruh Hukum U.U D. dapat diterima oleh daerah Indonesia yang tidak beragama Islam, umpamanya yang pada waktu itu diperintah oleh Kaigun (Pemerintah Jepang darai saya). Persejuhan dalam hal ini juga sudah didapat antara berbagai golongan, sehingga memudahkan pekerjaan kita pada waktu sekarang ini" Demikianlah apa yang dapat kita baca dari notulen-authentiek dari Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 itu, yang diucapkan oleh Ketuanya, yaitu Bung Hata. (Tuju Bahan2 Pokok Indoktrinasi- era pemerintahan Bung Karno-halaman 368-369) Dari catatan sejarah perjuangan Kemerdekaan kita, dapat kita tarik suatu pelajaran yang sangat bagus, bahwa Agama Islam sebelum adanya MUI, FPI, dan sebangsanya; masih secara baik dan bijak dalam mentaati fungsi agama Islam, yang tidak merubah dirinya menjasi penentu dalam perubahan sosial di NKRI, sehinga nilai dan sifat agama islam tetap berfungsi sebagaima seharusnya dalam menyikapi perubaahan Sosial di NKRI itu. Tetapi setelah munculnya MUI dan FPI yang dibidani oleh Rezim militer fasis pimpinan jendral militer Fasis (TNI AD) Soeharto, maka Agama Islam telah berubah memjadi duniawi, artinya agama Islam bukan lagi mempengaruhi perubahan sosial NKRI, tapi menentukan. Ini Tercermin dalam fatwa MUI dan sikap FPI-nya yang mengharuskan pemimpin ( Presidem, Gubernur) harus orang indonesia asli yang beragama Islam. Sikap seperti ini berbahaya dan bisa dipercaya akan dapat menyebabkan terjadinya perpecahan bangsa Indonesia; karena disini MUI dan FPI telah merubah fungsi agama islam menjadi pelaku politik duniawi, dan represif untuk membela dirinya. Ini berarti bahwa MUI dan FPI telah secara paksa melebur agama islam menjadi partai polik yang berselubung agama Islam. Jadi sungguh relevan jika dikatakan bahwa MUI dan FPI Nistakan agama Islam. Roeslan.