Saya tahu persis tentang perkebunan sawit ini. Umumnya tidak bagus buat lingkungan. Saya sudah baca dan ngobrol sama orang2 kehutanan dan scientists lainnya dan saya percaya ini.
Hutan kalau dipotong diganti oleh sawit, hutannya hilang. Sawit tidak sama dengan hutan walaupun pohon sawit kalau dibiarkan tumbuh menjadi hutan, tidak akan sama dengan hutan karena pohon sawit itu perlu air artinya pohonnya menghisap banyak air dari tanah. Ditanah asia tenggara kalau musim panas tinggi dan terlalu lama, tanahnya hancur dan sawit tumbuhnya setengah mati/hidup. Masalah sawit ini seperti masalah tambang. Kita ambil timah. Banyak orang teriak2 membela tambang liar karena dulunya dipegang oleh pemerintah pusat. Lalu otonomi daerah dijalankan, rakyat beramai2 melakukan illegal mining ini. hasilnya: lubang gede sekali yg disebut kolong dibangka Belitung. Ini masalah duit. Ini masalah ekonomi. Ini masalah social. Ketika kita hanya melihat dari satu sisi yg walaupun benar, kita kehilangan gambar besarnya. Yang mana yang mau kita lihat, itu semua tergantung kita masing2. Apakah kita mau lihat: sawitnya, tambang rakyat/illegalnya, otonominya, rakyatnya, pengelolaan negaranya, ekonominya, dampak lingkungannya dll? Saya mencoba utk tidak melihatnya dari satu sisi saja. yang saya inginkan hanyalah rakyat Indonesia dapat maju, sejahtera dan makmur. Perkara bagaimana menuju kearah ini, bisa diperbincangkan. Ini PR yang harus Indonesia pikirkan. Kalau hanya melihat satu sisi/factor saja, bagi saya mudah sekali. Lalu karena tidak puas/suka, lalu keluarlah kritikan2 yang walaupun benar tetapi bagi saya sayang saja karena tidak akan memecahkan masalah yg sebetulnya sedang terjadi. Mestinya setelah mengkritik, kita dapat memberikan solusi seharusnya bagaimana. Kita ambil contoh kalau sawit tidak diperbolehkan, apakah ada alternative lain utk rakyat supaya bisa mencari nafkah? Sama terjadi dengan tembakau yg relative lebih mudah mencari alternatifnya. Kalau industry rokok ditutup, petani tembakau yg segitu banyak terutama di jawa tengah dan timur akan kelimpungan. Luar biasa dampak ekonomisnya kalau pabrik rokok tutup. Alternatifnya memang petani tembakau ini bisa dialihkan kemenanam tanaman lain tetapi ini juga bukan pekerjaan yg mudah. Jadi suatu masalah itu bukan embedded dalam hanya masalah itu sendiri tetapi banyak hal lain yg terkait yg harus kita lihat dgn lebih seksama. Perkara modal asing itu bagi saya begini. Ada hal2 yg bisa dikembangkan oleh rakyat Indonesia. Ada hal2 yang tidak bisa dan harus dibantu oleh asing. Begitu juga modal. Kalau bisa dikerjakan dari dalam negeri, kenapa tidak? kalau ada modal dari dalam negeri, kenapa harus menggunakan modal dari luar negeri dalam bentuk modal asing? Bagi saya bukan modal asingnya tetapi apakah memang kita butuh modal asing dalam mendorong ekonomi kita, ini yang ingin saya lihat ada pembicaraannya. Kesimpulannya saya tidak anti modal asing tetapi saya ingin jangan kita tergantung pada modal asing dalam menunjang ekonomi kita. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Monday, January 30, 2017 6:41 AM To: GELORA45@yahoogroups.com; Sunny <am...@tele2.se> Cc: NESARE <nesa...@yahoo.com>; DISKUSI FORUM HLD <diskusifo...@googlegroups.com>; Yahoogroups <temu_er...@yahoogroups.com> Subject: Re: [GELORA45] Garap Sawit, Jepang Investasi Rp 1,2 Triliun "angin segar bagi iklim investasi..." Ada yang bisa menunjukkan apakah angin segar ini juga mendatangkan kemakmuran dan kemajuan bagi rakyat jelata? Rupanya mereka yang gandrung dengan penanaman modal asing dan pembangunannya Jokowi berpikir bahwa rakyat yang menentang modal asing dan pembangunan model Jokowi tidak mengerti dan tidak ingin kemajuan dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Barangkali Nesare dapat menunjukkan daerah di mana kemakmuran rakyat didatangkan oleh perkebunan sawit ini. Lantas gimana dengan penemuan tentang dampak negatif kelapa sawit buat kesehatan manusia??? On Monday, January 30, 2017 11:30 AM, "'Sunny' am...@tele2.se <mailto:am...@tele2.se> [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> > wrote: http://www.jawapos.com/read/2017/01/28/105560/garap-sawit-jepang-investasi-rp-12-triliun Garap Sawit, Jepang Investasi Rp 1,2 Triliun SABTU, 28 JAN 2017 08:10 <http://www.jawapos.com/uploads/news/2017/01/28/garap-sawit-jepang-investasi-rp-12-triliun_m_105560.jpeg> Perusahaan Jepang investasi Rp 1,2 triliun untuk mendirikan pabrik fatty acid di Dumai, Riau. (Dok. Jawa Pos) Berita Terkait * <http://www.jawaposcom/read/2015/10/09/6526/-cegah-phk-bkpm-siapkan-wadah-terapi> Cegah PHK, BKPM Siapkan Wadah TerapiTiga Perusahaan Ngadu Ke BKPM Tren kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk kelapa sawit dan produk olahan, membawa angin segar bagi iklim investasi Indonesia. Investor asing mulai tertarik untuk kembali berinvestasi di sektor komoditas tersebut. Salah satunya adalah investor asal Jepang. Sebuah perusahaan hilirisasi kepala sawit asal Jepang yang bermitra dengan perusahaan Indonesia akan menginvestasikan modal USD 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun untuk mendirikan pabrik fatty acid di Dumai, Riau. Investor Jepang itu adalah produsen produk konsumer yang mengumumkan pembentukan joint venture atau usaha patungan deÂngan badan usaha milik swasta nasional. Saribua Siahaan, pejabat promosi investasi Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di Tokyo, Jepang, menyampaikan bahwa perusahaan patungan tersebut direncanakan mulai beroperasi pada Januari 2017 dengan porsi kepemilikan saham 65 persen untuk swasta nasional. Menurut dia, perusahaan joint venture itu akan memproduksi fatty acid, bahan baku yang dibutukan untuk memproduksi berbagai jenis produk seperti detergen, sampo, dan pembersih muka. ''Pabrik ditargetkan mulai berproduksi pada 2019 di lahan seluas 44 ribu meter persegi di Dumai, Riau, dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun,'' jelasnya kemarin (27/1). Saribua melanjutkan, pengoperasian pabrik di Dumai akan mendongkrak kapasitas produksi fatty acid Kao menjadi 130 persen dan meningkatkan porsi pasokan fatty acid internal perusahaan hingga 60 persen. Saat ini investor tersebut memproduksi fatty acid di pabrik mereka di Wakayama, Jepang. ''Pabrik yang di Indonesia akan menyediakan kebutuhan bahan baku untuk pabrik produk konsumer Kao di Thailand, Indonesia, dan Vietnam,'' lanjutnya. Saribua menambahkan, pihaknya secara aktif akan memastikan agar perusahaan Jepang itu memperoleh kemudahaan berinvestasi, di antaranya dalam mengajukan perizinan ke BKPM melalui fasilitas investasi izin tiga jam. ''Pihak kami juga akan terus mendukung dan membantu perusahaan sampai proyek tersebut mencapai commercial stages,'' ujarnya. Saribu menekankan pemerintah menyambut baik rencana investasi investor Jepang di sektor industri penghiliran CPO di InÂdonesia. Sebab, potensi industri manufaktur berbasis CPO di tanah air masih sangat besar karena kebutuhan bahan baku industri makanan dan produk konsumer terus meningkat. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong penghiliran di sektor industri berbasis CPO lewat kebijakan insentif dan disinsentif fiskal. Dukungan atas penghiliran industri CPO juga diberikan lewat pengembangan kawasan industri berbasis CPO, termasuk Dumai. Pemerintah menerapkan disinsentif bea keluar bagi produk CPO yang tarifnya semakin rendah semakin besar nilai tambah yang diberikan dalam proses produksi di Indonesia. Sementara itu, berdasar data BKPM, Jepang merupakan negara kedua dengan jumlah investasi terbesar di Indonesia. Selama Januari hingga Desember 2016, nilai realisasi investasi Jepang mencapai USD 5.400 juta dengan total 3.302 proyek. Selanjutnya, posisi investor terbesar pertama masih diduduki Singapura dengan jumlah investasi mencapai USD 9.178,7 juta dengan 5.874 proyek. Di bawah Jepang ada Tiongkok dengan nilai investasi USD 2.665,3 juta dan 1.734 proyek. (ken/c22/noe)