Pada Senin, 30 Januari 2017 18:07, "Tom Iljas iljas...@yahoo.se [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
Membedah buku May Swan terbaru == THE LETTER == Sepertikarya-karya novel May Swan lainnya, THELETTER ditulis dalam bahasa Inggeris. Disini saya ingin memperkenalkan isikarya dan makna yang terungkap dalam novelnya yang ke sembilan ini. Cerita berkisar pada perjalanan emosi Francisca Goh,anak gadis dari keluarga Goh yang kaya raya di Singapura. Pada suatu ketika,secara kebetulan ia mendengar bahwa dirinya bukanlah anak kandung dari orangtuanya. Ia hanyalah seorang anak pungut. Diuraikan secara mendalam betapa pedihhati anak ini ketika tiba-tiba berhadapan dengan kenyataan itu. Jiwanya merasasangat terpukul. Perasaan sedih menyayat bercampur marah dan perasaan tidakadil membelut jiwa Francisca yang diembannya bertahun-tahun.Rasa percaya dirinya barupulih setelah ia bertemu dengan Walter Sim, chief editor dari sebuah harian diSingapura. Francisca akhirnya bekerja sebagai jurnalis pada kantor harianWalter, dan selanjutnya mereka mendirikan rumah tangga. Kehidupan suami-isteriini sangat bahagia, mereka saling mengisi dalam pekerjaan dan perkembangan. Takkurang, kehidupan seksual suami-isteri inipun digambarkan sangat meriah danberwarna. Kerusuhan Mei 1998 menjadi bagian dari jalan ceritanovel. Kasus dimulai dengan kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa.Kehancuran asset, perkosaan dan korban jiwa manusia diuraikan dengan luas.Dibeberkan juga faktor-faktor yang menyebabkan runtuhnya Orde Baru dari segiekonomi, politik, social dan peran demonstrasi mahasiswa terbesar dalam sejarahIndonesia yang menuntut diadakannya reformasi dalam berbagai bidang. Francisca berangkat ke Jakarta untuk mengarungikejadian itu. Selama di Jakarta ia berkesempatan berkenalan dekat denganbeberapa anak muda aktivis yang notabene adalah ahli-ahli hukum dan freelance journalists.Maksud kedatangannya adalah mencari informasi dilapangan, namun apa yang iadapati jauh lebih luas daripada apa yang dikira sebelumnya. Pengalamannya diJakarta telah membuka lebar pandangannya terhadap Indonesia. Ia mulai melihatadanya rasa persaudaraan dan solidaritas yang sangat erat diantara generasimuda, dan rasa tanggung-jawab atas nasib dan hari depan bangsa. Adanya kekuatan potensial dengan komitmenyang tinggi, sewaktu-waktu akan menerobos kungkungan kekuasaan suppressive,mengadakan perubahan, memperjuangkan reformasi social. Dan inilah yang telahterjadi. Kritikpada Komunitas Eksil Pasca 65. Daripembicaraan dengan Abraham, salah seorang dari para aktivis muda di Jakarta,Francisca dapat mengenal dari jauh mengenai kehidupan masyarakat diasporaIndonesia di Eropa umumnya. Khususnya komunitas eksil Indonesia pasca 65.Melalui dialog ini sebenarnya penulis sedang menyampaikan kritik terhadapkehidupan social politik komunitas eksil di Eropa (halaman 167 s/d halaman190). Kritik serupa pernah diajukan penulis dalam tulisan pendeknya berjudul”Surat Untuk Teman, eksil” pada bulan Juni 2014. Penulis memahami latar belakang para eksil yangsebagian besar adalah ex-mahid, para pemuda-pemudi dengan semangat yang tinggi,diresapi oleh ideologi politik progresif pada jaman itu, penuh dengan ambisiyang membara untuk setelah selesai studi kembali pulang untuk ikut membangunIndonesia, sebagai satu-satuna tujuan hidup mereka. Tetapi penulismenyayangkan, setelah 50 tahun lebih berlalu para eksil tetap hidup dalamlingkungan ketat terisolasi (continued living in a secluded close-knitenvironment), diikat oleh latar belakang social politik dan kultur yang sama,membangun kehidupan nyaman dan aman disekitar kepompong lingkungan yang merekakenal ( built their lives comfortably and securely around the cocoon offamiliar environment ). Penulis menyayangkan kenapasetelah susah payah berhasil mendapat suaka dan hidup dinegeri Barat yangdemokratis, namun tidak menggunakan kesempatan itu untuk masuk dalam arus masyarakatmainstream, bahkan turut mengambil peran dalam pimpinan politik seperti banyakmasyarakat imigran lainnya di Eropa. Padahal diantara komunitas eksil Indonesiadi Eropa tidak kurang yang berpotensi. Bayangkan alangkah banyak yang dapatdikerjakan untuk Indonesia jika ada diantara mereka yang duduk dilembagakepemimpinan negara di Eropa dimana mereka bermukim. Tapi nyatanya tidak adayang menggunakan kesempatan ini. Ini dikritik tajam oleh penulis melaluidialoque antara Francisca dan Abraham. Disini sekal lagi kita menyaksikan kelebihan MaySwan dalam menilai situasi. Ia tidak langsung menerima arus pandangan umum yangberlaku, berani keluar dari kungkungan stereotyping dalam berkarya. Kalau kita perhatikan, masyarakat Eropa sudahtertata. Sistim demokrasi berjalan selayaknya. Umumnya adalah welfare states.Sejujurnya, kalau ditilik dari peluang mencapai self-fulfilment dinegeri-negeri Eropa cukup besar. Masalah-masalah mereka tidak lagi serumitmasalah-masalah kita di Indonesia. Dalam setiap kampanye Pemilu perdebatanantara partai-partai politik pada pokoknya berkisar pada bagaimana membagi-bagihasil pemasukan negara secara adil menurut pandangan masing-masing. Sungguh sayang peluang initidak pernah digunakan. Banyak peran eksekutif baik dipusat maupun didaerahditangani oleh orang-orang berlatar-belakang imigran yang berasal dari duniaketiga. Nah, kalau mereka bisa, kenapa orang kita tidak bisa? Pertanyaan initelah dijawab oleh May Swan dengan tajam namun benar: ”Karena mereka tidakbersedia melangkah keluar dari suasana eksil, suasana yang mengemban perasaanfrustasi karena pernah diperlakukan tidak adil”. Dengan kata lain, perasaantakut kehilangan identity, kehilangan basis. Dalam konteks kritik ini, sejak reformasi bergulir, sudahtidak terhitung banyaknya pakar ilmu social politik, sejarawan, profesor dariperguruan tinggi baik nasional maupun internasional, para mahasiswa pascasarjana dan wartawan dari berbagai media melakukan riset mengenai komunitaseksil pasca 65 di Eropa. Sudah banyak buku ditulis dan artikel-artikel dimuatdi berbagai media sebagai hasil penelitian dan wawancara. Tak kurang pulafilm-film dokumenter telah dibuat mengenai kehidupan mereka. Sebut sajabeberapa contoh misalnya David T. Hill, Emiritus Professor of Southeast AsianStudies and Fellow, Asia Research Centre for Social, Political and EconomicChange Murdoch University, Perth, Australia, sekurangnya sudah tiga kaliberkeliling ke Eropa melakukan riset, menerbitkan buku dan mengeluarkan tulisan-tulisanakademis tentang kehidupan para eksil pasca Tragedi Nasional 65. Disertasi AriJunaedi mengambil tema kasus para eksilsetelah berkunjung dan tinggal seminggu lebih dengan para eksil di Swedia. Sampaisekarangpun masih ada PhD student kita di Uttrecht, Negeri Belanda, mengambil kisahpara eksil pasca 65 sebagai oral history dalam satu bagian Bab disertasinya.Walau berbeda dalam tingkat kedalamannya, namun tedapat kesamaan dalammengangkat masalah, yakni hanya dari segi penderitaan mereka terbuang dariTanahair, tentang pengalaman dan perjalanan sebagai eksil intelektual dariTimur ke Barat, tentang rasa cinta pada Tanahair yang tak pernah padam, tentanganak bangsa menuai badai, tentang tersia-sianya potensi mereka, tentang bagaimanapara eksil tetap terkoneksi dengan tanah tumpah darahnya baik dalam kehidupansehari-hari maupun dalam ikatan bathin. Tulisan-tulisan itu hanya sampaidisitu. Baru kali ini ada yang menyorot dari segi yang berlainan, yang disampaikandalam bentuk kritik tajam oleh May Swan dalam bukunya The Letter. Sayangkritik-kritik itu sangat terlambat. Nampaknya May Swan juga menyadari ini; iamenutup kritiknya dengan menaruh harapan pada generasi berikutnya: ”May be thenext generation will be different”, katanya. The Letter juga membuka secara mendalam lembaransejarah terbentuknya Federasi Malaya yang kemudian menjadi Federasi Malaysia.Perkembangan sejarah Malaya pasca Perang Dunia Ke II diuraikan dengan sangatmendetail dan dramatis melalui pembicaraan dengan Leng Chai, seorang survivordari keluarga korban Batang Kali massacre yang sangat kejam. Kasus pembunuhanmassal tersebut terjadi pada periode the Malayan Emergency, yaitu perang antaragabungan tentara Inggeris dan Australia melawan Anti British Liberation Armydibawah pimpinan Partai Komunis Malaya, Chin Peng. The Malayan Emergencyberlangsung dari tahun 1948 hingga 1960. The Letter adalah sebuah novel yang berlatar belakangsejarah dan current affairs di Singapura, Malaysia dan Indonesia, diungkapmelalui jalur literature. Jalan cerita cukup menarik, hidup dan mudah diikuti,namun penuh dengan pendapat dan pandangan yang memprovokasi pikiran (thoughtprovoking). Mengajak pembaca keluar dari conventional thinking yang menyumbatpikiran, dan memperkenalkan adanya horizon yang luas terbentang di depan mata. Tom IljasStockholm, Jan. 2017. #yiv6883452987 #yiv6883452987 -- #yiv6883452987ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp #yiv6883452987hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp #yiv6883452987ads {margin-bottom:10px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp .yiv6883452987ad {padding:0 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp .yiv6883452987ad p {margin:0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mkp .yiv6883452987ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ygrp-lc #yiv6883452987hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ygrp-lc .yiv6883452987ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity span {font-weight:700;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity span span {color:#ff7900;}#yiv6883452987 #yiv6883452987activity span .yiv6883452987underline {text-decoration:underline;}#yiv6883452987 .yiv6883452987attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv6883452987 .yiv6883452987attach div a {text-decoration:none;}#yiv6883452987 .yiv6883452987attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv6883452987 .yiv6883452987attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv6883452987 .yiv6883452987attach label a {text-decoration:none;}#yiv6883452987 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv6883452987 .yiv6883452987bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv6883452987 .yiv6883452987bold a {text-decoration:none;}#yiv6883452987 dd.yiv6883452987last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv6883452987 dd.yiv6883452987last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv6883452987 dd.yiv6883452987last p span.yiv6883452987yshortcuts {margin-right:0;}#yiv6883452987 div.yiv6883452987attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv6883452987 div.yiv6883452987attach-table {width:400px;}#yiv6883452987 div.yiv6883452987file-title a, #yiv6883452987 div.yiv6883452987file-title a:active, #yiv6883452987 div.yiv6883452987file-title a:hover, #yiv6883452987 div.yiv6883452987file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv6883452987 div.yiv6883452987photo-title a, #yiv6883452987 div.yiv6883452987photo-title a:active, #yiv6883452987 div.yiv6883452987photo-title a:hover, #yiv6883452987 div.yiv6883452987photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv6883452987 div#yiv6883452987ygrp-mlmsg #yiv6883452987ygrp-msg p a span.yiv6883452987yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv6883452987 .yiv6883452987green {color:#628c2a;}#yiv6883452987 .yiv6883452987MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv6883452987 o {font-size:0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987photos div {float:left;width:72px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987photos div div {border:1px solid #666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987reco-category {font-size:77%;}#yiv6883452987 #yiv6883452987reco-desc {font-size:77%;}#yiv6883452987 .yiv6883452987replbq {margin:4px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg select, #yiv6883452987 input, #yiv6883452987 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg pre, #yiv6883452987 code {font:115% monospace;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-mlmsg #yiv6883452987logo {padding-bottom:10px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-msg p#yiv6883452987attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-reco #yiv6883452987reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-sponsor #yiv6883452987ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv6883452987 #yiv6883452987ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv6883452987
Membedah buku May Swan terbaru - THE LETTER.docx
Description: MS-Word 2007 document