From: B.DORPI P. 
Sent: Thursday, December 29, 2016 12:23 AM
To: !B.DORPI P. 
Subject: Re.: Luhut Pandjaitan, Intel Partikelir Kreator Jokowi 

http://www.kompasiana.com/berric99/luhut-pandjaitan-intel-partikelir-kreator-jokowi_54f6f69da333114b0d8b45cc
 



Luhut Pandjaitan, Intel Partikelir Kreator Jokowi 

 

15 Juni 2014 13:40:49 

Diperbarui: 20 Juni 2015 03:39:58 

 

 

Menurut Profesor Salim Said, ahli militer terkemuka dalam buku otobiografinya 
berjudul Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Leonardus Benny 
Moerdani (LB Moerdani) yang dianggap sebagai Raja Intelijen Indonesia mempunyai 
seorang anak kesayangan atau anak emas yaitu Luhut Binsar Pandjaitan (LB 
Panjaitan). 

 

Pernyataan Salim Said yang juga mengutip Adam Schwarz adalah sebagai berikut: 
"Berbeda dengan panglima-panglima sebelum dan sesudahnya, Benny [Moerdani] 
memang memelihara sejumlah orang yang disenanginya. "Mereka itu semacam golden 
boys Benny Moerdani," kata Schwarz. 

 

Salah satu yang dikenal sebagai "anak emas" itu adalah Luhut Binsar 
Pandjaitan." (Salim Said, hal. 343) 

 

Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Sintong Pandjaitan bahwa ketika terjadi 
Debennysasi atau menyingkirkan orang-orang yang dekat dengan LB Moerdani, maka 
posisi LB Pandjaitan yang digolongkan sebagai anak emas LB Moerdani turut 
terkena imbasnya (Hendro Subroto, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, 
halaman 463). 

 

Bila LB Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan bisa menjadi anak emas seorang 
legenda seperti LB Moerdani tentu peraih Adhi Makayasa berkat menjadi lulusan 
terbaik dari Akademi Militer Nasional angkatan tahun 1970 tersebut mempunyai 
kelebihan yang tidak dimiliki rekan sejawat lain. 

 

Apakah kelebihan LB Panjaitan itu? LB Moerdani adalah pahlawan palangan Irian 
Barat, jadi apakah LB Pandjaitan juga seorang pemberani ketika bertempur? 

 

Kelihatannya tidak, karena Hendro Subroto, wartawan perang legendaris mencatat 
bahwa LB Pandjaitan pernah menerima hukuman saat memimpin Tim C Group 1 Para 
Komando Satuan Lintas Udara, Kopassus dalam Operasi Seroja dan diterjunkan 
untuk merebut pangkalan udara yang berlokasi di Dili, Luhut Binsar Pandjaitan 
gemetar ketakutan sampai hampir ngompol karena tidak berani terjun dan hal ini 
menyebabkan timnya batal diterjunkan (selengkapnya lihat buku Operasi Udara di 
Timor Timur karangan Hendro Subroto). 

 

Luhut Binsar Pandjaitan juga kurang dari segi kemampuan militer terbukti 
walaupun sama-sama pernah berlatih dengan Prabowo Subianto di US Army's Special 
Forces, Fort Bragg, Amerika Serikat tapi pelatih mereka, Jenderal Wayne Downing 
justru menyebut nama Prabowo Subianto sebagai murid terbaik di antara sekian 
banyak prajurit asing yang pernah dia latih, padahal LB Pandjaitan lulus empat 
tahun lebih dulu daripada Prabowo Subianto. 

 

Berikut ini pernyataan Jenderal Wayne Downing: "Of all the foreign soldiers I 
ever trained, two stood out. One was Abdullah II bin Al-Hussein, the reigning 
King of Jordan. The other was Prabowo Subianto." 

 

Fakta bahwa kemampuan tempur seorang LB Pandjaitan sangat rendah adalah dia 
selalu disekolahkan sepanjang karirnya dan dilewatkan setiap ada kebutuhan 
untuk melaksanakan operasi dengan kesulitan tinggi, pembebasan sandera di 
pesawat Garuda dalam Operasi Wolya misalnya, Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf LB 
lebih memilih Sintong Pandjaitan dan Soebagyo HS sebagai pelaksana operasi. 

 

Demikian pula bila melihat karirnya selama dinas, Luhut Binsar Pandjaitan tidak 
pernah diangkat sebagai panglima kodam atau bahkan kasdam manapun, pengalaman 
teritorialnya hanya sebatas sebagai Komandan Korem 081/Dhirotsaha Jaya, Madiun 
Jawa Timur tahun 1995 sebab hanya perwira terbaik yang akan menjadi pangdam 
sebagai bekal bila diangkat menjadi Panglima ABRI atau KSAD.

 

Selain itu, selama karirnya, LB Pandjaitan yang besar di Kopassus juga tidak 
pernah menjadi Komandan Jenderal Kopassus. 

 

Tampaknya kelebihan LB Pandjaitan yang dilihat oleh LB Moerdani bukan pada 
keberanian atau kemampuan militernya, tetapi lebih kepada seberapa jauh LB 
Pandjaitan bisa bertindak kejam bila keadaan membutuhkan kekejaman, terbukti 
Luhut Binsar Pandjaitan pernah memberi perintah menembaki sipil tidak 
bersenjata dengan peluru tajam. 

 

Kejadian ini diceritakan sendiri oleh LB Pandjaitan kepada tim dari Tempo 
sebagai berikut: "Letusan peluru itu tidak digubris para pendemo. Mereka terus 
melempari tentara dengan batu. Merasa terdesak Luhut [Pandjaitan] memerintahkan 
anak buahnya menembak kaki para pendemo. Situasi makin kacau karena mereka 
kocar-kacir. Tentara yang mengejar tidak lagi mengarahkan moncong ke aspal, 
tapi sudah mengincar sasaran. Luhut menduga banyak yang tewas saat 
kejar-kejaran itu." (Massa Misterius Malari, Tempo, hal. 71) 

 

Tentu saja selain kehebatannya sebagai seorang raja intelijen, LB Moerdani juga 
terkenal dengan kemampuannya untuk berbuat kejam dengan tingkat jauh melebihi 
Ali Moertopo dan Zulfikli Lubis sekalipun karena 90% kekerasan pada era Orde 
Baru mulai dari Operasi Komodo-Petrus-Tanjung Priuk-Kudatuli-Kerusuhan Mei 
1998, adalah buah karya Leonardus Benny Moerdani. 

 

Sisa 10%nya adalah pekerjaan Ali Moertopo, guru LB Moerdani. David Jenkins, 
wartawan senior Australia dalam orbituari kepada Benny Moerdani, "Charismatic, 
Sinister Soeharto Man" menulis sebagai berikut: "Hardened in battle and no 
stranger to violence, Moerdani believed that the ends justify the means...He 
once shocked members of an Indonesian parliamentary committee by saying, in 
effect, that if he had to sacrifice the lives of 2 million Indonesians to save 
the lives of 200 million Indonesians he would do so." 
http://www.smh.com.au/articles/2004/09/09/1094530768057.html 

 

Status anak emas ditambah tidak kompeten bila ada di garis depan membuat LB 
Moerdani bermaksud mewariskan ilmu intelijennya kepada Luhut Binsar Pandjaitan, 
hal ini terbukti selepas membuat aib selama Operasi Seroja, pekerjaan LB 
Pandjaitan lebih banyak berkutat di dunia intelijen, dan dimulai dengan dia 
ditarik ke Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) menjadi perwira operasi, 
selanjutnya kembali menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel Badan 
Intelijen Strategis (BAIS) ABRI dan kemudian atas izin LB Moerdani dan muridnya 
Try Soetrisno, mendirikan Proyek Intelijen Teknik pada Den 81/Anti Teror 
Kopassus atau proyek Charlie (1985). 

 

Sayangnya sebagaimana dicatat oleh Sintong Pandjaitan dalam bukunya Perjalanan 
Seorang Prajurit Para Komando dan ditulis oleh Hendro Subroto, Proyek Charlie 
malah digunakan LB Pandjaitan untuk melakukan kudeta kepada Presiden Soeharto, 
tapi berhasil dicegah sebelum terlaksana. 

 

Komentar LB Pandjaitan saat itu: "Matilah aku...Waduh,...! Jadi rempeyek lah 
aku," (halaman 461). Tentu LB Pandjaitan dan temannya sesama klik LB Moerdani 
yaitu Sintong Pandjaitan berdalih bahwa tuduhan usaha kudeta di balik Proyek 
Charlie adalah fitnah, namun demikian mengingat proyek ini sudah disetujui oleh 
Panglima ABRI Jenderal Try Soetrisno maka bila memang berdasarkan laporan tidak 
benar, tentu tidak akan merusak karir LB Pandjaitan. 

 

Karir militer LB Pandjaitan setelah percobaan kudeta yang gagal tersebut lebih 
banyak dihabiskan sebagai staf operasi atau memimpin sekolah militer, seperti 
menjadi Komandan Sekolah Pusdik Para Lintas Udara (1987); Komandan Pusat 
Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) (1993) sampai terakhir Komandan 
Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat TNI AD) (1997-1999). 

 

Setelah itu pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dia sempat menjabat sebagai 
Dubes RI untuk Singapura dan Menperindag, masing-masing selama satu tahun. 
Setelah pensiun LB Pandjaitan menjadi pengusaha dan kelihatannya menyalahkan 
Prabowo Subianto atas nasib gurunya, LB Moerdani dan nasib karir militernya 
yang mentok. 

 

Posisi sebagai pengusaha tampaknya hanya sekedar kedok bagi LB Pandjaitan, 
karena setelah pensiun dia lebih memilih mempraktekan ilmu intelijen yang 
pernah diperolehnya dari bekerja di BAIS dan ajaran LB Moerdani dengan menjadi 
intelijen partikelir. 

 

Setinggi apa ilmu intelijen LB Pandjaitan sulit diukur tapi perkiraan saya jauh 
di bawah AM Hendropriyono, mantan Kepala BIN kesayangan Megawati itu; sedangkan 
AM Hendripriyono tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mantan Kepala 
Bakin Yoga Soegama. 

 

Kendati demikian di era damai dan defisit intelijen hebat seperti sekarang maka 
kemampuan intelijen dari LB Pandjaitan maupun AM Hendropriyono terlihat 
menonjol. 

 

Untuk memahami ilmu intelijen yang dimiliki LB Pandjaitan kita harus tahu bahwa 
secara umum ilmu intelijen terbagi tiga yaitu penyelidikan (pengumpulan 
informasi); pengamanan; penggalangan (gerakan-gerakan rahasia seperti 
penggalangan massa, propaganda, anti-teror, spionase dan disinformasi) sampai 
tingkat tertinggi yaitu analis dan biasanya pendidikan analisis hanya untuk 
para pemimpin, karena sudah diajarkan membuat produk intelijen untuk beragam 
kegiatan dan tujuan. 

 

Nah, dilihat dari latar belakangnya, posisi terakhir LB Panjaitan di bidang 
intelijen hanya menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel BAIS ABRI maka 
saya perkirakan ilmu intelijen yang diajarkan LB Moerdani paling tinggi hanya 
sampai tingkat penggalangan dan kebetulan keahlian LB Moerdani dan gurunya, Ali 
Moertopo adalah penggalangan. 

 

Masalahnya bila LB Moerdani sangat kuat dalam selidik, pengamanan dan manajemen 
intelijen, namun LB Pandjaitan sangat kurang dalam ketiga kemampuan tersebut 
karena latihan dan bakat yang kurang, makanya sekarang strateginya menciptakan 
capres boneka bernama Joko Widodo jebol, ketahuan kedok dan permainannya. 

 

Itu lantaran fokus LB Pandjaitan hanya tertuju pada penggalangan untuk 
menciptakan capres boneka untuk menandingi orang yang dianggap mengalahkan 
gurunya, LB Moerdani dan menyebabkan karir militernya mentok sehingga melupakan 
pengamanan dan manajemen intelijennya sendiri. 

 

Berkat ketidakjelian Luhut Binsar Pandjaitan, sekarang kita mengetahui langkah 
demi langkah dari perkenalannya dengan Walikota Solo Joko Widodo/Jokowi atas 
perintah Dubes Amerika Serikat sampai membina Jokowi hingga siap menjadi capres 
pesaing Prabowo pada pilpres 2009 yang dilatarbelakangi oleh dendam kesumat 
karena Prabowo Subianto dianggap bertanggung jawab atas tersingkirnya LB 
Moerdani dan mentoknya karir militer LB Pandjaitan. 

 

Kedekatan LB Pandjaitan dengan duta-duta besar Amerika Serikat bahkan 
membuatnya bisa memarahi Dubes Robert Gelbard dan memberi rekomendasi orang 
yang harus dianggap sebagai teman oleh sang duta besar selama di Indonesia 
(Kiki Syahnakri, Timor Timur The Untold Story, hal. 319). 

 

Adapun langkah LB Pandjaitan melakukan kegiatan intelijen untuk membina Jokowi 
terbukti dari beberapa hal sebagai berikut: - Jokowi yang sukses "mengamankan" 
Abu Bakar Ba'asyir dan Ponpres Ngruki yang terkenal radikal atas permintaan 
Amerika Serikat yang dibuat tahun 2005 menyusul Bom Bali mendapat kunjungan 
pada tahun 2008 dari AM Hendropriyono dan LB Pandjaitan, dua sejoli murid LB 
Moerdani. 

 

Kedua murid terakhir LB Moerdani tersebut mendapat tugas dari CSIS, lembaga 
bentukan Pater Beek, agen CIA di Indonesia untuk mempersiapkan pemimpin baru 
untuk mencegah Prabowo Subianto yang naik daun supaya tidak menjadi Presiden 
Indonesia. – 

 

Pertemuan antara LB Pandjaitan dan Jokowi tidak akan ketahuan bila saja tabir 
intelijen yang dibuat untuk menutupi pembinaan terhadap Jokowi bukan berupa PT 
Rakabu Sejahtera, usaha patungan antara Jokowi dengan LB Pandjaitan yang mana 
dalam Akta Pendirian tertulis modal dasar perusahaan sebesar Rp. 15,5miliar 
dari LB Pandjaitan dan Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 20 tahun 
"menyetor" Rp. 19,2miliar (luar biasa tuyul Jokowi karena anaknya yang umur 20 
tahun bisa memiliki uang Rp. 19,2miliar). 

 

Selain itu yang lebih mencurigakan lagi adalah untuk apa LB Pandjaitan 
mendirikan usaha mebel dengan seorang pengusaha mebel antah berantah bernama 
Jokowi yang menghasilkan produk tidak berkualitas padahal usaha sehari-hari LB 
Pandjaitan adalah bisnis yang lebih prestisius daripada bisnis mebel, Inalum 
misalnya. Ini adalah kesalahan pertama. – 

 

Kesalahan kedua, untuk mempersiapkan Jokowi ke panggung nasional, LB Pandjaitan 
membuat operasi intelijen demi menciptakan citra palsu Jokowi sebagai pemimpin 
muda terbaik negeri ini dengan cara rekayasa. 

 

Masalahnya operasi intelijen tersebut menjadi mencurigakan ketika mereka malah 
menggunakan majalah Tempo milik Goenawan Mohamad, anak binaan Ivan Kats agen 
CIA dan Fikri Jufri yang mengidolakan sampai tahap terobsesi terhadap LB 
Moerdani (lihat Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent 
Magazine in Soeharto's Indonesia, Equinox Publishing, hal. 238). – 

 

Kesalahan ketiga adalah sebelum sosok Jokowi dipublikasikan, kelompok 
perekayasa Jokowi malah mempublikasikan diri menantang SBY yang menghapus 
dwifungsi ABRI dan terlalu liberal, terbukti pada tahun 2011 sering diadakan 
pertemuan antara para purnawirawan jenderal yang hari ini mendukung Jokowi dan 
semuanya bagian dari klik Leonardus Benny Moerdani di kantor Luhut Binsar 
Pandjaitan di Wisma Bakrie 2, antara lain dihadiri: Kiki Syahnakri, Fachrul 
Razi, Jonny Lumintang, Agus Widjojo, dan AM Hendropriyono. 

 

Walaupun agenda pertemuan dirahasiakan tapi tampaknya ada kaitan dengan suksesi 
pasca pemerintahan Presiden SBY tahun 2014. 
http://www.rmol.co/read/2011/03/31/22733/Letjen-(Purn)--Kiki-Syah­nakri:-Ini-Musim-Adu-Domba-Perlu-Lebih-Waspada-
 - 

Setelah Jokowi menjadi capres, tabloid The Politics milik mantan pendukung 
Jokowi mengungkap bahwa LB Pandjaitan mendukung pendanaan dan membayar lembaga 
survei seperti LIPI, CSIS, KOMPAS, SMRC milik Saiful Mujani untuk mendukung 
Jokowi. 

 

Selain itu saat itu LB Pandjaitan memiliki bisnis bersama Jokowi dengan kantor 
di Gedung Mazda, Menteng. Walaupun membantah namun hari ini terbukti semua 
lembaga survey di atas mendukung Jokowi, Saiful Mujani bahkan bertindak jauh 
dengan membagi uang di kampanye untuk Jokowi; dan ada perusahaan LB Pandjaitan 
mengikuti tender pengadaan ERP Jakarta. Ini adalah kesalahan keempat karena 
sebagai intelijen tidak memiliki organisasi organik sehingga harus mempercayai 
organisasi jaring, padahal anggota jaring biasanya gampang buka kartu, membuka 
belang intelijen yang harusnya dirahasiakan. – 

 

Kesalahan kelima adalah kebakaran gedung milik perusahaan patungan LB 
Pandjaitan-Jokowi pada tanggal 26 Juli 2012 yang sampai sekarang tidak ketahuan 
penyebabnya; padahal kita tahu kegiatan perusahaan ini sendiri sangat aneh dan 
mencurigakan karena anak Jokowi bisa menyetor uang sebesar Rp. 19,5miliar untuk 
modal usaha patungan dengan LB Pandjaitan. 

 

Kelemahan terbesar LB Pandjaitan tidak lain dari kedudukannya sebagai intelijen 
partikelir yang tidak memiliki organisasi intelijen organik sehingga dia harus 
bergabung dengan CSIS, organisasi intelijen buatan Pater Beek, agen CIA. 

 

Masalahnya CSIS yang sudah mengadu domba Ali Moertopo dengan Yoga Soegama, 
Jenderal Soemitro, Alamsyah, M. Jusuf, Sutopo Juwono, Sudharmono; LB Moerdani 
dengan BJ Habibie, Sudharmono, Prabowo, Ali Moertopo dan Soeharto sendiri, 
tidak akan bersedia melepas operasi pencapresan Jokowi begitu saja dan oleh 
sebab itulah sesungguhnya LB Pandjaitan tidak akan pernah bisa mengendalikan 
mereka, sebaliknya, CSIS yang akan mengendalikan LB Pandjaitan dan Jokowi, 
karena mereka memiliki prinsip "Kuda boleh berganti tapi penunggangnya sama," 
atau dengan kata lain presiden negeri ini boleh berubah tapi CSIS yang akan 
mengendalikannya. 

 

Demikian kisah kreator sosok Joko Widodo alias Jokowi capres petugas partai 
yang dendam karena gurunya tersingkir dari arena politik karena mencoba 
melakukan usaha mendeislamisasi Indonesia; dan karir militernya sendiri mentok, 
tapi bukannya introspeksi diri, LB Pandjaitan malah menyalahkan orang lain dan 
berkonspirasi menjatuhkan orang lain tersebut dan orang lain itu bernama 
Prabowo Subianto.

Selengkapnya : 
http://www.kompasiana.com/berric99/luhut-pandjaitan-intel-partikelir-kreator-jokowi_54f6f69da333114b0d8b45cc
 

Kirim email ke