https://indonesiana.tempo.co/read/107669/2017/02/02/ajat.jurnalis/prabowo-kembali-tabuh-genderang-kegaduhan

KAMIS 02 FEBRUARI 2017 22:03 WIB 


Prabowo Kembali Tabuh Genderang Kegaduhan?


Entah apa yang ada di benak Prabowo Subianto, pensiunan Letnan Jenderal TNI AD, 
dalam menyikapi Pilkada DKI Jakarta 2017. Tiba-tiba saja ia menyatakan ada 
calon yang maju dengan cara licik.

Pernyataan ketua umum partai Gerindra ini, tanpa menudingkan telunjuknya pada 
salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur memang. Tidak pada 
AHY-Silvy, tidak pada Ahok-djarot, dan mustahil pada pasangan Anies-Sandi yang 
jelas-jelas dukungannya duet partai Gerindra dengan PKS. Bisa jadi yang 
dimaksud Prabowo antara AHY-Silvy dan Ahok-Djarot.

Hanya saja kalau ditelaah lebih jauh, rasanya tidak mungkin kalau telunjuk 
Prabowo mengarah pada pasangan AHY-Silvy. Paslon nomor satu ini tampaknya sama 
sekali belum ada masalah dengan penguasa Hambalang ini. Kalau pun ada, paling 
rivalitas antara partai Gerindra dengan partai Demokrat. Tapi dalam Pemilu 2014 
lalu, perolehan suara partai Gerindra mampu mengungguli partai pimpinan SBY 
yang notabene ayah dari calon Gubernur nomor urut satu itu. Malahan kalau boleh 
dibilang, hubungan antara  Prabowo dengan SBY selama ini tokh adem-adem saja.

Maka dugaan publik pun mengerucut pada paslon nomor urut dua, Ahok-Djarot. 
Terutama calon Gubernurnya sendiri, yakni Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. 
Betapa tidak, beberapa fakta sahih menguatkan dugaan dengan yang dikatakan 
Prabowo sebagai calon yang licik itu.

Bermula saat Pilkada DKI 2012. Duet Jokowi-Ahok didukung PDIP dan partai 
Gerindra. Jelasnya pasangan itu, Jokowi sebagai calon Gubernur diajukan PDIP, 
dan Ahok yang menjadi calon wakil Gubernurnya diusung partai Gerindra, karena 
memang ketika itu mantan Bupati Belitung timur tersebut merupakan kader 
partainya Prabowo.

Hanya saja, saat Jokowi maju dalam pilpres 2014, dan bersaing dengan Prabowo, 
Ahok menyatakan keluar dari partai Gerindra. Bisa jadi ketika itu penyebab 
pecah kongsi Ahok dengan partai Gerindra, karena kemungkinan besar gara-gara 
Ahok berpaling, tidak mendukung Prabowo, dia justru malah mendukung Jokowi.

Secara manusiawi, saat itu, wajar kalau Prabowo merasa ditusuk dari belakang 
oleh orang yang telah dibesarkannya  itu. Bisa jadi Ahok dianggap sebagai orang 
yang tidak tahu terima kasih. Tetapi bisa jadi juga Ahok sendiri tidak setolol 
itu. Dirinya kemungkinan besar memiliki pertimbangan sendiri, mengapa saat itu 
dia tidak mendukung Prabowo, dan mengapa dia keluar dari partai Gerindra.

Memang dinamika, dan kalau boleh disebut juga kegaduhan, baik menjelang, saat, 
dan sesudah Pilpres 2014 lalu, ditambah dengan pecah kongsi antara Ahok dengan 
Prabowo (partai Gerindra), lambat laun, seiring dengan berjalannya waktu, sudah 
kembali adem-ayem. Apalagi dengan intens-nya pertemuan antara Jokowi dengan 
Prabowo, baik di Hambalang maupun di Istana Merdeka, seakan menyiratkan 
perseteruan, atawa rivalitas kedua kubu itu sudah kembali sirna.

Ya, usai berjabat tangan, berpelukan, bahkan saat di Hambalang dua ‘musuh’ itu 
sudah berhaha-hihi saat menunggang kuda, publik pun ikut gembira. Beban dalam 
dada musnah seketika. Tak sedikit yang memuji Prabowo sebagai tokoh nasional 
yang elegan. Bahkan ada pula yang menyebutnya negarawan yang berjiwa besar.

Sungguh. Bagaimanapun rakyat sudah sedemikian lelahnya disuguhi kegaduhan demi 
kegaduhan yang terjadi selama ini, di negeri ini. Dan dengan sikap Prabowo 
tempo hari, rakyat pun merasa sedikit bernapas lega lagi.

Akan tetapi, usai berorasi dalam acara kampanye untuk pasangan calon gubernur 
dan wakil gubernur  DKI Jakarta nomor urut pemilihan tiga, Anies Baswedan dan 
Sandiaga Uno, betapa publik dibuat terhenyak oleh pernyataannya itu.

Dengan tegas dan lugas, dikatakannya ada calon yang maju pada Pilkada DKI 
Jakarta dengan cara yang licik. Dan tudingan itu kemungkinan besar akan 
menyulut timbulnya kegaduhan, atawa paling tidak gesekan atara satu kubu dengan 
 yang lain, sebagaimana yang telah terjadi selama ini, akan semakin  meruncing. 
Apalagi bagi para pendukung yang bersumbu pendek.

Memang, terlepas dari suatu kewajaran dalam suasana kampanye dalam sistem 
demokrasi, saling mengadu program, saling cela kelemahan, bahkan saling 
menjatuhkan mental satu sama lain, akan tetapi statemen yang dilontarkan 
seorang Prabowo, yang sudah diberi predikat sebagai negarawan berjiwa besar, 
terasa naif terdengar. Bahkan tidak menutup kemungkinan, predikat pendendam, 
dan bersumbu pendek akan kembali terulang ditudingkan.
  • [GELORA45] Prabowo Kembal... 'Sunny' am...@tele2.se [GELORA45]

Kirim email ke