res : Hanya di Malaysia? Bagaimana keadaan di negara lain?

http://hukum.indopos.co.id/read/2017/02/07/86434/KPK-Sikat-Oknum-Imigrasi-KBRI-demi-Membela-TKI

KPK Sikat Oknum Imigrasi KBRI demi Membela TKI
Selasa, 07 Februari 2017 | 22:36 


INDOPOS.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian  khusus 
terhadap kasus suap penerbitan paspor tahun 2016 dan calling visa periode 
2013-2016 di Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Kuala Lumpur, 
Malaysia.  

KPK menganggap kasus yang sudah menjerat Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dwi 
Widodo sebagai tersangka itu bukan pada besarnya yang, tapi penderitaan yang 
harus ditanggung tenaga kerja Indonesia (TKI).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, suap dalam penerbitan paspor dan 
visa calling itu sangat merugikan TKI di Malaysia. Sebab, TKI harus membayar di 
luar tarif resmi demi mengurus paspor.

“Ini yang dirugikan adalah TKI yang ada di Malaysia. Biaya yang dikenakan itu 
menjadi tanggungan di tengah banyaknya beban yang ditanggung TKI,” kata Febri 
di kantornya, Selasa (7/2).  

Febri menambahkan, calo atau perantara pembuatan paspor mendekati 



NDOPOS.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian  khusus 
terhadap kasus suap penerbitan paspor tahun 2016 dan calling visa periode 
2013-2016 di Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Kuala Lumpur, 
Malaysia.  

KPK menganggap kasus yang sudah menjerat Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dwi 
Widodo sebagai tersangka itu bukan pada besarnya yang, tapi penderitaan yang 
harus ditanggung tenaga kerja Indonesia (TKI).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, suap dalam penerbitan paspor dan 
visa calling itu sangat merugikan TKI di Malaysia. Sebab, TKI harus membayar di 
luar tarif resmi demi mengurus paspor.

“Ini yang dirugikan adalah TKI yang ada di Malaysia. Biaya yang dikenakan itu 
menjadi tanggungan di tengah banyaknya beban yang ditanggung TKI,” kata Febri 
di kantornya, Selasa (7/2).  

Febri menambahkan, calo atau perantara pembuatan paspor mendekati 
kantong-kantong TKI. Mereka lantas menawarkan pengurusan pembuatan paspor 
dengan sistem reach out. Namun, biayanya lebih tinggi dibanding tarif resmi 
yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Febri, biaya itu  dinikmati oleh perusahaan makelar sebagai bagian 
keuntungan mereka. “Sebagian lagi dialirkan ke tersangka DW,” ungkap Febri.
               
Dia menjelaskan, hasil kajian dari bagian penelitian dan pengembangan KPK tahun 
2007 mengungkap adanya masalah yang cukup serius dalam proses penempatan TKI. 
Bahkan, tegas Febri, perlindungan TKI di luar negeri sangat lemah.

“Sejak keberangkatan, penempatan, dan pemulangan TKI kerap jadi objek pungutan 
liar.  Seperti untuk pembuatan surat terkait perizinan hingga asuransi,” 
katanya.                

Karenanya KPK akan bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan 
Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 
(BNP2TKI), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Sosial (Kemensos), 
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ombudsman, Kementerian Hukum dan Hak Asasi 
Manusia (Kemenkumham), untuk mendorong perbaikan dan peningkatan pelayanan 
publik dalam tata kelola TKI. Tujuannya agar pungutan liar terhadap TKI di luar 
negeri bisa diberantas.

“Ini sekaligus warning bagi pelayanan publik, tidak hanya Malaysia tapi negara 
lain. Jangan pungutan tambahan di atas tarif atau kerja sama dan manfaatkan 
celah keuntungan pribadi,” katanya.

Febri menambahkan, KPK juga pernah menangani kasus terkait jasa pengurusan 
imigrasi di KBRI Malaysia 1999-2003 dan 2003-2005. “Dalam periode itu sudah ada 
empat orang yang diproses,” jelasnya.(boy/jpnn)

Kirim email ke