Saya gabungkan sekalian utk semua yang tertarik dalam diskusi ini, benar bahwa 
yg dikemukan Anies-Sandy itu lebih bersifat vote-getter hal itu adalah 
kenyataan. Yang saya kemukakan dibawah ini bukanlah program Anies-Sandy, lebih 
merupakan pemikiran saya sendiri yang boleh dipakai siapa saja baik itu Ahok, 
Anies, ataupun gubernur2 dan walikota2 diseluruh Indonesia.
Sebelum itu saya mau me-rebut tulisan dibawah yg mengesankan Down Payment 
Assistance yg disediakan berbagai city di US sebagai penyebab mortgage bubble 
th 2007an itu, sama sekali tidak, karena program ini terhitung aman dengan 
tingkat kesuksesan yang tinggi. Penyebab mortgage bubble di US itu menurut saya 
adalah: Creative Financing, Sub-Prime Mortgage, Stated Income yang kemudian 
dikemas dan dijual lagi kemasyarakat dalam bentuk Mortgage Backed Security.
Ada 2 hal saya rasa yang menyebabkan mereka yang penghasilannya rendah tidak 
mampu membeli rumah: 1. tingkat bunga yg tinggi yang menyebabkan monthly 
payment yang tinggi juga; 2. tidak adanya down payment utk memenuhi ketentuan 
LTV.
Perhitungan yang diberikan Nesare dibawah ini benar, hal ini menunjukkan betapa 
sukarnya seseorang berpenghasilan rendah membeli rumah dengan cicilan yang 
sedemikian besar karena tingkat bunga yang tinggi (12%). Tetapi lain hal-nya 
kalau tingkat bunganya lebih rendah, dan baiknya telah ada kredit rumah dengan 
bunga 5% utk mereka yang berpenghasilan maksimum Rp 4 juta, utk lebih jelasnya 
lihat posting saya sebelumnya 
https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/203174 
ditambah dengan Down Payment Assistance Program dari pemda hal ini akan jadi 
masuk akal dan terjangkau.
Saya berikan kalkulasi utk penghasilan maksimum Rp 4 juta, dengan DSR 35% akan 
mampu membayar monthly payment Rp 1,4 juta
Kalkulasi dgn bunga 5% dan jangka waktu 20 tahun dan Down Payment 15%:Monthly 
Payment: Rp 1,4 jutaLoan                Rp 212,2 jutaD/P 15%          Rp 37,447 
jutaHarga Rumah  Rp 249,647 juta atau dibulatkan Rp 250 juta.
Saya rasa rumah sederhana atau rusun/apartemen seharga Rp 200 -250 juta masih 
bisa disediakan para developer.
Jadi disini progam yg diperlukan adalah Down Payment Assistance sebesar 15% 
itu, dan itu juga bukan cuma2 tetapi harus dikembalikan dengan dicicil, 
katakanlah 5 th pertama tidak perlu dicicil dan baru th ke 6 s/d ke 20 dicicil 
dengan bunga 5% yang artinya perbulan Rp 296 ribu.


---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote :

Gimana DP jadi second loan bisa sukses diindonesia? Di USA saja rusak 
berantakan karena default ditahun 2007 yg bikin ekonomi USA babak belur dan 
bikin kacau perekonomian dunia jadi limbung yang efeknya masih dirasakan sampai 
sekarang seperti di italia dan Yunani. Wong cicilan saja sudah akan menjadi 
masalah pembayarannya oleh rakyat miskin.Sudah ane tulis sebelumnya Bunga 
kredit = 12%. Down payment/panjer = 0%. Loan term/jangka waktu kredit = 30 
tahun fixed.   
   - Harga rumah Rp. 300 juta = US$22,494. Cicilan kredit/bulan = US$231.38 = 
Rp.3.080.787.
   - Harga rumah Rp. 500 juta = US$37,500. Cicilan kredit/bulan = US$385.73 = 
Rp.5.144.768.
   - Harga rumah Rp. 750 juta = US$56.236. Cicilan kredit/bulan = US$578.45 = 
Rp.7.714.469.
   - Harga rumah Rp. 1 milyard = US$74,982. Cicilan kredit/bulan = US$771.27 = 
Rp.10.286.003.
  Rakyat lulusan S1 baru kerja itu gajinya Rp. 5 juta – Rp.6 juta perbulan! 
Coba pikirin gimana rakyat bisa beli rumah kalau gak korupsi atau dibantu orang 
lain? Kalau korupsi atau dibantu orang lain, DP gratis itu gak ada gunanya. 
Habis2in duit bank DKI saja!Disinilah ngibulnya anies dan sandi itu karena 
tujuannya hanya 1: vote getter! Nesare  From: GELORA45@yahoogroups.com 
[mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Wednesday, February 22, 2017 11:56 PM
To: GELORA45@yahoogroups.com
Subject: Re: [GELORA45] Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka  
Bung Chan, saya tidak tahu persis program Anies - Sandy seperti apa, tetapi 
saya rasa program seperti ini dengan uang muka yg sedikit sekali atau 
katakanlah tanpa dp bila mau dilakukan oleh pemda bisa dilakukan dengan cara 
pemda menyediakan down-payment assistance sebagai second mortgage seperti 
beberapa contoh yg dilakukan kota-kota di California pada posting saya 
sebelumnya, anda telusuri saja dibawah. Dan program ini cukup aman dengan 
tingkat kesuksesan yang tinggi. Utk kondisi Jakarta ataupun Indonesia secara 
keseluruhan saya mempunyai gambaran apa yg bisa dilakukan, tetapi karena saya 
tidak bermaksud memberi advise pd para cagub yg bertarung sekarang ini jadi 
sementara ini saya cukupkan sampai disini dulu.

---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :Saya tertarik dengan diskusi 
DP 0% ini, ... dalam pengertian saya jadi merupakan akal-akalan pengusaha 
menarik pembeli dalam menjajakan barangnya! Rupanya memasukkan bagian DP itu 
keutang pokok yang TETAP HARUS DIBAYAR pembeli dengan dicicil dalam waktu yg 
ditentukan! Artinya modal pembangunan rumah itu 100% dalam bentuk utang yang 
dibayar pembeli dengan cicilan dalam tenor waktu, katakanlah selama 10-20 
tahun! Seandainya keadaan ekonomi maju terus membaik, dengan demikian sipembeli 
tidak bermasalah membayar cicilan pinjaman pembeli rumah itu, tentu tidak ada 
maslah. Tapi kalau terjadi sebaliknya, sipembeli itu ditengah jalan TIDAK 
SANGGUP bayar cicilan lagi, SIAPA dan BAGAIMANA menanggung rumah itu! Disini 
masalah serius yang harus dipikirkan dan dihadapi! Bukankah dengan demikian 
ujung-ujungnya Pemerintah juga yang harus menanggung jerat utang yg terlalu 
besar dan kalau terjadi kredit gagal dalam masyarakat! Bank-bank yang kasih 
kredit bisa bankrut dan akhirnya pemerintah juga yang terancam bankrut. Seperti 
gempuran krismon di AS tahun 2008 itu, ...! Dalam masalah jual-beli dengan 
utang yang harus dibayar, ... dalam pengertian saya sudah bagus prinsip yang 
dijalankan bank-bank dalam memberikan kredit sekarang ini, penerima kredit 
harus bisa menunjukkan kemampuan membayar utang yang diberikan dan, ... jumlah 
utang yg diberikan tidak lebih dari 80% harga Rumah! Bahkan Bank lebih dahulu 
memperkirakan berapa harga rumah itu di pasar, termasuk melihat lokasinya dan 
sudah berapa tahun rumah itu, ... lalu menetapkan utang hanya bisa diberikan 
berapa% dari harga rumah itu. Akan lebih baik prinsip ini tetap diberlakukan 
dan dijalankan! Untuk menjamin bank tidak dirugikan terlalu besar kalau saja 
pembelinya sudah tidak mampu bayar utang, rumah disita bisa dapatkan kembali 
dengan jual rumah itu. Sekalipun bank juga tetap harus menanggung resiko, 
seandainya ekonomi merosot, harga rumah jatuh jadi RUGI, ... masalah jadi lebih 
serius dengan jalankan DP 0%  yang mutlak harus dipikirkan Pemerintah bisa dan 
boleh tidak dijalankan! Melihat cara pemerintah HK dalam membantu warga 
menengah-bawah mengatasi perumahan, pemerintah membangun perumahan-rakyat untuk 
warga miskin, dibatas penghasilan rendah, dengan sewa rumah murah. Ada lagi 
rumah subsidi Pemerintah, bagi warga yg penghasilan melewati garis rendah dan 
diberi batasan kekayaan tidak lebih sekian ratus ribu dollar (lupa), yang 
dijual dengan harga murah, bisa 20-40% lebih murah dari harga pasar. Sedang 
cara nya Ahok juga sangat baguuus! Ahok menentukan setiap pengembang 
berkontribusi 15% untuk ikut pembangunan DKI-Jakarta, termasuk bangun 
rusun-rusun bagi rakyat-miskin! Hanya saja, menurut saya juga harus ada tim 
pengawasan DKI dalam usaha menjalankan kontribusi dari pengembang, sehingga 
benar-benar kontribusi 15% itu benar-benar terwujud dengan baik untuk 
kepentingan warga Jakarta!  Salam,ChanCT   From: nesare1@... [GELORA45]Sent: 
Thursday, February 23, 2017 3:09 AMTo: GELORA45@yahoogroups.comSubject: RE: 
[GELORA45] Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka  Ente gak ngerti idenya 
anies!Baca dulu idenya apa.Idenya kasih DP 0%! Makanya dia gak berani buka2an 
gimana detailnya. Alasan yang dipakai, itu rahasia, itu business plan takut 
dijiplak orang lain. Apanya yang mau dijiplak? Wong sederhana sekali. Mau kasih 
gratis DP, ya mesti ada sumber duitnya. Dari mana? Ya kalau dia jadi gubernur 
kan harus ngeluarin dari kas DKI atau minta kantung2 yang pencetak duitnya DKI 
seperti bank DKI dll. Itu pun belum tentu dia bisa karena keuangan perusahaan 
itu belum tentu kuat untuk mengucurkan dana itu. Belum apa2 dia sudah 
ditertawakan oleh pengembang yang bilang bisa kasih DP 0%!Malu enggak?! Wong 
idenya itu hanya buat vote getter saja!Gak lebih dari itu. Mana anies ngerti 
mortgage. Dulu sekolah saja dia tinggal di apartment. Boro2 mortgage, kredit 
saja belum tentu dia ngerti! Nesare  From: GELORA45@yahoogroups.com 
[mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Wednesday, February 22, 2017 1:58 PM
To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com>
Subject: RE: [GELORA45] Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka  Ide Anies dan 
Sandy itu lebih tepatnya disebut Down Payment Assistance atau Homebuyer 
Assistance yang disediakan beberapa kota (tidak semuanya tergantung dana) yang 
sebenarnya umum saja. Down Payment Assistance ini sifatnya second loan dengan 
tingkat bunga yang relatif rendah. Program seperti ini tidak selalu ada terus 
tergantung dari kondisi keuangan city itu, selain membantu warga utk beli rumah 
juga sebenarnya menambah pendapatan city berupa property tax. Beberapa contoh 
Down Payment Assistance: City of Roseville:Maximum assistance will be in the 
amount of 
$60,000.http://www.roseville.ca.us/housing/assistance_to_first_time_homebuyers.asp
 City of Elk Grove:Maximum $59,650 or 20% of purchase price, whichever is 
less.http://www.elkgrovecity.org/UserFiles/Servers/Server_109585/File/homebuyer-assistance-program-summary.pdf
 City of DowneyThe City of Downey has teamed up with the housing non-profit 
organization Neighborhood Housing Services (NHS), to offer a $60,000 down 
payment assistance loan to qualifying families in the community. The program 
allows for two (2) $30,000 loans to be combined, a City loan and a matching 
loan from NHS, to provide the borrower with a total $60,000 loan at 3% simple 
interest. The City’s interest will begin to be forgiven after the 20th year at 
a 1/10th rate per year; at the 30th year, the City’s original loan amount and 
any interest will be forgiven in its totality. If the homebuyer sells, 
transfers/changes title, refinances and cashes-out, and/or no longer utilizes 
the property as their primary residence before the 30th year, the original City 
loan amount, plus applicable interest, will be due and payable. NHS’ principal 
loan amount and interest will be due and payable at the 30th year. 
http://www.downeyca.org/gov/cd/housing/assist.asp ---In 
GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote :"Kalau DP nol, cicilannya akan 
semakin besarNesare: maksud anies dan sandi bukan begini. Idenya anies dan 
sandi itu adalah DP nya di finance. Financing/pendanaan DP ini dari pemerintah. 
Ini ide dasarnya. Dia jelas gak bisa suruh swasta yang financing/mendanai DP 
ini karena dia bukan kerja di swasta. Dia kalau jadi gubernur, dia mau mendanai 
DP ini yang tentunya dari kas DKI. Ini persoalannya. Ya babak belurlah kas DKI. 
Kalau terjadi default, ya matilah DKI karena duit yang dihutangkan akan hangus. 
Lalu kredit macet itu mengganggu harga rumah dan ujung2nya bisa bikin ekonomi 
makro/nasional babak belur alias stagflation. Nesare  From: 
GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Wednesday, February 22, 2017 1:01 PM
To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com>
Subject: [GELORA45] Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka   
Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka

 

 

| 
| 
| 
|  |  |

 |

 |
| 
|  | 
Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka
By Kompas Cyber Media11 Februari 2017 - KPR tanpa DP akan membuat cicilan 
menjadi lebih besar |  |

 |

 |


 

 
Sabtu, 11 Februari 2017 | 15:59 WIB  Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan 
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus di Indonesia 
Property Expo 2017, Jakarta, Sabtu (11/2/2017). Jakarta, KOMPAS.com - Skema 
pembiayaan KPR saat ini cukup beragam, mulai dari bunga kreditnya, uang 
mukanya, hingga tenornya.Saat ini bahkan ada wacana untuk meniadakan uang muka 
(down payment/DP) agar masyarakat kelas bawah bisa memiliki rumah.Direktur 
Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 
Maurin Sitorus menjelaskan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika 
kredit tanpa uang muka ini diterapkan untuk pembiayaan rumah.Pertama, mengenai 
komitmen kepemilikan (ownership). Maurin mengatakan jika tanpa DP, maka 
ownership debitur kredit rumah menjadi rendah. Hal itu juga terkait dengan 
aspek kedua yaitu besaran cicilan dan kemampuan membayar dari debitur itu 
sendiri."Kalau DP nol, cicilannya akan semakin besar," kata Maurin ditemui di 
sela Indonesia Property Expo 2017 di JCC Senayan, Jakarta, pada Sabtu 
(11/2/2017),Hitung-hitungan mudahnya ia contohkan dengan kredit rumah Rp 100 
juta. Apabila dengan DP 30 persen, artinya tinggal mengangsur Rp 70 juta. Maka 
bunga KPR lima persen dari Rp 70 juta sekitar Rp 3,5 juta.Dengan asumsi tenor 
15 tahun, maka debitur harus mencicil sebesar Rp 408.334 per bulan (Rp 73,5 
juta dibagi 180 bulan).Tetapi bila dengan skema kredit tanpa DP, maka beban 
bunganya saja sudah berbeda, yaitu 5 persen dikalikan Rp 100 juta atau sebesar 
Rp 5 juta. Sehingga dengan asumsi tenor yang sama 15 tahun, maka debitur harus 
mencicil sebesar Rp 583.334 per bulan (Rp 105 juta dibagi 180 bulan).Cicilan 
untuk rumah yang lebih tinggi ini akan menjadi masalah. Sebab, kata Maurin saat 
ini ketentuan besaran cicilan yakni 35 persen dari pendapatan."Kenapa ditaruh 
35 persen? Karena kita punya kebutuhan lain, biaya hidup, biaya sekolah anak," 
kata Maurin.Maurin mengatakan, jika pendapatannya mepet sementara ada kebutuhan 
pendidikan dan cicilan rumah yang mahal, tentu saja masyarakat lebih 
mementingkan membayar sekolah. Sehingga, imbuhnya, apabila cicilan rumahnya di 
atas 35 persen dari pendapatan, maka kemungkinan besar KPR itu akan bermasalah 
atau dengan kata lain cicilan macet.Jika KPR bermasalah, lanjut Maurin, maka 
perbankan akan bermasalah juga. Dan kalau perbankan bermasalah, maka 
perekonomian nasional akan bermasalah."Itu kelihatannya simpel, mikro. Tetapi, 
yang mikro itu bisa menjadi makro," ucap Maurin. Kemudian, ketika ditanya 
apakah mungkin diberikan tenor atau jangka waktu pinjaman lebih panjang, 
menjadi 30 tahun. Sehingga cicilannya menjadi lebih ringan?Maurin menegaskan, 
nantinya hal itu tentu saja akan berpengaruh terhadap hitung-hitungan besaran 
cicilan. Namun, perlu diperhatikan juga kondisi atau daya tahan perbankan dalam 
hal pembiayaan dan risikonya."Kan perbankan dikontrol ketat, rasio kredit macet 
enggak boleh tiga persen, harus di bawah itu. Jadi, itu (program) harus ekstra 
hati-hati menetapkan," ujar Maurin.
| Penulis | : Estu Suryowati |
| Editor | : M Fajar Marta |



Kirim email ke