Saya pernah dengar serabut kelapa atau serabut kelapa sawit bisa diolah menjadi 
karpet.
Apakah serabut kelapa ini tidak bisa dipakai celana jean dan sejenisnya

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com]
Sent: Sunday, March 26, 2017 4:54 PM
To: GELORA45@yahoogroups.com; nasional-l...@yahoogroups.com; 
temu_er...@yahoogroups.com
Subject: [**EXTERNAL**] [GELORA45] Mengolah Limbah Tahu Menjadi Kain [1 
Attachment]





http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/sains-trendtek/17/03/26/<http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/sains-trendtek/17/03/26/onetfp359-mengolah-limbah-tahu-menjadi-kain>

onetfp359-mengolah-limbah-tahu-menjadi-kain<http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/sains-trendtek/17/03/26/onetfp359-mengolah-limbah-tahu-menjadi-kain>

Ahad , 26 March 2017, 13:55 WIB
Mengolah Limbah Tahu Menjadi Kain
Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
kusumaworld25.blogspot.com<http://kusumaworld25.blogspot.com>
[Tahu]
Tahu

REPUBLIKA.CO.ID<http://REPUBLIKA.CO.ID>, YOGYAKARTA – Limbah air perasan tahu 
sering dibuang begitu saja dan mencemari lingkungan. Namun siapa sangka, cairan 
tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi sesuatu yang berguna.

Lima perempuan yang tergabung dalam XXLab, yaitu Irene Agrivina, Asa Rahmana, 
Atika Rizkiana, Eka Jayani, dan Ratna Djuwita, membuktikan hal tersebut. Mereka 
mengolah cairan ampas tahu menjadi nata de soya.

Kemudian mengubahnya menjadi kain yang dapat digunakan untuk membuat pakaian, 
sepatu, dan sebagainya. Bahkan dari inovasi tersebut, para perempuan yang 
bermukim di Yogyakarta itu berhasil menjadi pemenang dalam ARS Electronica 2015.

Ratna Djuwita menuturkan, penemuan ini berawal dari keingintahuan mereka dalam 
mengekplorasi ilmu pengetahuan (sains). Meski berasal dari latar belakang yang 
berbeda-beda, anggota XXLab yakin bahwa sains tidak memiliki jarak dengan 
manusia.

Sebelumnya XXLab sempat mencoba membuat kain dari air rebusan singkong. Namun 
karena metode tersebut tidak memecahkan masalah masyarakat, mereka pun mencari 
bahan lain yang lebih urgent untuk dimanfaatkan. "Setelah berkunjung ke 
beberapa tempat, akhirnya kami memutuskan untuk membuat kain dari limbah 
perasan air tahu," tutur Ratna beberapa waktu lalu. Sebab selain bisa 
mengurangi pencemaran lingkungan, pemanfaatan limbah tahu juga bisa berdampak 
positif terhadap perekonomian masyarakat.

Karena proses pembuatan limbah tahu menjadi nata de soya dilakukan dengan cara 
memberdayakan ibu-ibu di sekitar pabrik tahu. Maka itu, saat ini XXLab 
menampung limbah tersebut dari para pengrajin tahu di Srandakan, Bantul.

Dengan memberdayakan ibu-ibu di kampung setempat, limbah air perasan tahu pun 
diolah menjadi nata de soya. Proses ini tentunya tidak berlangsung singkat, 
bahkan bisa memakan waktu kurang lebih 10 hari. Setelah itu, barulah XXLab 
mengambilnya ke laboratorium mereka di Jalan Taman Siswa, dan mengubah bahan 
tersebut menjadi kain.

Menurut Ratna, saat ini nata de soya masih dijual murah oleh masyarakat 
Srandakan. Lantaran bahan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak memiliki 
nilai guna tinggi. Padahal selain dapat diolah menjadi kain, nata de soya juga 
dapat dikembangkan sebagai bio fuel dan bahan-bahan arsitektur.

Di sisi lain, pemanfaatan nata de soya sangat bersifat ramah lingkungan. 
"Produk ini zero waste. Karena residunya pun bisa digunakan sebagai pupuk 
organik," papar Ratna. Begitu pun dengan irisan kain dari nata de soya yang 
tidak terpakai, dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanaman.

XXLab pun tidak menampik adanya tawaran kerja sama dari berbagai pihak untuk 
mengembangkan inovasi mereka. Tawaran tersebut salah satunya datang dari brand 
fashion ternama, Cartier. Namun mereka menolak, lantaran ingin mengembangkan 
inovasi ini sebagai kekayaan publik yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai 
kalangan masyarakat. Bukan hanya oleh satu pihak perusahaan yang pemilik modal 
besar.

Mereka berharap, tahun depan XXLab bisa meluncurkan produk kain nata de soya ke 
pasaran. Sebab saat ini, produk tersebut masih menjalani proses penyempurnaan. 
"Pada dasarnya kami ingin menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan bisa dipraktekkan 
oleh siapa saja, tanpa ada batasan pendidikan," papar Ratna.


Kirim email ke