Pada Jumat, 31 Maret 2017 5:24, "jonathango...@yahoo.com [GELORA45]" 
<GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
 

     
Nyepi itu hari libur nasional bung Chan.

---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :

 Lho, ... bukankah NYEPI sampai sekarang TETAP berlangsung dengan baik di Bali, 
...?! Dan diikuti seluruh warga bahkan pendatang di Bali juga harus 
mengikutinya dengan tertib untuk menghentikan segala kegiatannya. Bukankah ini 
bentuk menghormati dan melindungi Adat suku Bali yang terjadi, ...?! Mungkin 
yang terjadi KESULITAN bagi orang Bali, seperti bung yang berada di luar Bali 
untuk menjalankan NYEPI itu. Atau bung ada jalan keluar yang baik kiranya bisa 
dijalankan? Sebab TIDAK mungkin diluar Bali semua warga haruus mengikuti yang 
jumlahnya kecil, sangat minoritas. Artinya, dari jumlah orang Bali yang 
tersebar di Nusantara ini belum cukup banyak untuk diperhitungkan menjadi libur 
nasional spt Natal dan Imlek??? Yaa, ... memang cukup menarik ada adat NYEPI 
suku Bali itu, saya kira itu adat Agama Hindu. Tapi, bagaimana memperhitungkan 
hari jatuhnya NYEPI setiap tahunnya, ya? Salam,ChanCT  From: Karma, I Nengah 
[PT. Altus Logistic Service Indonesia] Sent: Friday, March 31, 2017 9:01 AMTo: 
'GELORA45@yahoogroups.com' ; 'Chan CT' Subject: Membedah dakwaan Ahok yang 
dinilai cacat hukum Wah … kalau begitu kami yang minoritas dilindungi hukum 
dong. Mengingat saat nyepi banyak yang ngolok kami, katanya bali yang merupakan 
bagian dari indonesia tidak bisa sewenang-wenang membuat aturan adat sendiri, 
padahal adat nyepi ini sudah ada 2000 tahun yang lalu. Kalau kita lihat di 
india dan negara negara hindu lainya tidak ada adat nyepi, berarti nyepi bukan 
tradisi asli weda/hindu melainkan tradisi bali dan umat lain wajib mengikuti.   
 From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Friday, March 31, 2017 8:24 AM
To: GELORA_In
Subject: [**EXTERNAL**] Fw: [GELORA45] Membedah dakwaan Ahok yang dinilai cacat 
hukum      Wleeeh, ... ternyata Sidang atas diri Ahok Penista Agama yang sudah 
berlangsung lebih 5 bulan ini (16 X Sidang) CACAT HUKUM! Sedang tuntutan 
“PENJARAKAN Ahok” tetap makin gencar saja, ... dimana letak KEADILAN 
sesungguhnya?!      
   - "Di situ jelas mengatakan, bahwa 156 a KUHP tidak bisa dijeratkan tanpa 
peringatan keras terlebih dahulu," tutup Trimoelja.  
   - Pertama pasal 156 jelas-jelas kasus penodaan hanya ditujukan bagi golongan 
dan bukan soal agama.  
   - Pada dakwaan pasal alternatif yang lain adalah pasal 156a KUHP yang juga 
dinilai tak mengenai substansi persoalan.  
   - Alasan kedua, dia juga menyinggung seharusnya ada upaya penyelesaian oleh 
pemerintah pusat sebelum dibawa ke ranah pidana. Ini seusai dengan Penetapan 
Presiden Republik Indonesia tahun 1965 yang sudah diubah menjadi UU Nomor 
1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan agama.
     From: Jonathan Goeij jonathangoeij@... [GELORA45]  Sent: Friday, March 31, 
2017 6:48 AM   


   
Membedah dakwaan Ahok yang dinilai cacat hukum
 Kamis, 30 Maret 2017 09:03Reporter : Wisnoe Moerti ·          Sidang ke-16 
Ahok. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman Merdeka.com - Setelah menjalani 
15 kali persidangan, kasus dugaan penistaan atau penodaan agama akan memasuki 
babak baru. Semua saksi baik dari pihak JPU maupun terdakwa Basuki Tjahaja 
Purnama ( Ahok) telah diperiksa. Persidangan selanjutnya akan mengagendakan 
tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menjerat Ahok dengan Pasal 156 
dan pasal alternatif 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sejak awal 
bergulirnya kasus ini di pengadilan, dakwaan jaksa dianggap janggal dan cacat 
hukum. Menengok ke belakang di saat masa-masa sidang awal, pengacara Ahok 
sempat protes karena JPU menjerat Ahok dengan Pasal 156a. Ada persyaratan 
formil yang dilewatkan jaksa sebelum membawa kasus Ahok ke ranah pidana. 
Sebelum seseorang terjerat Pasal 156a KUHP harus mendapatkan peringatan keras 
terlebih dahulu dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. 
Aturan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang 
Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Dengan dalil itu, JPU tidak 
dapat dengan serta merta menggunakan Pasal 156a untuk menjerat Ahok. "Pasal 
156a KUHP tidak bisa dijeratkan pada seseorang tanpa melalui peringatan keras 
lebih dahulu oleh Menteri Agama, Mendagri dan Jaksa Agung," pengacara Ahok, 
Trimoelja D. Soerjadi di PN Jakarta Utara, Jalan Gadjah Mada, Jakarta Pusat, 
Selasa (20/12/2016). Mantan Pengacara Marsinah ini menuturkan, kliennya belum 
pernah sekalipun diberikan peringatan keras mulai dari tersangka hingga 
berujung berstatus terdakwa. Sehingga, Pasal 156a KUHP tidak dapat menjerat 
Gubernur DKI Jakarta nonaktif tersebut. "Di situ jelas mengatakan, bahwa 156 a 
KUHP tidak bisa dijeratkan tanpa peringatan keras terlebih dahulu," tutup 
Trimoelja. Tim Kuasa Hukum Ahok lainnya, Sirra Prayuna berpendapat, JPU tidak 
bisa menjerat Ahok dengan pasal tersebut sebab yang dituduhkan JPU tidak 
berdampak sebagaimana delik hukum materil. "Makanya tidak bisa dong pendapat 
jaksa itu delik formil. Cukup dengan perbuatannya terjadi tidak perlu 
mempertimbangkan akibat dari perbuatannya itu. Itu definisi delik formil. Kalau 
delik materil kan titik tekan akibat yang ditimbulkan. Peristiwa itu harus 
nyata nyata ada dan berakibat karena sikap batin si pelaku harus berkolerasi 
dengan maksud kehendak itu," jelas Sirra. Majelis hakim bergeming. Hakim tidak 
sependapat dengan keberatan tersebut. "Menimbang bahwa pendapat penasihat hukum 
yang mendalilkan bahwa terdakwa harus diperingatkan terlebih dahulu sebelum 
diproses perkaranya di peradilan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 1 
PNPS Tahun 1965, pengadilan menilai bahwa dalil tersebut tidak benar," kata 
majelis hakim saat membacakan putusan sela. Dalam kacamata majelis hakim, objek 
yang dimaksud dalam PNPS Nomor 1 Tahun 1965 adalah organisasi atau aliran 
kepercayaan. Majelis hakim menimbang, Pasal 156a huruf a KUHP yang dikenakan 
kepada Ahok merupakan pasal baru setelah PNPS 1965. Dari situ hakim menilai 
Ahok tak masuk kriteria di PNPS 1965 dan tak perlu diperingatkan terlebih 
dahulu. "Atas dasar ketentuan Pasal 4 UU Nomor 1/PNPS/1965 sehingga penerapan 
Pasal 156 a KUHP tidak perlu melalui proses peringatan keras terlebih dahulu," 
tutur majelis hakim. Kejaganggalan dakwaan ini kembali mencuat di sidang 
pemeriksaan saksi terakhir. Tim pengacara Ahok menghadirkan saksi ahli hukum 
pidana I Gusti Ketut Ariawan. Dia menilai, dakwaan yang ditujukan kepada Ahok 
sebenarnya cacat hukum. Ada dua alasan hal tersebut bisa terjadi. Pertama, dua 
pasal yang ditujukan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu tidak tepat. 
Karena pada akhirnya tidak substansi terkait penodaan agama. "Ada dua pasal 
alternatif yang dikenakan. Pertama pasal 156 jelas-jelas kasus penodaan hanya 
ditujukan bagi golongan dan bukan soal agama," katanya di Auditorium 
Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3). Pada dakwaan pasal 
alternatif yang lain adalah pasal 156a KUHP yang juga dinilai tak mengenai 
substansi persoalan. Dari sisi historisnya, pasal tersebut digunakan untuk 
menghindari perpecahan. "Pasal itu untuk menghindari hadirnya 
kepercayaan-kepercayaan baru di Indonesia pada masa itu (dikeluarkan pasal 
156a). Jadi dakwaannya tidak jelas dan tak dapat diterima," jelas Ariawan. 
Alasan kedua, dia juga menyinggung seharusnya ada upaya penyelesaian oleh 
pemerintah pusat sebelum dibawa ke ranah pidana. Ini seusai dengan Penetapan 
Presiden Republik Indonesia tahun 1965 yang sudah diubah menjadi UU Nomor 
1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan agama. 
"Harusnya diselesaikan dengan ketentuan prosedur yang ada. Tapi ini tidak, 
langsung pakai hukum," katanya. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Noor 
Aziz Said yang dibacakan pengacara Ahok juga menilai dakwaan penodaan agama 
tidak terjadi. Dalam BAP, ahli hukum pidana Universitas Soedirman itu 
mengatakan, Ahok tidak bersalah karena pernyataan Gubernur nonaktif DKI Jakarta 
tersebut di Pulau Pramuka pada 27 September 2016 silam tidak mengandung unsur 
penodaan agama sesuai dengan Pasal 156 dan 156a KUHP yang disangkakan JPU. Noor 
juga menganggap mantan Bupati Belitung Timur itu tidak memiliki niat untuk 
memusuhi agama Islam, apalagi melakukan penistaan. Menurut dia, walaupun 
menyinggung surat Al Maidah ayat 51, Ahok tidak menyampaikan kebencian kepada 
umat muslim. "Apa yang dikatakan Pak Basuki tidak memenuhi unsur 156 KUHP. 
Karena tidak bermaksud memusuhi membenci umat Islam. Untuk dapat masuk pada 
pasal 156 KUHP harus masuk delik hukum barang siapa dan unsur dengan sengaja." 
Menurutnya, Pendapat dan Sikap Keagamaan (PSK) yang dikeluarkan Majelis Ulama 
Indonesia (MUI) yang menyebut Ahok melakukan penistaan agama tak bisa dijadikan 
landasan hukum untuk kasus pidana. "Pendapat dan sikap keagamaan bukan sumber 
hukum nasional dan tak bisa dijadikan landasan untuk menuduh seseorang 
melakukan tindak pidana," kata salah seorang penasihat hukum Basuki atau akrab 
disapa Ahok itu membacakan BAP Noor di Auditorium Kementerian Pertanian, 
Jakarta Selatan, Rabu (29/3). Sumber hukum lain yang bisa dijadikan landasan 
adalah seperti yurisprudensi maupun doktrin. Sehingga PSK MUI tidak bisa 
membuat seseorang terjerat dengan hukum pidana. "Jadi PSK MUI tak punya 
kekuatan hukum. Sikap keagamaan MUI tak bisa dijadikan ukuran ada atau tidaknya 
tindak pidana di Pasal 156 atau 156a KUHAP," tegasnya. Cacat hukum kasus ini 
juga sempat disampaikan saksi ahli hukum pidana C Djisman Samosir pada 
persidangan sebelumnya. Dia sempat menceritakan sejarah pasal yang menjerat 
Ahok yakni Pasal 156a KUHP yang merupakan hasil dari Penetapan Presiden (PNPS) 
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965. "Ada kondisi-kondisi di negara ini, yang 
menurut penglihatan pemimpin negara, ada persoalan-persoalan keagamaan. 
Sehingga disisipkan lah 'a'-nya untuk membedakan antara Pasal 156 dengan 156a," 
katanya di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3). 
Pemerintah mengeluarkan PNPS karena KUHP tidak secara tegas mengatur hukum 
untuk tindakan penodaan agama. Walaupun sebenarnya sudah ada pasal-pasal yang 
membahas tindakan penodaan atau terkait kebencian terhadap suatu golongan. "Ada 
sebenarnya pasal yang mengatur (hukuman untuk tindakan) penodaan agama, tetapi 
saya berpendapat, tidak diatur secara tegas, secara eksplisit. Sementara hukum 
pidana itu harus gramatikal, mengatur secara tegas," tegas Djisman. Dia 
menyampaikan alasannya memaparkan itu semua. Tujuannya agar jalannya sidang 
kasus dugaan penodaan agama berlaku adil. Djisman khawatir jika prosedur keliru 
dijalankan, maka jalannya persidangan akan ke arah sesat. "Tidak ada hukuman 
tanpa kesalahan. Jika tidak, muncullah peradilan yang sesat," tutupnya. [noe]   
#yiv8477722956 #yiv8477722956 -- #yiv8477722956ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-mkp #yiv8477722956hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mkp #yiv8477722956ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mkp .yiv8477722956ad 
{padding:0 0;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mkp .yiv8477722956ad p 
{margin:0;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mkp .yiv8477722956ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-sponsor 
#yiv8477722956ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-sponsor #yiv8477722956ygrp-lc #yiv8477722956hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-sponsor #yiv8477722956ygrp-lc .yiv8477722956ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv8477722956 #yiv8477722956actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv8477722956
 #yiv8477722956activity span {font-weight:700;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv8477722956 #yiv8477722956activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv8477722956 #yiv8477722956activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv8477722956 #yiv8477722956activity span 
.yiv8477722956underline {text-decoration:underline;}#yiv8477722956 
.yiv8477722956attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv8477722956 .yiv8477722956attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv8477722956 .yiv8477722956attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv8477722956 .yiv8477722956attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv8477722956 .yiv8477722956attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv8477722956 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv8477722956 .yiv8477722956bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv8477722956 
.yiv8477722956bold a {text-decoration:none;}#yiv8477722956 dd.yiv8477722956last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv8477722956 dd.yiv8477722956last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv8477722956 
dd.yiv8477722956last p span.yiv8477722956yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv8477722956 div.yiv8477722956attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv8477722956 div.yiv8477722956attach-table 
{width:400px;}#yiv8477722956 div.yiv8477722956file-title a, #yiv8477722956 
div.yiv8477722956file-title a:active, #yiv8477722956 
div.yiv8477722956file-title a:hover, #yiv8477722956 div.yiv8477722956file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv8477722956 div.yiv8477722956photo-title a, 
#yiv8477722956 div.yiv8477722956photo-title a:active, #yiv8477722956 
div.yiv8477722956photo-title a:hover, #yiv8477722956 
div.yiv8477722956photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv8477722956 
div#yiv8477722956ygrp-mlmsg #yiv8477722956ygrp-msg p a 
span.yiv8477722956yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv8477722956 
.yiv8477722956green {color:#628c2a;}#yiv8477722956 .yiv8477722956MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv8477722956 o {font-size:0;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956photos div {float:left;width:72px;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956photos div div {border:1px solid 
#666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv8477722956
 #yiv8477722956reco-category {font-size:77%;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956reco-desc {font-size:77%;}#yiv8477722956 .yiv8477722956replbq 
{margin:4px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-mlmsg select, #yiv8477722956 input, #yiv8477722956 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-mlmsg pre, #yiv8477722956 code {font:115% 
monospace;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-mlmsg #yiv8477722956logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-msg 
p#yiv8477722956attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-reco #yiv8477722956reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-sponsor 
#yiv8477722956ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-sponsor #yiv8477722956ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-sponsor #yiv8477722956ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv8477722956 #yiv8477722956ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv8477722956 
#yiv8477722956ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv8477722956 

   
  • ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • ... 'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
      • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
        • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
    • ... 'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]

Kirim email ke