Komnas PA Khawatir, Anak Mengolok Teman dengan Sebutan Kafir

  
|  
|   
|   
|   |    |

   |

  |
|  
|   |  
Komnas PA Khawatir, Anak Mengolok Teman dengan Sebutan Kafir
 Komnas Perlindungan Anak menemukan fenomena di beberapa derah, anak-anak 
mengolok temannya yang berbeda agama de...  |   |

  |

  |

 
Bmo Wiwoho , CNN IndonesiaJumat, 12/05/2017 19:10 WIB   
   - Sebarkan:
    
   - 
    
   - 
    
   - 
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist 
Merdeka Sirait mengungkapkan kekhawatirannya perihal benih-benih kebencian 
berdasarkan aspek keagamaan yang telah menjamah anak-anak usia dini.

Arist mengatakan di beberapa derah muncul fenomena anak-anak mengolok temannya 
yang berbeda agama dengan sebutan kafir. "Kasusnya sama seperti bullying, 
tetapi kini verbalnya didasari identitas keagaaman. Itu mengkhawatirkan 
sekali," kata Arist, Jumat (12/5). 

Selain mengolok teman, Arist menemukan fenomena anak-anak yang mempersoalkan 
identitas kafir. Dia mengatakan Komnas PA pernah mendapat aduan dari guru 
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mengajak murid-muridnya mengunjungi suatu 
mall. 

"Mestinya kan muncul pertanyaan, mal itu apa gunanya. Tapi ada pertanyaan, itu 
malnya orang kafir atau bukan? Yang punya seagama atau tidak? Itu kan 
mengerikan," tutur Arist. 

Arist menyatakan kaget bukan kepalang saat mendapat laporan tersebut. Dia tidak 
menyangka bahwa benih kebencian yang bernuansa agama sudah mengontaminasi anak 
usia dini. Fenomena ini, kata Aris, terjadi di hampir semua provinsi.

| 
Lihat juga:
Komnas Anak Nilai Penguatan Keluarga Cegah Predator Anak |


Anak ‘korban’ politik orang tua

Berdasarkan temuan Komnas PA, ungkapan kebencian tidak hanya terjadi antara dua 
anak yang berbeda agama, tetapi juga anak yang beragama sama. Bagi mereka yang 
menganut agama serupa, olokan yang menyakitkan bernuansa agama karena faktor 
perbedaan pendapat. 

Dia mengatakan, ketika anak usia dini saja sudah terkontaminasi oleh benih 
kebencian berdasar agama, maka tidak heran jika hal serupa menjamah murid di 
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 

Misalnya, kata Arist, di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sempat ada aduan 
tentang sikap murid sekolah dasar yang berani mengancam teman sekelasnya, 
karena perbedaan pandangan agama. 

"Di sana ada anak-anak yang berani mengancam, nanti kubakar rumahmu," tutur 
Arist.

Arist menyangkal maraknya penggunaan kata 'kafir' dan sejenisnya merupakan 
dampak dari kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Arist mengaku 
mendapat aduan-aduan tersebut sejak 2015.

| 
Lihat juga:
Ahok: Mau Jadi Gubernur Saja Susah, Apalagi Jadi Wapres |

Arist menyayangkan ketika anak-anak turut dilibatkan dalam misi dan hasrat 
politik orang dewasa. Menurutnya, hal tersebut merupakan wujud eksploitasi anak 
untuk kepentingan-kepentingan politik. 

"Tidak jarang anak-anak diajak dan dilibatkan di berbagai aksi demonstrasi 
tanpa anak mengerti apanyang terjadi dapat mengancam keselamatan anak," ujar 
Arist. 

Arist menyerukan agar semua pihak turut aktif dalam menangkal benih-benih paham 
radikalisme dan intoleransi. Mereka yang harus paling aktif dalam mengemban 
tugas itu menurut Arist antara lain orang tua, tenaga pengajar, dan tokoh agama.

"Menyerukan dan mengajak semua pihak khususnya keluarga dan masyarakat untuk 
tidak melibatkan anak-anak dalam segala bentuk aksi-aksi untuk kepentingan 
orang dewasa," kata Arist.

| 
Lihat juga:
Ada 88 Kasus Penodaan Agama Terjadi di Era Reformasi
  
|  
|   
|   
|   |    |

   |

  |
|  
|   |  
Ada 88 Kasus Penodaan Agama Terjadi di Era Reformasi
 Setara Institute mencatat ada 97 kasus penodaan agama yang terjadi di 
Indonesia sejak tahun 1965. Sebanyak 88 ka...  |   |

  |

  |

 
 |

  • [GELORA45] Komnas PA Kha... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke