http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/22864/Reshuffle-dan-Jejak-Merah-Sri-Mulyani


Reshuffle dan 'Jejak Merah' Sri Mulyani

02 Juli 06:03 | Dilihat : 102

[image: Reshuffle dan 'Jejak Merah' Sri Mulyani] Menkeu Sri Mulyani

Konon, Presiden Jokowi segera mengocok ulang kabinetnya usai Lebaran ini.
Berbarengan dengan itu, entah dari mana sumbernya, gosip Menkeu Sri Mulyani
Indrawati bakal menjadi Menko Perekonomian belakangan makin santer saja.
Tapi amanya juga gosip, bisa benar bisa juga salah.

Terlepas benar-tidaknya gosip yang ini, saya* kok *jadi benar-benar
khawatir. Saya khawatir bahkan takut kalau gosip Ani, begitu dia biasa
disapa, benar-benar akan didapuk menjadi Menko Perekonomian. Di samping,
tentu saja, saya tetap berharap seperti gosip-gosip lain, yang ini juga
tetap menjadi gosip belaka dan bakal menguap seiring berjalannya waktu.

Sosok perempuan kelahiran Lampung, Agustus 1962 ini memang benar-benar
kontroversial. Di kalangan pendukungnya, Ani adalah *Wonder Woman* yang
gagah perkasa dan sakti mandraguna. Kebanggaan mereka kian membuncah,
manakala ibu tiga anak ini diganjar dengan berbagai gelar gemerlap oleh
kalangan ‘pasar’. Yang terbilang mencorong adalah penghargaan sebagai
Menkeu terbaik Asia.

Tapi sekadar mengingatkan saja, yang dimaksud dengan ‘pasar’ di sini
bukanlah pasar tradisional dengan para *mbok bakul *sayur yang sudah menata
dagangannya sejak matahari belum lagi terbit. Jangan juga dibayangkan pasar
yang dimaksud area yang umumnya becek dan pengap, dengan hingar-bingar
tawar-menawar memperebutkan seribu dua ribu perak selisih harga oleh si
pembeli dan penjual. Bukan, bukan pasar yang ini.

Pasar yang memuja-muji Ani adalah lembaga keuangan internasional seperti
IMF, Bank Dunia, dan ADB. Pasar di sini adalah para investor, baik lokal
maupun, terutama, asing. Mereka inilah yang bermain dan malang-melintang di
bursa-bursa internasional, di *paper market *yang memperdagangkan berbagai
komoditas maya, termasuk *currency*, yang nyaris abai dengan underlying
produk yang ditransaksikan. Mereka mendikte perekonomian dunia dari
pasar-pasar maya. Seolah-olah nasib perekonomian dunia berada di
ujung-ujung jemari mereka yang menekan keyboard komputer dan atau laptop
belaka.

Tulisan yang membahas bagaimana Ani adalah *good girl-*nya pasar sudah
terlampau banyak. Bagaimana sepak terjangnya selaku Menkeu yang banyak
menguntungkan para majikan asingnya, juga lumayan sering diangkat. Salah
satu jasa besarnya adalah, dia banyak menerbitkan surat utang negara alias
obligasi dengan yield supertinggi sehingga laris-manis diborong asing.

Banyak merugikan negara

Terlepas rekam jejaknya selaku pejuang neolib yang moncer buah polesan
media *mainstream*, rakyat Indonesia juga tidak lupa sepak terjangnya yang
merugikan negara. Beberapa di antaranya bahkan ditenggarai berbau aksi
kriminal. Namun anehnya, hingga kini kasus-kasus tersebut menguap tanpa
jelas nasibnya.

Pada 2006, misalnya, selaku Menkeu dia menyetujui langkah Dirjen Pajak
Darmin Nasution yang mengurangi pembayaran pajak Haliburton, perusahaan
milik mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney, senilai Rp21,7 miliar. Pada
kasus ini, Darmin meneken pengurangan pajak Haliburton haya dalam tempo 12
hari kerja. Padahal, Dirjen Pajak sebelumnya Hadi Purnomo konsisten menolak
meng-ACC selama empat tahun berturut-turut.

Sebagai Menkeu di Era SBY, Sri Mulyani pernah meminta pembebasan skandal
pajak Paus Tumewu (bos PT Ramayana Lestari Santoso). Paulus dituduh
mengecilkan omset Ramayana Lestari dan tidak mengisi surat pemberitahuan
pajak (SPT) dengan benar. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp399 miliar.
Kasus pajaknya telah dinyatakan P-21 alias lengkap oleh Bareskrim Mabes
Polri dan siap dilimpahkan ke Kejaksaann pada akhir 2005.

Tapi, atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus
ini. Padahal dalam kasus pidana pajak Paulus Tumewu sempat ditahan di
Bareskrim selama 90 hari. Namun dengan dalih telah menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP), Paulus hanya dikenai kewajiban membayar Rp7,99
miliar. Anehnya, hingga artikel ini ditulis, Ani tidak pernah bisa
menunjukan SKP yang diterbitkannya itu.

Jejak suram lainnya adalah ketika selaku Menkeu dia melakukan reformasi
perpajakan di era Presiden SBY. Tidak tanggung-tanggung, dana yang
digelontorkan mencapai US$500 juta. Sayangnya, duit itu bersumber dari
pinjaman Bank Dunia. Ini jelas pemborosan yang keterlaluan. Reformasi
perpajakan yang dijanjikannya ternyata majal alias tidak membuahkan hasil
seperti yang diharapkan. Bahkan, pada era itu juga mencuat skandal Gayus
Tambunan, pegawai Pajak golongan III yang punya simpanan ratusan miliar
rupiah.

Sepanjang periode 2006-2010, sebagai Menkeu Ani juga sukses mengembungkan
utang negara sebesar Rp473,3 triliun dalam bentuk surat berharga negara
(SBN). Jumlah ini tidak termasuk utang yang dibuatnya saat menjadi Menkeu
babak kedua, yaitu sejak Juli 2016 hingga hari ini sebagai buah reshuffle
kabinet Jokowi.

Dan,* last but not least, *publik juga belum lupa skandal Bank Century yang
merugikan negara Rp6,7 triliun. Sebagai Menkeu, saat itu dia juga menjadi
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Nah posisinya inilah yang
punya peran penting dalam skandal Bank Century. Di pengadilan, namanya
jelas-jelas disebut turut terlibat. Namun hingga kini, skandal dengan
kerugian tiga kali lipat dari korupsi E-KTP itu cuma berhasil menjebloskan
mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya 15 tahun ke penjara.
Sedangkan Sri dan Boediono (saat itu Gubernur BI) yang berperan sentral,
bisa melenggang lolos dari jerat hukum.

Sekadar membuka file lama saja, saat skandal Bank Century merebak DPR,
khususnya PDI-P, termasuk yang galak menyalak. Pada 2010, Ketua DPR Fraksi
PDI Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya secara resmi menolak kehadiran
Menteri Keuangan Sri Mulyani mewakili pemerintah dalam setiap sidang, baik
di Komisi XI maupun Badan Anggaran. Namun dalam reshuffle tahun lalu yang
membawa Ani kembali ke lingkaran kabinet, PDIP ternyata memilih bungkam,
sampai hari ini.

Jadi, berbincang soal Sri Mulyani, kita tidak saja bicara soal pejabat yang
tanpa prestasi selain mengobral utang dengan bunga supertinggi. Kita juga
bukan sekadar berbicara Menkeu yang rajin memangkas anggaran yang berakibat
kontraksi. Tapi kita juga tengah bicara seorang pejuang neolib yang dalam
banyak kebijakannya banyak merugikan kepentingan bangsa dan rakyat
Indonesia. Lebih dari itu, kita juga bicara tentang pejabat publik yang
belum tuntas dari belitan skandal korupsi Bank Century dengan kerugian
negara Rp6,7 triliun.

Semua kisah tadi sudah menjadi informasi publik yang mudah diakses. Tidak
sulit bagi Presiden untuk menelusurinya. Akan jadi pertanyaan besar, jika
Jokowi kelak, akan mempertahankan bahkan menjadikan Sri Mulyani sebagai
Menko Perekonomian.

Semestinya kali ini Presiden tidak lagi berjudi dengan nasib perekonomian
nasional. Jangan pernah memasang kembali figur-figur neolib yang sama
sekali tidak layak, apalagi penuh catatan merah, di jajaran tim ekonomi.
Jokowi hendaknya ingat kembali Nawacita dan Trisakti yang jadi andalannya
saat kampanye Capres 2014. Jangan biarkan rakyat kecewa dan menuduh
Nawacita dan Trisakti hanyalah dagangan untuk merebut simpati dan suara
pemilih, untuk kemudian dicampakkan ke comberan. (*)


Jakarta, 2 Juli 2017

*Edy Mulyadi*
*Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)*

Sri Muyani <http://www.suara-islam.com/tags/Sri-Muyani>Menkeu
<http://www.suara-islam.com/tags/Menkeu>EKonomi
<http://www.suara-islam.com/tags/EKonomi>Neolib
<http://www.suara-islam.com/tags/Neolib>

Share On Facebook
<http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/22864/Reshuffle-dan-Jejak-Merah-Sri-Mulyani#>
Share
On Twitter
<http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/22864/Reshuffle-dan-Jejak-Merah-Sri-Mulyani#>
Share
On Google+
<http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/22864/Reshuffle-dan-Jejak-Merah-Sri-Mulyani#>

Kirim email ke