Jumat 08 Sep 2017, 16:41 WIB
 Melihat Seberapa Besar Ketimpangan yang Terjadi di RI 
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3634624/melihat-seberapa-besar-ketimpangan-yang-terjadi-di-ri
 
 Ardan Adhi Chandra - detikFinance
 

 

 Foto: dok detikfoto

 

 Jakarta - Angka ketimpangan atau rasio gini di Indonesia per Maret 2017 
sebesar 0,393. Angka ini turun tipis dibandingkan posisi sebelumnya 0,397.

Ketimpangan merupakan satu elemen penting dalam pembangunan ekonomi selain dari 
kemiskinan, pengangguran, dan indeks pembangunan manusia. Keempat indikator 
tersebut menjadi bahan evaluasi setiap tahunnya untuk mengukur keberhasilan 
pembangunan.

Data pemerintah menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 16 tahun 
terakhir tercatat tumbuh rata-rata 5,3%. Jumlah penduduk miskin di 2017 sebesar 
27,77 juta juga tercatat turun dibandingkan tahun 2000 yang sebanyak 38,74 
juta. Begitu juga tingkat kemiskinan yang pada 2017 berada di posisi 10,64% 
atau turun dari posisi tahun 2.000 sebesar 19,14%.


 
 
Jumlah pengangguran juga tercatat turun dari tahun 2005 sebanyak 11,90 juta ke 
7,14 juta di 2017. Begitu juga tingkat pengangguran yang turun dari tahun 2005 
sebesar 11,24% ke 5,33% di 2017.

Dengan pencapaian tersebut, pekerjaan rumah pemerintah pun belum selesai. 
Pasalnya gini rasio atau ketimpangan masih harus ditekan. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan 
Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan 
ketimpangan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan 
konsumsi riil di tiga kelompok masyarakat, yaitu 40% terbawah, 40% menengah, 
dan 20% teratas.

"Ada beberapa kelompok 10% terendah pertumbuhan setahun terakhir lebih lambat 
dari 4,4% ke 3,4%," kata Bambang, dalam Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian 
Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2017). 

Rasio gini yang saat ini berada di level 0,393 pun terus mengalami penurunan 
sejak 2011 lalu sebesar 0,410. Sedangkan rasio gini terendah terjadi di 1999 
sebesar 0,308.

Naik turunnya rasio gini juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan 
ekonomi yang tinggi jika tidak disertai pemerataan maka dapat meningkatkan 
rasio gini alias ketimpangan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus disertai 
pemerataan sehingga manfaatnya bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia.

"Pertumbuhan ekonomi belum bisa diikuti pemerataan. Pemerintah harus hadir 
supaya tidak menyebabkan pelebaran ketimpangan," ujar Bambang.

Rasio gini atau ketimpangan lebih dapat dirasakan di perkotaan dibandingkan 
pedesaan. Jika ketimpangan saat ini berada di level 0,393, di perkotaan bisa 
berada di level 0,407 dan di pedesaan 0,320.

Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi ketimpangan adalah terbatasnya akses 
terhadap pelayanan dasar di kelompok masyarakat terbawah. Beberapa masyarakat 
masih terbatas aksesnya untuk menikmati pendidikan, kesehatan, rumah, air 
bersih, hingga listrik. 

Selain itu, ketimpangan kualitas pekerjaan juga terjadi antara mereka yang 
terampil dan kurang terampil. Mereka yang memiliki keterampilan alias skill 
yang kini sulit naik kelas dari sisi pekerjaan yang berimbas pada penghasilan. 

"Ketimpangan kualitas pekerjaan orang kurang terampil terjebak pekerjaan dan 
produktivitas rendah, susah naik kelas," ujar Bambang. (ara/wdl)

 

Kirim email ke