Di tengah gemuruh tepuk dada pemerintah yang katanya berhasil menaklukkan Freeport ada hal yang belum terang pada butir kesepakatan tentang jaminan stabilitas penerimaan negara, karena butir ini langsung ditanggapi Freeport dengan permintaan serupa dari sisi mereka yaitu, jaminan stabilitas investasi. Ya, Freeport meminta negara Indonesia (diwakili Jokowi) untuk membuat perjanjian tertulis yang menjamin keamanan investasi mereka berdasarkan ketentuan ISDS (investor-state dispute settlement). Kabarnya, Menteri ESDM, Jonan, menolak permintaan ini (bagus!) tetapi belum terdengar jawaban pasti dari Jokowi. Artinya, selain harga divestasi yang tidak jelas, permintaan jaminan tertulis ini membuat kelanjutan dari cerita penaklukkan Freeport tetap gelap gulita. Sebab, bisa saja Jonan berkeras menolak dan akhirnya terkatung-katung lagi (toh masih ada waktu berunding hingga 2021). Atau, bisa jadi pemerintahlah yang akhirnya takluk lalu menuliskan janji untuk menjamin stabilitas investasi (baca: keuntungan) Freeport. Padahal, sekarang saja untuk menekan pengeluaran, Freeport bebas memecat pekerja dan pemerintah melengos pura-pura lagi sibuk bagi-bagi sepeda. Nah, belum lagi persoalan dengan investor Amerika itu jelas, bakal datang lagi persoalan sejenis dari kalangan investor Uni Eropa. Dalam proposal perundingan yang berlangsung 11-15 September barusan, pihak UE ternyata tetap memasukkan pasal perlindungan investor yang juga mengacu pada ISDS. “Penyertaan bab investasi dalam proposal CEPAakan membatasi kemampuan Indonesia untuk mengatur kepentingan publik.Contohnya, klausa standar perlindungan investor yang ditegaskan dalam ISDS,memperbolehkan investor asing untuk menuntut negara apabila kebijakan kepentinganpublik dilihat berdampak negative pada keuntungan yang diharapkan mereka.” Nekolim memang nyata adanya. - 10 September 2017 *Joint Press Release*Indonesia for Global Justice dan SOMONetherland “Perjanjian Perdagangan Uni EropaMengancam Hak Asasi Manusia di Indonesia” Amsterdam/Jakarta, September 5th 2017 –The Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), adalah perjanjianperdagangan dan investasi yang sedang dinegosiasikan antara Uni Eropa danIndonesia, perjanjian tersebut memiliki ancaman yang serius bagi situasi hakasasi manusia di Indonesia, berdasarkan laporan terbaru oleh Indonesia forGlobal Justice (IGJ), the Transnational Institute (TNI) and the Centre forResearch on Multinational Corporations (SOMO). Laporan tersebut dirilis padaminggu sebelum negosiasi ronde ketiga di Brussels, 11-15 September 2017, danmendesak pemerintah yang berpatisipasi untuk melakukan penilaian lebih lanjutatas dampak terhadap Hak Asasi Manusia sebagai informasi pada tahap negosiasi. Negosiasi Indonesia-Uni Eropa CEPAdimulai pada tahun 2016 dan diharapkan untuk selesai pada tahun 2019. Uni Eropadan Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Association of Southeast AsianNations (ASEAN), merupakan partner perdagangan yang penting. Negosiasi tersebutmencakup berbagai isu, termasuk tariff, non-tariff barriers, perdagangan jasadan investasi, perdagangan aspek pengadaan public, peraturan kompetisi dan hakkekayaan intelektual, dengan berbagai dampak yang berpotensi dalam perkembanganyang berkelanjutan dan hak asasi manusia.. Perlindungan investasi dan ISDSmembahayakan hak asasi manusia Penyertaan bab investasi dalam proposalCEPA akan membatasi kemampuan Indonesia untuk mengatur kepentingan publik.Contohnya, klausa standar perlindungan investor yang ditegaskan dalam ISDS,memperbolehkan investor asing untuk menuntut negara apabila kebijakan kepentinganpublik dilihat berdampak negative pada keuntungan yang diharapkan mereka.Laporan diatas menggarisbawahi bahwa kesepakatan berbasis ISDS harusditinggalkan seluruhnya karena hal tersebut dinilai bertentangan dengankewajiban pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia. Rachmi Hertanti, Direktur EksekutifIndonesia for Global Justice (IGJ): “Perlindungan investasi tidak bolehbertentangan dengan ruang kebijakan untuk memenuhi hak asasi manusia. Sebuahsistem yang memungkinkan perusahaan multinasional untuk mempengaruhi pilihankebijakan dalam negeri dengan mengancam untuk membawa klaim jutaan dolar tidakdapat diterima”Indonesia telah menerima beberapa klaimtuntutan investasi jutaan dolar dan telah dipaksa untuk mengurangi kebijakanpembangunan domestik dan mengabaikan peraturan lingkungan yang lebih ketat. “CEPA harus tegas menetapkan prioritashukum hak asasi manusia atas undang-undang perdagangan dan investasi,” kataRoeline Knottnerus, salah satu kontibutor pada laporan untuk SOMO dan TNI. “Dampakhak asasi manusia dan lingkungan dari CEPA harus dinilai baik ex ante dan(secara berkala) ex post, yang mengarah pada amandemen kesepakatan apabila adahasil negatif.” Hertanti (IGJ): “Penilaian Dampak HakAsasi Manusia yang berdedikasi harus segera dilakukan untuk memanduperundingan. Dampak potensial dari CEPA juga menuntut proses yang lebihtransparan dan keterlibatan penuh parlemen nasional.” Note for the press:The report Human rights as a key issue inthe Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement can be downloadedhere: https://igj.or.id/human-rights-as-a-key-issue-in-the-indonesia-eu/or https://www.tni.org/en/publication/human-rights-as-a-key-issue-in-the-indonesia-eu-comprehensive-economic-partnershipor https://www.somo.nl/human-rights-key-issue-indonesia-eu-comprehensive-economic-partnership-agreement/ Contact info: Rachmi Hertanti: +62=8174985180 or email:rachmihertanti@gmail.comRoeline Knottnerus: +31 624867442 or peremail: r.knottne...@somo.nl
[GELORA45] Perjanjian Perdagangan Uni Eropa Mengancam Hak Asasi Manusia di Indonesia
ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45] Sun, 17 Sep 2017 09:44:55 -0700