Tito Karnavian: Korban perkosaan bisa ditanya oleh penyidik 'apakah nyaman' selama perkosaan? | | | | | | | | | | | Tito Karnavian: Korban perkosaan bisa ditanya oleh penyidik 'apakah nyam... Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut selama proses hukum, polisi dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sens... | | | - 8 jam lalu - Bagikan artikel ini dengan Facebook - Bagikan artikel ini dengan Twitter - Bagikan artikel ini dengan Messenger - Bagikan artikel ini dengan Email - Kirim Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionKapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut kelompok LGBT yang memamerkan tubuh telanjang dapat dijerat UU Pornografi. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyatakan dalam kasus pemerkosaan, terkadang polisi harus bertanya kepada korban, apakah merasa baik-baik saja setelah diperkosa dan apakah selama pemerkosaan merasa nyaman. "Pertanyaaan seperti itu yang biasanya ditanyakan oleh penyidik sewaktu dalam pemeriksaan, untuk memastikan, apakah benar korban diperkosa atau hanya mengaku diperkosa, untuk alasan tertentu," jelas Tito. Dalam percakapan dengan BBC Indonesia, Jenderal Tito mengatakan bahwa Indonesia saat ini ada di persimpangan jalan, sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan, membuat terkadang polisi dihadapkan pada dilema antara menegakkan hukum dengan menjaga ketertiban sosial. - 'Korban perkosaan ditempatkan sekelas dengan pemerkosanya' - 'Spa gay' digerebek, pegiat kritik polisi gunakan UU Pornografi yang 'targetkan LGBT' - Wawancara khusus BBC: Novel Baswedan tolak tim gabungan Polri-KPK __________________________________________________________________ Penjelasan tentang pertanyaan terkait perkosaan - Kapolri Jenderal Tito Karnavian Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan penjelasan lebih lanjut kepada BBC Indonesia menyangkut pertanyaan yang bisa diajukan penyidik untuk korban perkosaan. Berikut penjelasannya. 1. Unsur pidana perkosaan dalam Pasal 285 KUHP adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, dan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh. Dengan unsur-unsur tersebut, maka variabel penentu untuk mengkualifikasi ada tidaknya suatu tindak pidana perkosaan adalah pada unsur consent/persetujuan kedua belah pihak. 2. Istilah "nyaman" dan "tidak nyaman" adalah diksi dan bahasa operasional yang digunakan oleh penyidik untuk bertanya dalam proses pemeriksaan untuk mencari tahu ada atau tidaknya persetujuan. Karena itu tidak ada maksud reviktimisasi terhadap pelapor/korban perkosaan. 3. Perlu diketahui, banyak kasus laporan perkosaan yang dilatarbelakangi oleh praktik ingkar janji pasangan untuk menikahi. Jika kasusnya seperti ini, maka itu bukanlah bentuk tindak pidana perkosaan melainkan ingkar janji/penipuan. Dalam diskursus tentang kekerasan terhadap perempuan, praktik ingkar janji dalam masa pacaran adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang juga harus ditangani secara hukum. 4. Demikian juga kasus perkosaan adalah jenis tindak pidana yang perlu penanganan khusus, termasuk memastikan akurasi dan ketersediaan bukti dalam rentang waktu yang cukup lama dari proses in take hingga penyidikan dan penuntutan. Karena itu kebutuhan memastikan adanya consent atau tidak consent menjadi pelindung bagi mereka yang benar-benar menjadi korban kekerasan. ___________________________________________________________________ Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Tito juga angkat bicara tentang tuduhan kesewenang-wenangan Polri dalam pemidanaan kelompok LGBT, terutama adanya dugaan pertanyaan tendensius yang melecehkan secara seksual. Pada tahun 2017, hingga pertengahan Oktober, polisi tercatat setidaknya enam kali menindak kelompok LGBT. Penggerebekan terakhir terjadi di sebuah spa yang diduga khusus gay, di Jakarta Pusat. Polisi telah menetapkan enam tersangka dengan menggunakan UU 44/2008 tentang Pornografi. - "Banyak LGBT Aceh yang pintar tapi sekarang takut dan pergi" - Keluarga Yuyun pindah karena 'tidak nyaman' dengan keluarga pemerkosa - Seorang pemerkosa diberi hak asuh anak yang dilahirkan korbannya Saat menerima Tim BBC Indonesia yang terdiri dari Rebecca Henschke, Haryo Wirawan, dan Abraham Utama di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/10), Tito Karnavian menjawab juga sejumlah pertanyaan terkait wacana pembentukan Densus Tindak Pidana Korupsi yang ditentang Wakil Presiden Jusuf Kalla dan kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan yang tak kunjung tuntas. Berikut petikan wawancara khusus tersebut. Belakangan ini semakin polisi kerap menindak kelompok LBGT, apa dasarnya? Kepolisian hanya menegakan hukum, selama peraturan telah disahkan, kami harus menegakkannya. Namun homoseksualitas tidak melanggar hukum Indonesia... Tapi tindakan pornografi secara eksplisit dilarang. Menunjukkan tubuh telajang di muka publik merupakan bagian pornografi dan dapat dipidanakan. Tapi komunitas LBGT menyebut klub yang digrebek polisi tidak terbuka untuk umum? Orang-orang membayar untuk masuk ke sana, setiap orang bisa masuk dan bergabung. Itu terbuka untuk publik meskipun dalam komunitas spesifik. Tapi jelas itu bagian dari pornografi dan masuk perbuatan pidana. - Majalah Singapura picu kemarahan karena 'salahkan' korban perkosaan - Guru Gurmeet Ram Rahim Singh dihukum 20 tahun karena perkosaan - Peserta 'pesta seks gay' diperiksa 'dalam keadaan telanjang,' tindakan polisi dikecam Mereka mengaku polisi melecehkan seksualitas mereka? Saya tidak membenarkan bawahan saya melakukan itu. Mereka harus profesional menjalankan rule of law dan tidak seharusnya melampaui prinsip itu. Informasi itu akan saya tindaklanjuti ke investigasi internal. Namun di sisi lain, Indonesia memiliki peraturan yang tegas tentang pornografi. Indonesia bukan Australia, Inggris atau Amerika Serikat. Kami punya budaya tersendiri. Di negara Barat, gay dan lesbian mungkin bukan persoalan, tapi di Indonesia, ini adalah isu yang sangat sensitif. Bukankah Presiden Jokowi bilang kita harus melindungi kelompok minoritas? Indonesia saat ini ada di persimpangan jalan, sebagai negara yang religius menuju negara demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan. Terkadang ini menjadi hal dilematis bagi kepolisian karena kami tidak hanya menegakkan hukum tapi juga menjaga ketertiban sosial dan budaya. Tidak semua peraturan yang ada saat ini memastikan dijaganya kepentingan publik. Polisi juga kadang-kadang harus mengambil diskresi untuk merespon situasi yang mengancam ketertiban sosial. Polisi terlihat seperti menentukan sendiri hal benar dan yang salah? Kami hanya menegakkan UU Antipornografi karena memperlihatkan tubuh telanjang merupakan perbuatan pidana. Mudah saja bagi kami, karena hukum memang melarangnya. Hak atas fotoAFPImage captionEmpat belas orang diciduk dan delapan di antaranya menjadi tersangka dalam apa yang disebut polisi pesta gay di Surabaya, April lalu. Dalam interogasi, beberapa polisi disebut berpura-pura memperagakan hubungan seks sesama jenis untuk melecehkan komunitas gay yang ditangkap. Apa tindakan anda? Tergantung, apakah para polisi itu memang benar-benar telah melanggar kode etik. Ada badan internal kepolisian yang akan memutuskan itu. Kami memiliki sejumlah opsi hukuman untuk perbuatan semacam itu. Kalau benar terjadi, bisa saja perbuatan itu menjadi akhir karir si penyelidik. Isunya adalah, apakah ada pertanyaan sensitif yang diajukan penyelidik dalam penyelidikan? Sebagai investigator, mereka harus memahami nuansa dan latar belakang terjadinya perbuatan pidana. Terkadang polisi harus mengajukan pertanyaan sensitif untuk mendapatkan gambaran utuh dari perbuatan pidana yang dituduhkan. Misalnya dalam kasus pemerkosaan, terkadang polisi harus bertanya kepada korban, apakah Anda merasa baik-baik saja setelah diperkosa? Pertanyaan semacam itu sangat penting. Jika saya diperkosa, bagaimana perasaan saya selama pemerkosaan terjadi, apakah nyaman? Jika nyaman, itu bukan pemerkosaan. - Pelaporan Ketua KPK dan Novel Baswedan 'untuk lemahkan KPK' - Wawancara khusus BBC: Novel Baswedan tolak tim gabungan Polri-KPK - Kasus Novel Baswedan: Kapolri menghadap presiden 'diam-diam' Hal yang sama juga berlaku untuk pemeriksaan kasus pornografi. Bagaimana perasaan Anda mengekspos tubuh Anda? Mungkin mereka tidak akan nyaman dengan pertanyaan ini karena menyinggung privasi. Tapi polisi harus mengajukan pertanyaan seperti ini untuk memahami perkara yang sebenarnya. Saya tidak dapat menjawab tindakan bawahan saya benar atau salah. Tapi informasi itu berharga bagi saya. Hak atas fotoPOLDA METROImage captionSebanyak 141 orang dibawa ke Polres Jakarta Utara, April 2017, karena diduga terlibat pesta seks gay. Anda menyebut upaya mengungkap perkara penyerangan Novel Baswedan lebih sukar dibandingkan kasus Bom Bali? Berdasarkan pengalaman saya, serangan hit and run lebih sulit diungkap daripada kasus yang metodenya hit and stay. Dalam konteks Bom Bali, serangan Thamrin dan bom Kampung Melayu, meskipun kasus itu besar dan kompleks, tapi pelaku meninggalkan banyak bukti untuk polisi. Di Kampung Melayu, dalam waktu cepat kami bisa mendapatkan tubuh pelaku. Kami bisa mendapat DNA atau sidik jari. Novel menyebut kepolisian tidak melakukan cukup upaya menyelesaikannya. Kepolisian terus berusaha. Kami sudah menggali keterangan 50 saksi dan menangkap lima orang, tapi tidak satu pun dari mereka terbukti menyerang Novel. Kami juga sudah mengumpulkan dan mengembangkan banyak rekaman CCTV. Hak atas fotoROMEO GACAD/AFPImage captionSebelum menjabat Kapolri, Tito Karnavian dikenal sebagai pakar terorisme. Apakah Novel Baswedab menyebut nama jenderal yang diduganya terlihat kasus ini? Kami sudah mengirim personel kami ke Singapura untuk menggali keterangan Novel. Dia tidak menyebut jenderal. Hanya orang-orang yang dituduhnya, tanpa menyebut secara spesifik nama atau bukti. Saya tidak bisa menentukan tenggat waktu penyelesaian kasus ini. Ini adalah kasus penting. Ada sejumlah kasus penyerangan lain yang juga tidak terselesaikan karena perkaranya terlalu kompleks, misalnya pelemparan bom molotov di Kedutaan Myanmar dan satu masjid di Yogyakarta. Setiap rapat dengar pendapat di DPR, saya juga selalu ditanya soal kasus pembunuhan suami-isteri yang terjadi tujuh tahun lalu di Kalimantan Barat dan pembunuhan kolega anggota Komisi III di Jakarta Barat. Hak atas fotoDOKUMENTASI KELUARGAImage captionNovel Baswedan saat menjalani perawatan di Jakarta usai peristiwa penyerangan dengan air keras. Ada apa sebenarnya di balik ide membentuk Densus Tipikor? DPR dan media massa mempertanyakan peforma kepolisian menindak kasus korupsi. Kami kerap dibandingkan dengan KPK. Dari segi jumlah, kami sebenarnya sudah menyelidiki dan menyelesaikan banyak perkara, tapi publik mengharapkan lebih. Apakah lembaga ini benar-benar dibutuhkan? Kami harus merevisi struktur internal karena direktorat tipikor tidak terpusat. Di kantor pusat, terdapat kurang dari 100 perwira di direktorat itu, tapi di berbagai tingkat kepolisian daerah juga ada unit tipikor. Di tingkat polda ada 20-40 perwira, padahal jumlah penduduk Jawa Barat misalnya, ada lebih dari 40 juta orang. Sementara itu di setiap polres, ada sekitar 15-20 perwira di unit penindakan korupsi. Saya ingin ada satu unit khusus yang terpusat seperti Densus 88. Mereka sangat berhasil meminimalisir kasus terorisme karena bekerja di bawah satu komando. Mereka memahami jejaringnya. - Kapolri usul Densus Tipikor dipimpin tiga lembaga hukum, Jaksa Agung menolak - Cerita korban Harvey Weinstein: 'Awalnya memijat, kemudian memperkosa saya' - Densus anti-korupsi Polri akan 'menjadi ajang perseteruan dengan KPK' Bukankah korupsi selama ini memang lebih efektif ditindak oleh KPK? Apakah Anda ingin KPK menjadi permanen atau tetap adhoc? KPK dibangun untuk menjadi lembaga sementara, mengambil-alih dan memicu penindakan kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan Agung. Berdasarkan sistem yang ada saat ini, penyidik di bagian tipikor juga bertugas sebagai analis dan pengawas. Densus 88 kuat karena setiap tugas itu dipisahkan: analis, penyidik, penyedia data serta mereka yang bertugas di bidang rehabilitasi dan pencegahan. Ini persoalan manajemen dan struktur kelembagaan. Wacana ini ingin meniru Densus 88.
[GELORA45] 'apakah nyaman' selama perkosaan?
Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45] Thu, 19 Oct 2017 08:23:24 -0700