http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/22555631/dokumen-as-soal-tragedi-1965-perkuat-putusan-hakim-ipt-1965
<http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/22555631/dokumen-as-soal-tragedi-1965-perkuat-putusan-hakim-ipt-1965>
 
 
Dokumen AS soal Tragedi 1965 Perkuat Putusan Hakim IPT 1965
 
 
International People's Tribunal 1965 menganggap 39 dokumen tentang 
pembunuhan massal pasca-Gerakan 30 September 1965 yang disimpan pemerintah 
Amerika Serikat (AS) bukan hal baru.
 
Hal itu diungkapkan, Re­search and Data Collection IPT 1965, Sri Lestari 
Wahyuningrum di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Jumat 
(201/10/2017).
 
"Dokumen itu bagian yang sangat dipertimbangkan hakim ketika memutuskan 
keterlibatan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dalam genosida di 
Indonesia," kata Ayu sapaan Sri Lestari Wahyuningrum.
 
Meski demikian, kata Ayu, 30.000 halaman dokumen itu membuktikan dan 
memperkuat keputusan final majelis IPT kasus 1965 yang menyebut ada 10 
tindakan kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965.
Dari keputusan tersebut, majelis hakim menyatakan Indonesia bersalah dan 
harus bertanggung jawab atas kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
 
"Ini justru meneguhkan dan menguatkan putusan hakim IPT 1965," kata Ayu.
 
(Baca juga: Adakah Pelanggaran Berat HAM dalam Kasus 1965?)
 
Karena itu, ia pun mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 
melakukan penyelidikan lanjutan atau penyelidikan ulang atas kejahatan 
kemanusiaan dan genosida dengan adanya dokumen tersebut.
Bahkan, kata Ayu, ini termasuk pada kasus-kasus kejahatan serius lainnya 
seperti penghilangan paksa 1997-1998 atau kerusuhan Mei 1998.
 
"Sampai saat ini pelaku kejahatan 1965 melakukan persekusi kepada yang 
dituduh komunis. Polanya berulang terus. Di Aceh, Papua, Timor Leste, 
Talangsari, Tanjung Priok lainya inventornya pelaku 1965," kata dia.
 
Tak hanya itu, Ayu menyatakan, Pemerintah Indonesia juga harus mengambil 
langkah nyata sebagai bagian dari penyelesaian berkeadilan bagi hak-hak 
korban 1965 baik secara yudisial dan non-yudisial dengan membentuk Komite 
Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Klarifikasi Sejarah.
 
"Historical justice penting dalam tahap ini. Sebab tanpa itu tidak mungkin 
ada proses lanjutan lainnya karena itu basis fakta empirik yang kami ingin 
jalankan," kata dia.
 
Terakhir, Ayu berharap masyarakat internasional mendukung tugas pelapor 
khusus PBB untuk pemajuan hak-hak korban atas kebenaran, keadilan, reparasi 
dan jaminan tidak terulangnya kekuatan serius di masa lampau.
"Pemerintah pun juga harus ambil langkah nyata mengakhiri impunitas dan 
mewujudkan empat pilar hak-hak korban tersebut di masa kini dan mendatang," 
tutur Ayu.
 
(Baca juga: Dibukanya Dokumen AS soal 1965 Dinilai Jadi Momentum Ungkap 
Kebenaran)
 
 
39 dokumen
 
Dilansir dari BBC Indonesia, sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal 
tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika. Dokumen 
menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat terkait pembunuhan 
massal pasca-1965.
 
Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan 
catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. 
Isinya antara lain seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk 
efek selanjutnya berupa pembantaian massal.
 
Data dan fakta ini dinilai menguak sebagian tabir yang selama ini masih 
tertutup rapat dalam sejarah Indonesia. Selama ini, negara, terutama 
Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau mengkaji ulang 
sejarah kelam tragedi 1965.
 
Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi 
tunggal bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka 
yang memang terkait pembunuhan para jenderal dan upaya pengambil alihan 
kekuasaan pada 30 September 1965.
 
Para anggota dan simpatisan PKI itu "kebingungan dan mengaku tak tahu soal 
30 September," tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk 
Indonesia pada 20 November 1965.
 
(Baca juga: Soal Dokumen Peristiwa 1965, Ryamizard Akan Tanya ke Menhan AS)
 
 
Pemerintah hati-hati
 
Pemerintah Indonesia sendiri tidak akan bertindak gegabah atas pengungkapan 
dokumen tersebut di AS.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Indonesia tidak bisa 
begitu saja mempercayai dokumen yang dari negara lain. Karena itu, 
Indonesia akan bertindak hati-hati.
 
"Begini, di Amerika, jangankan orang, presidennya saja dibunuh. Itulah, 
jadi yang penting kita hati-hati begitu," kata Ryamizard di Kompleks Istana 
Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Ryamizard mengacu pada pembunuhan Presiden ke-35 Amerika Serikat John F 
Kennedy pada November 1963. Namun, sepanjang sejarahnya, ada empat Presiden 
AS yang tewas dibunuh. Selain Kennedy, ada Abraham Lincoln (Presiden 
ke-16), James A. Garfield (Presiden ke-20), dan William McKinley (Presiden 
ke-25).
 
(Baca: Soal Dokumen AS Terkait Tragedi 1965, Pemerintah Tanggapi Hati-hati)
 
Menurut Ryamizard, Indonesia dan Amerika Serikat selama ini memiliki 
hubungan yang baik. Ia juga berteman baik dengan Menteri Pertahanan AS 
Robert Gates.
Ryamizard mengatakan, dia akan berkomunikasi dengan Menteri Gates terkait 
dokumen peristiwa 1965 itu.
 
                        ***


<div style=\"border:0;border-bottom:1px solid black;width:100%;\"> 
Gesendet mit Telekom Mail <https://t-online.de/email-kostenlos> - kostenlos 
und sicher für alle!
  • [GELORA45] ... 'arif.hars...@t-online.de' arif.hars...@t-online.de [GELORA45]
    • Re: [G... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
    • [GELOR... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]

Kirim email ke