----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: jonathango...@yahoo.com [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com>Kepada: "GELORA45@yahoogroups.com" 
<GELORA45@yahoogroups.com>Terkirim: Rabu, 22 November 2017 08.10.18 GMT+1Judul: 
[GELORA45] Komnas HAM sebut ada pelanggaran HAM terhadap pemeluk aliran 
kepercayaan
     








Komnas HAM sebut ada pelanggaran HAM terhadap pemeluk aliran kepercayaan
   
   - 9 jam lalu
   
   - Bagikan artikel ini dengan Facebook
    
   - Bagikan artikel ini dengan Twitter
    
   - Bagikan artikel ini dengan Messenger
    
   - Bagikan artikel ini dengan Email
    
   - Kirim


Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionPerempuan Orang Rimba dan anak-anak 
mereka
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengindikasikan adanya pelanggaran HAM 
terhadap para pemeluk agama lokal atau aliran kepercayaan.

Komnas meminta pemerintah Indonesia mengakui dan mengakomodasi semua aliran 
kepercayaan.

"Ada indikasi pelanggaran HAM selama ini," kata Komisioner Komnas HAM Sandra 
Moniaga dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (21/11)

Pelanggaran tersebut, lanjut Sandra, bukan sekedar tidak bisa beribadah sesuai 
kepercayaan mereka. "Tapi ada hak-hak sipil dan politik lain yang dilanggar," 
kata wakil ketua Komnas HAM tersebut.

Masalah aliran kepercayaan di Indonesia kembali mencuat setelah ada putusan 
Mahkamah Konstitusi pada 7 November 2017.

MK memutuskan bahwa, "Negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat 
mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)".
   
   - Orang Rimba di Jambi: Masuk Islam untuk dapat KTP
   - Kolom agama di KTP, perlu atau tidak?
   - Kisah fotografer temukan suku yang tak alami era modern

Salah satu kelompok yang mengalami masalah dalam mendapatkan KTP karena kolom 
agama adalah Orang Rimba. Mereka terpaksa masuk Islam demi mendapatkan kartu 
identitas.

Salah satu dari beberapa orang Orang Rimba yang akhirnya masuk Islam, demi 
mendapatkan KTP dan hak-hak yang menyertainya adalah Yusuf. Pasalnya ia bersama 
Orang Rimba kesulitan mendapatkan fasilitas dasar hidup.

"Pernah ada jenazah warga kami selama enam hari di Rumah Sakit Umum Jambi 
sampai berbau busuk. Tidak ada yang mengantar jenazah itu karena tidak punya 
KTP, alamatnya tidak diketahui," kata Yusuf.
Hak atas fotoAFPImage captionOrang Rimba di Batanghari, Jambi
Komnas HAM, kata Sandra, mengapresiasi putusan MK tersebut karena mengakui 
agama lokal. "Putusan itu sejalan dengan prinsip hak asasi manusia," kata dia.

Guru besar antropologi, Sulistyowati Irianto, mengatakan, putusan MK itu harus 
ditindaklanjuti aparatur pemerintah. Salah satunya dalam hal mengamandemen 
regulasi yang merugikan kelompok budaya lokal.

Sulistyowati menekankan perlunya setiap warga adat lokal mendapatkan identitas 
hukum seperti kartu penduduk. "KTP adalah karcis untuk menikmati fasilitas 
pemerintah," kata pengajar Universitas Indonesia tersebut.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif 
Fakrulloh, mengatakan pemerintah tidak akan memberikan KTP atau KK kepada yang 
tinggal di hutan.

"Kalau di hutan, kami tidak bisa memberikan KTP. Karena hutan bukan desa atau 
tempat tinggal. Harus ada kawasan (permukiman)nya. Prinsipnya, alamat tidak 
boleh di tanah yang bukan peruntukannya."
Hak atas fotoBBC INDONESIA/TITO SIANIPARImage captionKonferensi pers antropolog 
bersama komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga (tengah).
Konsep Ketuhanan yang Maha Esa

Antropolog untuk Indonesia (AuI) dan Asosiasi Antropolog Indonesia (AAI) 
melihat Ketuhanan yang Maha Esa tidak hanya dimiliki enam agama yang diakui 
negara. "Budaya lokal di Indonesia punya tradisi luhur tersebut," kata Ira 
Indrawardana, antropolog Universitas Padjadjaran Bandung.

Nilai-nilai dalam aliran kepercayaan yang universal, kata Ira, antara lain 
humanisme, menjaga kelestarian alam, dan berbuat baik terhadap manusia. "Sifat 
religiusitas itu (sebenarnya) adalah agama," kata penganut Sunda Wiwitan ini.

Sulistyowati menambahkan komunitas-komunitas lokal bahkan sudah ada sebelum 
agama-agama datang ke Indonesia. Mereka memiliki kepercayaan masing-masing.

"NKRI (negara kesatuan Republik Indonesia) bukan satu-satunya nation (bangsa). 
Ada nation-nation kecil yang lebih dulu ada sebelum republik Indonesia," kata 
Sulistyowati.
Hak atas fotoAFPImage captionPria suku Baduy di Banten.
Oleh karena itu, negara harus mengakui semua aliran kepercayaan yang dimiliki 
semua kelompok budaya di Indonesia. Tidak hanya terhadap 137 kelompok yang 
sudah terdaftar di pemerintah, tapi seluruhnya yang lebih dari 500 di seluruh 
Indonesia.

"Pemerintah tidak mengakui (semua) agama adat. Hanya mengakui yang terdaftar 
dan bersifat organisasi," ujar Ira.



    

Kirim email ke