----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>Kepada: GELORA_In 
<gelor...@yahoogroups..com>Terkirim: Selasa, 16 Januari 2018 05.08.55 
GMT+1Judul: [GELORA45] IMPOR BERAS BAU APEK
     


IMPOR BERAS BAU APEK

MUNCUL TUDINGAN JANGAN-JANGAN ADA KOMISI DI BALIK KEBIJAKAN ITU.
16 Januari 2018 05:31 BC Editorial 
http://www.sinarharapan.co/news/read/1801168881/impor-beras-bau-apek  
trubus.id /


 Keputusan pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 ton benar-benar 
kontroversial dan sangat membingungkan masyarakat. Pantas saja bila muncul 
tudingan ada kepentingan terselubung di balik kebijakan tersebut, termasuk 
kemungkinan “uang komisiâ€� yang sangat besar. Keputusan Menteri Perdagangan 
(Mendag), Enggartiasto Lukita, tersebut aneh karena tidak mengikutsertakan 
Bulog. Karuan saja muncul reaksi keras dari berbagai kalangan termasuk 
Ombudsman RI yang menuding terjadi maladministrasi karena keputusan tersebut 
menabrak sejumlah aturan pemerintah sendiri. Kini keputusan Mendag Enggartiasto 
diralat. Menko Perekonomian Darmin Nasutian membatalkan penunjukkan PT 
Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan menggantinya dengan Bulog sebagai 
pengimpor. Namun penggantian PPI dengan Bulog tak menghapus kekhawatiran 
masyarakat bahwa keputusan impor beras menjelang panen raya akan merugikan 
petani. Apalagi, seperti dikatakan Enggartiasto, keputusan impor ini tak 
dilaporkan kepada Presiden Jokowi. Alasannya, ini diskresinya sebagai Mendag. 
"Saya tidak usah melaporkan (kepada Presiden), karena itu diskresi saya," ujar 
Enggartiasto kepada wartawan, Jumat. Apapun alasannya, keputusan tersebut buruk 
dilihat dari berbagai aspek. Kebijakan ini memperlihatkan rendahnya mutu 
koordinasi pemerintah, setidaknya menyangkut data mengenai stok beras 
nasional.. Sebab, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman selalu menegaskan kita 
surplus beras. Apalagi sebentar lagi akan panen raya. Silang pendapat mengenai 
data stok beras ini sungguh menyedihkan. Pemerintah hanya mempertontonkan 
buruknya koordinasi, lemahnya data dan kecenderungan untuk berjalan 
sendiri-sendiri. Pernyataan Enggartiasto yang merasa tidak perlu melaporkan 
rencana impor kepada Presiden Jokowi merupakan kepongahan seorang pejabat yang 
tidak peka terhadap perasaan masyarakat. Apalagi bila diingat bahwa Jokowi 
pernah menegaskan sikapnya untuk memuliakan petani, bukan mempersulit mereka. 
Kita patut menggarisbawahi kritik yang dilontaskan ekonom senior, Rizal Ramli, 
yang sangat menentang kebijakan impor beras tersebut. "Ajaib ada rapat 
keputusan harus impor dalam dua-tiga hari ini. Yang bener saja, sebentar lagi 
kan mau panen. Ini membuat petani makin sengsara," kata mantan Menko 
Kemaritiman tersebut. Rizal bahkan menuding ada tindakan jahat di balik 
kebijakan yang tidak pro petani tersebut. Salah satunya adalah soal komisi yang 
besar. "Dalam sejarah politik Indonesia, uang paling mudah itu dari impor 
komoditi. Jadi kalau mau main ya main di gula, beras, kedelai, daging. Duitnya 
gampang buat dicolong," kata mantan kepala Bulog itu. Berdasaran pengalamannya 
selama menjabat Kepala Bulog, di balik impor beras itu ada komisi US$20 hingga 
US$30 per ton. “Transaksinya semua di luar negeri, akun banknya juga di luar 
negeri," ungkap Rizal.  Kita menilai Rizal tidak asal bicara. Maka kita 
menilai perlunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau dan 
mengikuti proses impor beras tersebut. Tidak adanya dana APBN yang digunakan 
untuk membiayainya, seperti dikatakan oleh Mendag Enggartiasto, bukan alasan 
KPK tidak perlu memantau kegiatan impor tersebut. Kita juga meminta Presiden 
Jokowi untuk turun tangan karena impor beras tersebut berpotensi merugikan 
kepentingan petani. Sangat disesalkan bila Jokowi mendiamkan saja kasus ini 
karena janjinya dicatat masyarakat dan kontroversi impor beras ini 
memperlihatkan lemahnya koordinasi anggota kabinet dan pemerintahannya. 
Sumber : pelbagai sumber
    

Kirim email ke