Pada Selasa, 23 Januari 2018 08.19.59 GMT+1, Chalik Hamid 
<chalik.ha...@yahoo.co.id> menulis:  
 
  

   ----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>Kepada: GELORA_In 
<gelor...@yahoogroups..com>Terkirim: Selasa, 23 Januari 2018 07.55.05 
GMT+1Judul: [GELORA45] Anies Baswedan Diminta Buka Jalan, PKL Tanah Abang Pasrah
     


Anies Baswedan Diminta Buka Jalan, PKL Tanah Abang Pasrah
Reporter:  
Caesar Akbar
Editor:  
Untung Widyanto
Selasa, 23 Januari 2018 13:21 WIB  
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengunjungi lokasi penataan pedagang 
kaki lima (PKL) di jalan Jatibaru Raya Tanah Abang, Jakarta, 26 Desember 2017. 
Sandiaga mengenakan pakaian lari berwarna putih. TEMPO/Hendartyo Hanggi
 
TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Anies Baswedan diminta polisi dan sejumlah sopir 
angkot membuka kembali Jalan Jatibaru di depan Stasiun Tanah Abang bagi 
kendaraan bermotor. Pedagang kaki lima atau PKL yang berjualan di dua jalur 
jalan tersebut pasrah.

“Kalau kami ikut yang terbaik saja menurut pemerintah, termasuk kalau harus 
dipindahkan lagi," ujar Nurahmaeni,  PKL kepada Tempo, Selasa 23 Januari 2018.

Selama berdagang di tenda gratis di Jalan Jatibaru itu, Nurahmaeni, 34 merasa 
lebih nyaman dari sebelumnya. Meski peningkatan penjualannya tidak begitu 
signifikan.

Baca juga: Ini Tuntutan Sopir Angkot kepada Anies Baswedan Soal Tanah Abang

"Meningkat sedikit," kata dia enggan menjelaskan lebih detail. Sebelumnya dia 
berdagang di trotoar dan harus kucing-kucingan dengan Satpol PP.

Dia mengakui Jalan Jatibaru sebenarnya memang diperuntukan untuk kendaraan. 
"Memang sih jalanan kan sebenarnya buat kendaraan," kata dia.  "Kami ikut 
kebijakan pemerintah saja."

Menurut pantauan Tempo pagi hari ini, di putaran Jalan Jatibaru yang menjadi 
titik awal penutupan jalan memang terkadang tersendat lantaran banyaknya angkot 
yang terkadang berhenti mengambil penumpang.

Rudianto, 24 tahun, pedagang pakaian yang berdagang di trotoar dekat titik 
penutupan menuturkan kepadatan di sana terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, 
misalnya pagi hari.

"Karena angkot mengambil penumpang," ujarnya. Namun menjelang siang hari, kata 
dia, lalu lintas di sana kembali ramai lancar.

Pria asal Tangerang itu menilai kepadatan di Tanah Abang merupakan permasalahan 
yang pelik dan sulit diakhiri. Alasannya, banyak pedagang yang sudah 
menggantungkan nasibnya di sana. "Saya juga tidak bakal berhenti berdagang di 
sini."

Pria yang telah menjadi pedagang kaki lima selama satu tahun itu berujar 
dirinya tidak berdagang di dalam kios pasar Tanah Abang lantaran harganya yang 
selangit, "Puluhan juta itu sewanya," kata dia.

Sementara itu, Alif, 54 tahun, yang berdagang tak jauh dari Rudianto, 
mengatakan meski kini akses pejalan kaki lebih difasilitasi, dia mengatakan 
peningkatan keuntungannya tidak begitu signifikan.

"Kalau ada langganan, bisa Rp 1.500 ribu sehari," kata dia. "Tapi kalau kayak 
kemarin, seharian masa cuma Rp 150 ribu."

Sehingga, dia merasa berat bila harus membayar sewa untuk berdagang di kios 
dalam Pasar Tanah Abang. Sedangkan seorang pedagang kaki lima di kawasan tenda, 
Fauzan, 23 tahun enggan beranjak dari sana lantaran sudah nyaman dan cukup 
membawa keuntungan.  "Saya enggak mau pindah dari sini."
      

Kirim email ke