From: Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] Sent: Thursday, January 25, 2018 7:11 AM
http://www.mediaindonesia.com/news/read/142190/100-hari-anies-sandi-yang-kecewakan-dewan/2018-01-24 100 Hari Anies-Sandi yang Kecewakan Dewan Rabu, 24 January 2018 16:58 WIB Penulis: Selamat Saragih Dok. MI/Arya Manggala KAMIS (25/1) bertepatan dengan 100 hari Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ketika dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI. Tapi sebanyak 10 program kebijakan mereka mendapat sorotan negatif dari DPRD DKI. Selama 100 hari kebijakan program DKI-1 dan DKI-2 itu hasilnya dinilai belum memuaskan. "Terdapat sejumlah kebijakan dan program yang dihasilkan Anies-Sandi menjalankan tugas sebagai kepala daerah kurang pro rakyat," kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyikapi kinerja Anies-Sandi, dalam konferensi pers yang digelar di ruang Fraksi PDIP, gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (24/1). Selama 100 hari kerja Anies-Sandi, dinilai Fraksi PDIP belum melihat arah kerja yang jelas dan tidak berpihak kepada rakyat. Bahkan terkesan penuh keragu-raguan dalam mengambil kebijakan maupun keputusan. "Kebijakan yang selama ini dibuat mereka tidak berdasarkan tahapan yang sistematis. Sehingga tak terlihat benang merah arah tujuan pembangunan Kota Jakarta. Kebijakan yang dibuat cenderung responsif dan tak memiliki tahapan yang runtut sehingga tidak berkesinambungan," tutur Prasetio. Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta itu menambahkan, dalam menyikapi 100 hari kerja Anies-Sandi, pihaknya tidak akan menyoroti mengenai 23 jenis program janji yang dinyatakan dalam kampanye Pilkada DKI 2017. Karena, lanjutnya, Fraksi PDIP memandang tahapan Pilgub DKI sudah selesai. Dan sekarang saatnya memasuki periode kerja. “Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan, tiga gubernur sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat telah meletakkan landasan yang kuat untuk penataan Kota Jakarta. Yang tidak hanya menjadi kota yang modern dan berkembang sesuai perkembangan zaman. Tetapi juga menjadikan Kota Jakarta sejajar dengan kota-kota besar di negara-negara maju lainnya,” kritik Prasetio. Selama lima tahun terakhir ini, dengan kepemimpinan ketiga gubernur tersebut, PDIP melihat warga Jakarta sangat optimistis melihat arah pembangunan Jakarta melaju ke arah yang positif. Mulai dari penataan ruang, manajemen lalu lintas, ketertiban umum, pendidikan, tata kelola birokrasi yang lebih baik dalam melayani, peningkatan kualitas pelayanan publik dan distribusi keadilan sosial serta pembangunan infrastruktur sangat massif. "Namun hasil kerja yang sebelumnya sudah bagus itu, sekarang berubah 180 derajat atas nama kemanusiaan. Dan istilah yang sering dipakai Anies yakni keberpihakan dan keadilan,” ujarnya. Pada acara yang sama, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengungkapkan, fraksinya menyoroti 11 hal yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Pertama, soal pernyataan Anies mengenai 'pribumi' saat pidato pertama di Balai Kota DKI usai pelantikan. Ucapan itu bisa dimaknai keduanya masih belum move on dari kontestasi Pilgub. Pasca Pilgub, gubernur-wakil gubernur seharusnya berdiri di tengah-tengah. Bukan lagi milik orang-orang yang memilihnya, mereka harus bekerja demi seluruh warga Jakarta. “Tidak perlu lagi ada dikotomi antara pribumi-nonpribumi, pendukung dan bukan pendukung. Kami minta Anies-Sandi fokus bekerja menata Jakarta bukan pintar menata kata,” tandas Gembong. Kedua, penataan Monas yang justru membuat ikon wisata Jakarta menjadi tidak tertata rapi. Anies dan Sandi membuka kawasan Monas untuk kegiatan umum dan mencopot pagar pembatas rumput. Padahal Monas berada di kawasan ring satu.. Ada sejumlah aturan yang mengategorikan lokasi Monas dan sekitar Jalan Medan Merdeka Selatan, Utara, Barat, dan Timur ke dalam zona netral. Peraturan itu tertuang dalam Keputusan Presiden No.25/1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di wilayah DKI Jakarta, termasuk Monas. Aturan tersebut dibuat turunannya berupa Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.14/2004. Pada kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, terbit prosedur pemanfaatan area Monas No.8/2015. Kebijakan mencabut pagar pembatas rumput mengakibatkan kondisi rumput banyak yang menguning karena mati terinjak-injak. Dan terlihat ada bekas injakan kaki para pengunjung yang melintasi atau yang duduk di atas rumput. Kondisi ini membuat para petugas Monas harus melakukan perawatan ekstra. Contohnya, setiap pagi, para petugas wajib menyiram dahulu rumput-rumput Monas. Hal ketiga yang disoroti yaitu jumlah anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang sangat fantastis. Yakni berjumlah 73 orang dengan alokasi anggaran yang juga fantastis sebesar Rp28 miliar. "Padahal kalau dilihat peraturan sebelumnya, jumlah TGUPP tidak lebih dari 15 orang. Kami menilai, TGUPP yang sekarang dengan jumlah fantastis dengan alokasi anggaran Rp28 miliar justru APBD DKI. Karena fungsinya tumpang tindih dengan SKPD. Seperti di dalam struktur organisasi TGUPP, di dalamnya dibentuk Komite Pencegahan Korupsi atau KPK KW yang fungsinya hampir sama dengan inspektorat," ujarnya. Fraksinya menilai, TGUPP ini tidak lebih dari lapangan kerja bagi timses Anies saat Pilkada lalu, bukan dengan mekanisme rekruitmen profesional. Dana publik semestinya digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan publik, bukan untuk balas jasa politik. Keempat, penataan Tanah Abang yang membuat kawasan tersebut bukan semakin rapi, malah semakin kumuh, dan kemacetan kian menjadi parah. Niatan memuliakan pejalan kaki dengan trotoar yang steril pun gagal, karena sampai saat ini trotoar masih dikuasai PKL. Fraksi PDIP mendesak Anies segera mengembalikan fungsinya jalan sebagaimana diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Karena terbukti kondisi Pasar Tanah Abang setelah penataan makin kacau. "Kami ingatkan kepada Anies jangan karena kepentingan segelintir orang, mengorbankan suara mayoritas. Kami melihat keputusan Gubernur DKI menutup ruas jalan di depan stasiun Tanah Abang untuk PKL telah banyak melanggar aturan hukum yang ada," ungkapnya. Kelima, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) tentang pencabutan aturan larangan motor. Fraksi PDIP menyesalkan lambatnya eksekusi kebijakan yang harusnya dilakukan cepat oleh gubernur setelah dibatalkannya Pergub No.195/2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor oleh MA. Harusnya, Anies dapat membuat aturan yang mengatur pembatasan penggunaan kendaraan. Enam, pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) dengan konsep DP nol rupiah. Gembong menegaskan terlihat inkonsistensi kerja Anies dan Sandiaga. Dulu dijanjikan akan dibangun rumah tapak dengan harga cicilan yang murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ternyata kenyataannya di lapangan sekarang justru DP nol rupiah dibangun dalam bentuk rumah susun sederhana milik (rusunami), yang tidak bisa dicicil oleh MBR. Kemudian kalaupun bunganya ditanggung pemerintah, itu melanggar Permendagri No.21/2011 sebagai perubahan kedua Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Yakni, Pasal 54A ayat (6) Permendagri itu memang menyebut penganggaran kegiatan tidak boleh melampaui akhir tahun masa jabatan kepala daerah. “Ingat, kepala daerah tidak bisa bikin program yang pembiayaannya sampai 20 tahun. Karena masa pemerintahan mereka, minimal lima tahun hingga maksimal 10 tahun bila terpilih kembali,” tegasnya. Tujuh, One Karcis One Trip (OK Otrip) masih dilaksanakan setengah hari. Menurutnya, anggota dewan yang merupakan wakil rakyat lebih mendukung setiap yang ber-KTP DKI digratiskan saja sekalian. Manfaatkan APBD yang ada jadi dimaksimalkan subsidinya buat rakyat. Seperti yang telah dilakukan oleh Kota Bandung. Delapan, Fraksi PDIP mengkritik kebijakan terbaru gubernur yaitu menghidupkan kembali becak. Dioperasikannya becak merupkan salah satu kontrak politik yang ditandatangani mereka saat kampanye Pilkada DKI. Kontrak politik tersebut diajukan oleh Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu yang ditandatangani Anies pada 2 Oktober 2016. Meski direncanakan becak akan dijadikan angkutan lingkungan, menurut Fraksi PDIP hal itu tidak diperlukan. Karena sudah ada transportasi alternatif lain yang sesuai dengan perkembangan kota modern dan megapolitan. Yaitu sudah banyak bajaj berbahan bakar gas (BBG) yang menjadi angkutan lingkungan, lalu Qute yang menggantikan bemo. Serta dibantu oleh transportasi ojek berbasis aplikasi. Sembilan, mengenai pencabutan HGB Pulau Reklamasi. Gembong mengungkapkan Anies-Sandi perlu banyak belajar soal pengelolaan pemerintahan, agar dapat menghargai keputusan pemerintah mengenai sertifikat HGB yang telah diterbitkan. Bahwa HGB itu muncul karena ada rekomendasi dari Pemprov DKI Jakarta, kalaupun ingin mencabut, Anies-Sandi harus mengajak duduk DPRD DKI. Hal itu untuk membahas rekomendasi pencabutan HGB kepada BPN sesuai dengan janjinya ketika paripurna perdana. Fraksi PDIP mengingatkan pemerintah daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk menjalankan roda pemerintahan. Dengan begitu, gubernur dan wakil gubernur merupakan wakil pemerintah pusat di daerah. Maka dalam menghadirkan kebijakan harus selaras dengan kebijakan pemerintah pusat. Sepuluh, program One Kecamatan One Centre for Enterpreneurship (OK OCE). Ia menilai tidak konsisten karena pemberian modal untuk peserta ternyata bukan dana bergulir, melainkan dana dari bank dengan bunga 13%. Selama masa kampanye, Sandi berkomitmen memberikan modal khusus bagi para peserta tanpa jaminan apapun. Namun ia kemudian meralat pernyataannya. Sandi mengatakan kalau ia dan Anies tidak pernah berjanji memberikan modal. Yang mereka janjikan adalah kemudahan akses untuk mendapatkan modal dari bank. Sayangnya, kemudahan akses mendapatkan modal pun tidak dapat dipenuhi oleh Anies dan Sandi. Justru, pelaku UMKM diberikan kemudahan mendapatkan modal ke Bank DKI tetap dengan jaminan sertifikat rumah dan bunga 13%. "Padahal selama ini, Pemprov DKI memberikan kredit untuk pelaku UMKM dengan konsep bagi hasil yaitu 80% untuk pelaku UMKM dan 20% untuk Pemprov DKI,” ujar Gembong. (OL-4)