Agun mengakui pernah minta jabatan ke Setnov
 Senin, 12 Februari 2018 14:21 WIB
 
Arsip Foto. Anggota DPR Agun Gunandjar (kanan) dan Khatibul Umam Wiranu (kiri) 
menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Andi 
Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/10/2017). 
(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta (ANTARA News) - Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengaku 
pernah minta jabatan ke Setya Novanto ketika dia menjabat sebagai Ketua DPR.

"Karena saya berharap ingin jadi pimpinan, tapi ternyata yang didapat jadi 
pengurus partai pun tidak, pengurus apapun tidak. Sudahlah saya beri jabatan 
Ketua Komisi III, saya minta pertolongan, yang ada saya malah jadi anggota 
Komisi II," kata Agun mengungkap permintaannya kepada Setya Novanto ketika 
bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

Agun menjadi saksi untuk mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, 
menjadi terdakwa perkara korupsi dalam pengadan KTP elektronik yang merugikan 
keuangan negara sampai Rp2,3 triliun. 

Agun, yang menjadi anggota DPR sejak 1997, mengaku belum pernah menduduki 
jabatan pimpinan di DPR maupun di partai setelah kepemimpinan Akbar Tanjung.

"Saya zaman Pak Akbar Tanjung wakil ketua fraksi, punya jabatan, begitu masuk 
Pak Jusuf Kalla enggak punya apa-apa, caleg pun nomor 4. Masuk lagi Aburizal 
Bakrie sebagai senior saya minta tolong ke Pak Nov, 'Pak, Bapak ketua fraksi, 
saya sangat senior, saya mohon betul jadi ketua di Komisi III," jelas Agun.

"Jadi saya memang tidak terlalu berperan (untuk KTP-e). Saya ingin ungkapkan 
itu," kata Agun, yang saat ini menjadi Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR 
tentang Hak dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Namun, sebagai Ketua Komisi II sejak Januari 2012, Agun dititipi pesan oleh 
Setya Novanto mengenai pengadaan KTP-e.

"Pak Nov hanya menyampaikan singkat, mengapresiasi pengadaan KTP-e, hanya 
dikatakan agar tetap dikontrol, diawasi, jangan anggota DPR cawe-cawe dan 
sebagainya, supaya proyek ini sukses, dan memang kita keras fungsi pengawasan," 
jelas Agun.

"Memang biasa cawe-cawe?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ahmad Burhanuddin.

"Waktu Irman tersangka di Kejaksaan Agung sudah dari awal ramai, jadi saya 
tangkap perintah itu, agar DPR jangan cawe-cawe masuk ke areal-areal di luar 
fungsi pengawasan itu, jadi harus sesuai dengan aturan," tegas Agun.

Agun dalam sidang juga mengaku sempat bertemu dengan pengusaha Andi Narongong, 
yang sudah divonis delapan tahun penjara dalam perkara yang sama.

"Pernah sekali di lantai 12 bertemu, di ruangan fraksi partai Golkar karena 
hari itu hari Jumat, hari fraksi terbuka bagi siapapun untuk makan siang dan 
silaturahmi, biasa Jumat kalau fraksi kumpul, ngobrol, makan siang," jelas Agun.

Tapi Agun mengaku tidak tahu siapa yang mengundang Andi Narogong.

"Yang datang ke sana kadang temannya A, temannya B, saya kadang bawa teman 
karena ada fasilitas makan itu, tapi saya tidak tahu Andi yang mengerjakan 
KTP-e," ungkap Agun.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan 
Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e. Dia menerima uang 
tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto 
Hendra Pambudi Cahyo mau pun Made Oka Masagung, rekannya yang juga pemilik OEM 
Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura.

Sedangkan jam tangan dia terima dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT 
Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena 
telah membantu memperlancar proses penganggaran. 


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati

Kirim email ke