Ada prinsip timbal balik. Orang yang pernah membantu, harus dibantu, bila memerlukan. Tetapi bantuan itu harus dari kemampuan sendiri, tidak boleh dengan cara menyalah gunakan jabatan/wewenang. Kalau sudah begini, ini namanya korupsi.
2018-02-14 19:43 GMT+01:00 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] < GELORA45@yahoogroups.com>: > > > > http://nasional.kompas.com/read/2018/02/14/11470001/ > asketisme-politik-belajar-hidup-sederhana- > > untuk-politisi > Asketisme Politik, Belajar Hidup Sederhana > untuk Politisi > Eki Baihaki <http://indeks.kompas.com/profile/ekibaihaki> > Kompas.com - 14/02/2018, 11:47 WIB > [image: Ilustrasi] > Ilustrasi(KOMPAS/HANDINING) > > *Kebahagiaan tergantung pada apa yang kita berikan, bukan pada apa yang > kita peroleh -- Mohandas Ghandi* > > *KATA* sifat "asketis" berasal dari istilah Yunani kuno, *ask?sis*, yang > berarti latihan atau olahraga. > > Istilah ini berkembang dan digunakan pula sebagai sebutan bagi praktik > latihan berat dari semua agama besar untuk mendapat pencerahan meraih > kemuliaan rohani. > > Dalam Islam, terminologi yang relevan dengan asketisme adalah *zuhud*, > pola hidup yang sederhana <http://indeks.kompas.com/tag/sederhana>. > > Asketisme politik <http://indeks.kompas.com/tag/politik> menjadi hal > penting sebagai laku para aktor untuk menjalankan aktivitas berpolitik > berdasarkan prinsip kesederhanaan dan etik serta memproyeksikan tindakannya > untuk berkhidmat bagi kemaslahatan rakyat. > > Berpolitik tidak hanya untuk mengejar kekuasaan melainkan juga untuk > meningkatkan "kesalehan berpolitik" baik di tingkat pribadi maupun > institusi. > > Asketisme relevan untuk kita ketengahkan mengingat perilaku politisi yang > di legislatif maupun di eksekutif banyak terjerat kasus korupsi. > > Data yang memilukan sejak tahun 2004–2017, terdapat 313 kepala daerah > tersangkut korupsi. Di awal 2018 saja, ada lima kepala daerah dijerat > Komisi Pemberantasan Korupsi yang menambah panjang daftar kepala daerah > yang terjerat korupsi. > > Sektor rawan korupsi antara lain penyusunan anggaran, pajak dan retribusi > daerah, pengadaan barang dan jasa, hibah dan bantuan sosial, perjalanan > dinas, serta sektor perizinan. > > Dan, yang tak kalah fantastis jumlahnya adalah politisi yang menjadi > legislator pusat dan daerah yang terjerat korupsi. Bahkan tak jarang > terjadi kolaborasi di antara kedua lembaga tersebut. > > Ada biaya politik yang tinggi untuk menjadi pemimpin daerah maupun menjadi > anggota legislatif. Bukan hal yang sulit mengetahui kisaran biaya politik > yang mahal dalam hitungan ratusan juta hingga puluhan dan ratusan miliaran > rupiah. > > Biaya tinggi ditengarai menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan > terjadinya korupsi dan menurunkan kualitas kepemimpinan politik di > legislatif maupun eksekutif. > > Realitas biaya tinggi politik ini pula yang selanjutnya mendorong partai > hanya merekrut orang-orang yang berduit tebal sebagai calon anggota > legislatif (caleg) maupun calon kepala daerah karena bisa membiayai partai > hingga terjadi siklus pola transaksional pola MPM atau *money-power-more > money*. > > Uang yang menjadi modal penting meraih kekuasaan politik, yang selanjutnya > kekuasaan digunakan untuk meraih uang yang lebih banyak lagi. > > Meski demikian, sesungguhnya ada calon yang baik, kompeten berkomitmen > tinggi dan idealis. Mereka berusaha tidak terpancing menggunakan politik > uang. > > Mereka hanya mengandalkan kedekatan, idealisme, hubungan serta program > populis. Namun, sepertinya realitas cerita semacam ini semakin jarang > terdengar, meskipun ada beberapa yang sukses. > > Saat ini adalah era kehidupan yang diwarnai iklim menguatnya materialisme > dan hedonisme yang juga memengaruhi kehidupan umumnya para politisi kita. > > Kita mudah mengetahui pola hidup para politisi yang bergelimang kemewahan, > mobil mewah, rumah mewah, jam mewah, hingga pakaian modis nan mahal. > Sehingga, gedung rakyat pun tak jarang menjadi semacam galeri untuk > memamerkan kekayaan. > > *Teladan kesederhanaan* > > Adalah Prawoto Mangkoesasmito, profil politisi pejuang yang mendedikasikan > hidupnya untuk kemajuan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Prawoto tak > pernah menjadikan politik sebagai alat mengeruk uang demi kepentingan > pribadi maupun partai politik. > > Prawoto pernah menjabat sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional > Indonesia Pusat (KNIP), Wakil Perdana Menteri di era Mr Assaat sebagai > Perdana Menteri. > > Beliau juga pernah menduduki anggota DPR dan Wakil Ketua I Konstituante. > Ini kedudukan yang sesungguhnya dapat membuat seseorang dapat hidup layak > dan nyaman. > > Sebuah cerita tentang kesederhanaan Prawoto dituturkan oleh putrinya, Sri > Sjamsiar, saat Prawoto dipanggil ke Istana oleh Presiden Soekarno. > > Malam hari sebelum memenuhi panggilan, Prawoto meminta putrinya untuk > menisik (menambal lubang) di kerah baju koko putih miliknya. > > Keesokan harinya di Istana, para undangan lain mengenakan setelan jas, > dasi dan bersepatu, tetapi Prawoto hanya mengenakan sarung, baju koko tua, > peci, dan sandal kulit. Hal yang sulit terjadi saat ini. > > Dulu di zaman perjuangan, banyak sosok-sosok politisi pejuang nyaris tidak > pernah memikirkan materi untuk pribadi. Sederet pejabat justru > berlomba-lomba memberikan kontribusi terbaiknya bagi bangsa. > > Salah satunya adalah KH Saifuddin Zuhri, yang dikenal sebagai pejuang dan > sempat diamanati sebagai Menteri Agama. > > Saat berada di jabatan strategis ini, beliau diuji. Suatu kali, adik > iparnya Mohammad Zainuddin Dahlan menghadap dan memohon untuk dihajikan > dengan biaya dinas (abidin) dari Departemen Agama. > > Meski sebenarnya lazim menghajikan orang yang potensial apalagi pejuang > kemerdekaan, namun KH Saifuddin Zuhri menolak permintaan adiknya. "Karena, > kamu adikku. Coba kamu orang lain, sudah lama aku hajikan," kata dia. > > Jika banyak mantan menteri bergelut dalam bisnis yang prestise, justru > Saifuddin memilih menjalani profesi sebagai pedagang beras di Glodok. > Sehabis shalat dhuha, tanpa pengetahuan keluarganya, Saifuddin ke Pasar > Glodok berdagang beras. > > Kebiasaan menghilang ini dicurigai anak-anak Saifuddin. Sampai akhirnya > salah satu anaknya mengelus dada karena ayahnya ketahuan berdagang beras di > Pasar Glodok. > > Teladan politisi lainnya adalah Mohamad Natsir. Salam seri *Buku Tempo* > "Natsir, Politik <http://indeks.kompas.com/tag/politik> Santun di Antara > Dua Rezim" dikisahkan, suatu hari ada seorang tamu yang datang ke rumah > Natsir. > > Tamu itu berniat memberikan sebuah mobil Chevrolet Impala. Pada tahun > 1956, mobil itu sekelas Toyota Royal Saloon yang biasa digunakan pejabat > penting negara ini. > > Anak-anak Natsir yang menguping pembicaraan tamu dan ayah mereka, sangat > gembira. Terbayang betapa nikmatnya mengendarai Chevrolet Impala yang besar > dan mewah itu. > > Namun, harapan mereka buyar. Natsir dengan halus menolak pemberian itu. > Lemaslah mereka. "Mobil itu bukan hak kita. Lagi pula yang ada masih > cukup," ujar Natsir menghibur anak-anaknya. > > Bukan hanya mobil, keluarga Natsir pun kesulitan membeli rumah. Saat > menjadi menteri bertahun-tahun, mereka harus menumpang hidup di paviliun > sahabat Natsir. > > Maka, tepat sekali puisi yang ditulis budayawan Taufiq Ismail untuk > mengenang 100 tahun Natsir. Taufiq melukiskan kerinduan Indonesia pada > tokoh santun dan jujur seperti Natsir. > > "Bagi rakyat dia adalah menteri yang jasnya bertambal. Mobil pribadinya > DeSoto, berwarna kusam, dan menggeleng ketika ditawari Chevvy Impala," kata > Taufiq. > > "Dialah perdana menteri yang menolak kelebihan dana taktis, dan memilih > disumbangkannya ke koperasi pegawai. Dialah pemimpin ummat yang kantong > kemejanya bernoda bekas tinta. Perdana menteri yang pernah boncengan dengan > sopirnya naik sepeda, yang ahli warisnya tak mampu membayar pajak > peninggalan rumahnya di kawasan Menteng," ujarnya. > > Jika menilik ragam rasionalitas yang melandasi tindakan politik aktor > dalam konteks politik saat ini, tampak kuat hasrat politik rendah (*low > politic*) masih dominan. > > Politik hanya menjadi instrumen pemuasan siapa mendapat apa dan berapa, > tanpa rasa bersalah. Sekaligus memarjinalkan nilai yang dihayati baik nilai > etis, estetis maupun religius. > > Terinspirasi Gandhi. Kita berharap ke depan terwujud politik yang > sederhana, namun besar dalam memengaruhi hal baik semua sendi kehidupan. > > Berpolitik adalah berkhidmat bagi rakyat dan memberi maslahat. Bukan > berpolitik untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya bagi kelompok apalagi > individu. > > Adalah tanggung jawab kita semua mewujudkannya, khususnya para politisi. > Semoga. > > > > > > > > >