International Shaolin Show Manado Ketika Budaya Tiongkok-Sulut Berkolaborasi, Huang dan Renold seperti Sahabat Lama Rabu, 7 Maret 2018 01:04
tribun manadoPentas Seni International Shaolin Show di God Bless Park Manado, Selasa (6/3/2018) TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Musik mampu menyatukan perbedaan bangsa dan bahasa. Pemandangan unik tersaji kala musisi cantik asal Tiongkok Huang Dan Dan berkolaborasi dengan pianis Manado Renold pada International Shaolin Show di Hotel Aston, Selasa (7/5/2018). Huang yang datang bersama 27 anggota Perguruan Shaolin Selatan, Putian, Provinsi Fujian, Tiongkok dan Renold bak ‘sahabat lama’ ketika tampil pada sesi latihan. Keduanya kompak membawa iringan lagu. Huang dengan alat musik tradisional Tiongkok di era Dinasti Tan dan Renold dengan piano. Padahal keduanya tak saling kenal. Kala bertemu pertama kali, keduanya alami kesulitan berkomunikasi verbal karena perbedaan bahasa. Penerjemah pun harus bekerja keras karena istilah dalam musik sangat teknis.. Namun ketika musik sudah dibunyikan Renold, Huang mengikutinya dengan mudah. Tak perlu waktu lama, Huang sudah menyerap lagu itu. Bahkan, ia melakukan sejumlah improvisasi yang membuat lagu itu terdengar indah. Musisi ibu kota Sandro Tobing lantas menyanyi dengan iringan musik keduanya.. Tepuk tangan terdengar ketika Tobing selesai menyanyi. Huang menyebut lagu Indonesia sangat indah. “Cocok dimainkan musik Cina,” kata dia. Huang datang bersama para biksu untuk memperkenalkan alat musik Tiongkok ke Indonesia. Selain musik, kungfu juga melebur segenap perbedaan. Hal itu nampak saat pada biksu melakukan greet and meet di IT Centre, Manado. Kepada warga yang hendak selfie, meski agak malu, para biksu memeragakan adegan kungfu. Perbedaan bahasa pun lenyap. “Mereka sudah berbicara dengan kungfunya,” kata Brury, warga Winangun yang selfie bersama para biksu. Para biksu adik perguruan Bruce Lee pun kagum melihat pantai Manado. Selasa pagi, mereka sedang bersantai di seputaran kawasan Megamas. Sejumlah biksu yang umumnya tinggal di wilayah pegunungan agaknya jarang melihat laut. Bahkan tak pernah melihat laut, hingga kagum ketika bertemu laut. Beberapa di antara mereka menunjuk-nunjuk air laut dengan antusias, seakan itu sesuatu yang langka. Ada yang naik ke atas batu, memperagakan gerakan seolah-olah hendak melompat ke air. Saking senangnya, beberapa biksu memeragakan jurusnya di tepi lautan. Padahal sebelumnya mereka enggan beraksi di depan umum. Seorang biksu cilik nampak memeragakan jurus ‘belalang sembah’ yang kesohor itu. Dari 27 biksu, ada satu yang mengenakan berkaca mata. Saat makan di Time Out Sport Cafe, Selasa siang, sang biksu nampak asyik memakan bihun bercampur sayuran. Gerakannya sigap saat mengambil nasi dan sayuran. Nampak aneh karena hanya dialah yang berkacamata. Namun kesaktian sang biksu itu tak beda dengan yang lain. Dia jago bertarung dan meringankan tubuh. Seorang perwakilan dari Perguruan Shaolin Selatan membeber, para biksu ini biasa makan tanpa bangku. Mereka makan sambil memeragakan gaya menunggang kuda yang dalam istilah wushu disebut mabu. (art) Artikel ini telah tayang di Tribunmanado dengan judul Ketika Budaya Tiongkok-Sulut Berkolaborasi, Huang dan Renold seperti Sahabat Lama, http://manado..tribunnews.com/2018/03/07/ketika-budaya-tiongkok-sulut-berkolaborasi-huang-dan-renold-seperti-sahabat-lama?page=all. Penulis: reporter_tm_cetak Editor: Lodie_Tombeg