Sejarah telah membuktikan hanya di masyarakat sosialis kaum buruh menikmati 
kedudukan yang dihormati masyarakat. Pernah saya postingkan video yang 
memperlihatkan bagaimana buruh di Tiongkok begitu dihina oleh masyarakat, 
sampai-sampai ada yang "tahu diri" dan tak berani duduk di metro, memilih duduk 
di bawah!!! Nah, apa bedanya dengan Indonesia sekarang???


Ngobrol Bersama Anak Muda 'Pekerja Kerah Putih' yang Gamang Disebut Buruh

Perbedaan persepsi mengenai sebutan kerja upahan, serta kemauan mengikuti aksi, 
adalah tantangan solidaritas memperjuangkan kesejahteraan buruh di Indonesia.

Sattwika DuhitaMei 1 2018, 8:00pagiIlustrasi oleh Dini Lestari.Selamat hari 
buruh sedunia!
Tiap 1 Mei, jutaan buruh sejagat menyuarakan aspirasinya untuk memperoleh 
kesejahteraan dan kualitas hidup lebih baik, termasuk di berbagai kota 
Indonesia. Namun, tidak semua buruh, setidaknya beberapa yang saya temui, 
hendak mendukung aksi tersebut. Rata-rata berstatus buruh terampil, atau yang 
di Tanah Air kita kenal dengan sebutan pekerja "kerah putih."Ada berbagai 
istilah berbeda di Indonesia untuk menyebut kerja upahan, alias kerja untuk 
orang lain dan mendapat gaji rutin tiap bulan. Mulai dari yang resmi semacam 
karyawan dan pekerja, sampai bahasa slang macam 'budak korporat', membuat kata 
buruh jadi terkesan eksklusif hanya untuk kelompok tertentu: mereka yang tidak 
terampil, bekerja kasar atau di pabrik, serta masuk kategori berpendapatan 
minimum.Pertanyaannya, benarkah demikian?Apakah kalian yang bekerja kantoran 
atau menyandang profesi tertentu, tidak ridho disebut buruh? Jika mengacu pada 
sejarah, rasa-rasanya pandangan merasa beda dari buruh wajar. Dalam artian, 
wajar karena dibentuk oleh politik bahasa. Rezim Orde Baru secara sengaja 
‘meletakkan’ buruh sebagai pekerja kelas bawah dan ditandai sebagai pekerja 
kasar.
Semula, kata ‘buruh’ dipakai secara luas di tahun-tahun pertama Indonesia 
merdeka. Kala itu, Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (Juni 1947-Januari 1948), 
S.K. Trimurti diangkat sebagai menteri perburuhan. Buruh menjadi label jabatan 
dan dipandang terhormat. Politisasi bahasa ini mulai terjadi di zaman Orde 
Baru, kala gerakan buruh mulai diidentikkan dengan gerakan “kiri” atau komunis. 

Alhasil, terminologi buruh pun bergeser maknanya—semula disematkan pada semua 
pekerja yang menerima imbalan—berubah secara spesifik sebagai para pekerja 
kelas rendah yang lebih mengandalkan kekuatan fisik ketimbang 
intelektual.“Politik bahasa” ini tampaknya mengakar begitu kuat hingga 
sekarang. Tak heran, banyak dari para ‘pekerja’ yang enggan disebut sebagai 
buruh. Panggilan ‘karyawan’ lebih disukai dan akrab untuk menggambarkan mereka 
yang bekerja di gedung pencakar langit, jam kerja pukul 9-17, menentenglaptop, 
tak lupa dengan kemeja rapi dan jas perlente. Padahal, banyak juga yang 
kerjanya di SCBD, status masih kontrak, dapat gaji tak jauh beda dari buruh di 
kawasan industri Cakung atau Cikarang.
Guna meramaikan Hari Buruh—yang masih saja seakan tidak dianggap sama dengan 
Hari Karyawan, padahal jika dipenuhi, manfaat tuntutan massa aksi akan 
dirasakan semua yang kerja upahan—VICE ngobrol bersama beberapa pekerja "kerah 
putih" yang merasa gamang dengan sebutan buruh. Sebagian tidak merasa sebagai 
buruh, sebagian lainnya bingung kenapa harus ada aksi pada 1 Mei. Kami meminta 
para karyawan menggambarkan profesinya, serta memaknai apa sih perbedaan 
‘buruh’ dan ‘karyawan’ menurut mereka. Berikut cuplikan obrolan kami:
Catherine, 22 Tahun

VICE Indonesia: Halo, Cath! Kamu kerja di mana?
Catherine: Hei. Posisi lagi kerja di Riau.Cath, 1 Mei kamu bakal turun ikut 
aksi di kotamu enggak?
Hahaha enggak nih.Pekerjaanmu apa sekarang?
Selama berkantor di Riau ini sih aku masih belajar, jadi berasanya kayak anak 
kuliahan tapi dibayar gitu haha. Tapi selama aku di kantor yang Jakarta, mulai 
merasa seperti karyawan. Tapi mungkin karena baru kerja 1,5 bulan, jadi belum 
terlalu banyak beban kerja. Walau sempat dengar cerita juga sih yang kerja 
kayak buruh, mereka kayak diperes, antara tenaga yang dikeluarkan dengan hasil 
yang diterima enggak sebanding.Memangnya kamu sendiri menyebut dirimu ‘buruh’ 
atau ‘karyawan’?
Karyawan kok.Ada beda kah antara ‘buruh’ dan ‘karyawan’ menurutmu?
Beda dong.Bedanya seperti apa?
Kalau buruh tuh perorangan, hitungannya gaji per hari. Juga secara derajat, 
kalau denger buruh tuh kelasnya di bawah karyawan.

Alfred Wilson, 25 Tahun

VICE: Halo Alfred. Kamu merasa dirimu buruh bukan?
Alfred: Agak ngebingungin sih, karena kalau di Indonesia ‘buruh’ itu identik 
dengan pekerja “kelas rendah”. Meskipun kalau menurut gue semua orang yang 
bekerja untuk keuntungan orang lain ya bisa dibilang buruh.Jadi tetap bisa 
disebut buruh dong?
Kalau gue sih enggak masalah ya, meski agak gimana gitu. Balik lagi, karena 
buruh kalau di Indonesia identik dengan pekerja kasar. Gue enggak bilang secara 
pekerjaan gue lebih tinggi dari buruh, tapi secara mental dan pola pikir, ya 
gue lebih maju dari buruh.Pernah ikut demo hari buruh?
Enggak, gue enggak menemukan faedahnya mereka demo sih.Enggak faedahnya gimana 
emang?
Ya minta kenaikan gaji, tapi menurut gue enggak kelihatan ada willingnessuntuk 
belajar dan untuk berubah. Semisal mengubah cara kerja, atau attitude. Beberapa 
tuntutannya juga enggak nggenah, seperti tunjangan hari libur misalnya.
Astari, 24 Tahun

Halo, Astari! Mau tanya dong. Kamu merasa buruh atau bukan?
Buruh tuh ya macem aku gini, dan kamu juga haha budak pengusaha lol!Apa sih 
yang terlintas di pikiranmu kalau dengar kata ‘buruh’?
I don’t know, tiap kali aku dengar kata buruh sih kayak teringat pekerja 
pabrik, demo buruh.Emang ada beda antara buruh dan karyawan?
Karyawan kayaknya lebih “kelas” ya dibanding buruh? Buruh itu yang digajinya 
per hari gitu bukan sih macem orang-orang pabrikan? Setiap denger berasa 
pekerja pabrik, which is memang "menengah ke bawah."Pernah ikut demo buruh 
enggak?
Enggak. Enggak tertarik perdemoan gitu. Panas. Dan aku juga tidak tahu menahu 
tentang perburuhan.
Stephanie, 26 Tahun
Halo, Stephanie, mau tanya dong. Apa sih yang terlintas di pikiran kamu ketika 
dengar kata ‘buruh’?
Buruh itu, pekerja swasta maupun negeri, kerja kantoran maupun pabrik, semuanya 
adalah buruh.
Bagaimana kalau dengar ‘buruh’ dan ‘karyawan’?
Buruh itu rasanya lebih low class dibanding karyawan. Pekerjaannya lebih kasar, 
lebih keras, kerja di pabrik. Sementara kalau karyawan itu office banget, yang 
kerjanya 9-5, buat mereka tuh ya jabatan manager menjadi acuannya.Kamu sendiri 
sekarang bekerja sebagai apa?
Marketing di perusahaan.Pernah atau pengen ikut demo buruh?
Aku belum pernah dan pengin ikut demo buruh, tapi enggak pernah dikasih izin. 
Pengin tahu tuntutan dan intisari demonya apa.Dengan begitu, kamu bisa disebut 
buruh?
Hmm kalau aku, dengan pekerjaanku sekarang, aku sih karyawan sih sebutannya.. 
Walau aku juga bekerjanya di industri plastik, produksi tissue.
Elvian, 25 Tahun
Halo Elvian. Apa yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata buruh?
Sekumpulan orang pekerja keras yang melakukan pekerjaan kasar. Yang langsung 
terlintas itu sih.Menurutmu, ada beda enggak antara karyawan dan buruh?
Harusnya sih enggak ada ya. Kalau menurutku.“Harusnya ga ada," berarti 
sebenarnya beda?
Aku pribadi sih melihat enggak ada, tapi pada praktiknya banyak hak yang 
dibedakan. Apalagi kalau di pabrik gitu. Yang di balik meja disebut karyawan, 
sementara yang di lapangan disebut sebagai buruh. Padahal kayaknya sama aja. 
Juga yang punya skill dan jejak pendidikan tinggi biasanya direkrut sebagai 
karyawan. Yang enggak ya jadi buruh. Tapi gajinya sama aja hahaha
Kamu sendiri lebih mau disebut sebagai buruh atau karyawan?
Kalau disuruh tulis secara formal ya pasti aku tulis aku pegawai swasta. Imej 
karyawannya jadi keluar sih

Kirim email ke