Tiada Maaf Bagi TrumpKim
JUMAT, 15 JUN 2018 18:37 | EDITOR : ALI MUSTOFA
dahlan iskan, catatan kaki
<https://radar.jawapos.com/radar/uploads/radarbali/news/2018/06/15/tiada-maaf-bagi-trumpkim_m_81564.jpeg>
Ilustrasi/(disway.id)/
Berita Terkait
* Lebaran Di Rumah Sakit
<https://radar.jawapos.com/radarbali/read/2018/06/16/81581/lebaran-di-rumah-sakit>
* Serunya Bukber Di Kunming
<https://radar.jawapos.com/radarbali/read/2018/06/14/81514/serunya-bukber-di-kunming>
Oleh: Dahlan Iskan
Meski hari ini lebaran dan harusnya bermaaf-maafan, tapi tiada maaf bagi
Trump dan Kim.
Potongan rambut mereka mengecewakan para penata rambut sedunia.
Ahli-ahli tata rambut tentu menagis melihat gaya rambut mereka berdua.
Tidak jelas potongan gaya apa itu. Seperti gak mampu ke salon saja.
Padahal mereka berdua lagi menarik perhatian. Lagi sengaja berusaha
menarik perhatian.
Tapi seberapa besar pun Trump ingin lebih menonjol Kimlah yang
ditakdirkan lebih menonjol.
Seberapa mahal pun penata rambut Trump, potongan rambut Kimlah yang
lebih menarik perhatian. Setidaknya potongan rambut Kim mengingatkan
pada gaya rambut kakeknya: Kim Il-sung. Pendiri Korut. Sahabat Bung Karno.
Tapi yang bikin tokoh dunia kagum pada Kim Jong-un: kemampuan gesturnya.
Ia bisa tampil ”sangat presiden”. Padahal ia sangat muda: umurnya
separonya Trump. Padahal negaranya kecil: separonya semenanjung Korea
yang mungil. Padahal rakyatnya amat miskin: separonya kemiskinan
negerinya ‘Pia Palen’.
Kim juga sama sekali tidak canggung saat menyapa Trump dalam bahasa
Inggris: ”Nice to meet you Mr President.” Dengan logat yang baik.
Natural. Dan seperti bukan hasil sebuah latihan.
Gestur tubuh Kim juga amat ”presiden”. Tidak sedikit pun canggung.
Padahal ia lagi tampil di puncak panggung dunia. Bersama presiden dari
negara paling jaya di dunia.
Saat ia menganggukkan kepala, anggukannya sempurna. Momen kapan ia
mengangguk juga pas. Saat ia tersenyum kecil juga tampak sekali senyuman
presidennya.
Misalnya saat berjalan-jalan bersama Trump setelah makan siang itu:
Trump berhenti sebentar di depan kerumunan wartawan dunia. Berpose untuk
difoto. Dengan Kim di sebelahnya. Saat Trump bercanda apakah wartawan
sudah dapat pose terbaik Kim masih cool. Lebih cool dari Trump.
Saat Trump bercanda apakah fotonya nanti bisa membuat mereka berdua
terlihat lebih langsing barulah Kim tersenyum. Senyuman yang lebih kuat.
Tapi tetap sebatas senyuman presiden. Lepas tapi natural. Cukup lebar
tapi terkontrol.
Dari mana Kim latihan menjadi pemilik gestur presiden seperti itu?
Padahal, sebelum itu, pengalamannya bertemu presiden belum banyak. Baru
dua: Xi Jinping dari Tiongkok dan presiden tetangganya sendiri.
Pengalamannya naik pesawat kepresidenan juga belum ada. Sekali naik
pesawat kecil sekali saat ke kota Dalian bertemu Xi Jinping yang kedua
kalinya. Lalu naik pesawat besar milik Tiongkok, ke Singapura itu.
Saat pertama ketemu Xi Jinping pun gestur Kim sudah sangat presiden.
Biar pun kedatangannya hanya dengan naik kereta api. Pun saat bertemu
presiden Korsel di perbatasan itu Kim juga sudah sangat presiden.
Kim pun tidak ragu menyentuh punggung Trump saat minta Trump berjalan
sedikit lebih di depannya. Sebagai hormat yang wajar dari seseorang
yang lebih muda.
Kim juga tiba di tempat summit 6 menit lebih dulu. Dengan penjelasan
yang sangat simpatik: adat kami mengharuskan yang muda harus tiba lebih
awal.
Kim juga tahu bagaimana merebut hati publik. Tiba-tiba saja ia keluar
malam-malam di Singapura. Menjelang summit itu. Ia ke Marina Bay yang
ramai. Naik pula ke lantai 50. Melihat seluruh Singapura dari atas.
Menyapa masyarakat dari kejauhan.
Kim seperti sedang belanja ide: akan diapakan Korut nanti setelah tidak
dalam keadaan perang. Seperti sedang memimpikan sesuatu untuk negerinya.
Singkatnya: Kimlah yang memenangkan opini dunia. Bukan Trump. Sebuah
pelajaran public relations yang sempurna. (dis)
*(rb/mus/mus/JPR)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com