https://www.antaranews.com/berita/722802/burung-bawa-desa-miskin-menuju-
kemakmuran-di-longzhuo
Burung bawa desa miskin menuju
kemakmuran di Longzhuo
Sabtu, 30 Juni 2018 10:28 WIB
Pengamat burung. (Wikimedia Commons)
Nanning, China (ANTARA News) - Ketika pertama kali Su Guomin memotret
burung di Nonggang, tempat pengamatan burung di China Selatan, ia yakin
bisa mendapatkan gambar bagus dalam perjalanan tiga-harinya berkat
bantuan warga setempat.
Warga desa Nonggang menawari dia tumpangan dari bandar udara serta
tempat untuk tinggal. Yang lebih penting lagi, mereka menunjukkan
kepadanya tempat-tempat rahasia untuk melihat burung, yang tersembunyi
jauh di Daerah Longzhou di Wilayah Otonomi Guangxi Zhuang.
"Nonggang terkenal di lingkungan kami, bukan hanya karena burung langka,
tapi juga karena layanan untuk pengamatan burung yang ditawarkan warga
desa," kata Su, pensiunan baru dari Provinsi Guangdon, yang bertetangga
dengan Guangxi.
Berada dekat dengan Suaka Alam Nasional Nonggang di perbatasan
China-Vietnam, Desa Nonggang adalah tempat tinggal bagi ratusan spesies
burung dan telah menarik makin banyak pecinta burung.
Kegiatan pengamatan burung menjadi terkenal di desa tersebut setelah
ahli ornithologi Zhou Fang dan mahasiswanya Jiang Aiwu mengumumkan
pengidentifikasian spesies baru burung di Nonggang --pelanduk Nonggang,
atau /Stachyris nonggangensis/-- pada 2008.
Burung pelanduk sebesar kepalan tangan itu berwarna hitam pekat dengan
bintik di dadanya. Spesies tersebut, yang populasinya kurang dari 2.000
di suaka alam itu, dikategorikan sebagai "rentan" di Daftar Merah
Spesies Terancam /International Union for Conservation of Nature/ (IUCN).
Arus orang yang ingin menyaksikan burung di seluruh negeri tersebut
telah mengubah hidup banyak petani setempat, yang dulu biasanya menanam
tebu untuk memperoleh sedikit penghasilan.
Sejak 2014, warga desa yang bernama Nong Weihong memperoleh lebih dari
100.000 yuan (15.113 dolar AS) per tahun dari menyewakan kamar di
rumahnya untuk orang yang ingin mengamati burung. Sebelumnya keluarganya
hanya memperoleh 20.000 yuan per tahun dari pertanian.
Setiap pagi dan sore, Nong dan ibunya menaruh cacing di batu besar di
hutan di dekat rumahnya. "Berton-ton burung berbagai jenis datang ke
sini untuk mencari makan dan membersihkan diri mereka," kata Nong, yang
penjaga hutan di Suaka Alam Nonggang.
Atap rumah Nong adalah tempat yang ideal untuk menyaksikan sultan tit,
burung penyanyi berwarna kuning dan hitam, dan menarik banyak fotografer
setiap hari.
Warga lain di desa Nong, Meng Zhenhai, sudah tiga tahun bekerja sebagai
pemandu penuh bagi para pengamat burung. Ia telah menemukan tiga tempat
ideal untuk melihat burung, seperti burung murai yang bersayap putih.
Para pemandu seperti Meng memiliki ketrampilan untuk menarik burung
dengan teknik bersiul, yang bisa membuat orang yang ingin menyaksikan
burung menghemat banyak waktu.
Pada 1 Mei tahun lalu, selama Hari Buruh di negeri itu, Meng memperoleh
lebih dari 4.000 yuan dari berbagi tempat dengan wisatawan.
Desa Nonggang memiliki lebih dari 20 tempat untuk melihat burung, 18
pemandu waktu-penuh, dan 10 penginapan. Limapuluh tujuh keluarga yang
tinggal di bawah garis kemiskinan kini terlibat dalam bisnis pengamatan
burung.
Pada 2017, lebih dari 8.000 pecinta burung mengunjungi desa tersebut,
empat kali lipat jumlah yang dicatat pada 2016.
Meskipun burung sekarang dipandang sebagai aset berharga oleh warga
desa, beberapa dasawarsa lalu hewan itu biasa dibunuh dan dimakan
sebagai camilan, atau ditangkap dan dijual.
"Ketika itu, kami semua miskin, dan makan apa saja yang bisa kami
temukan," kata Huang Yuancheng. "Makan burung tidak beda dengan makan ayam."
Berkembangnya kegiatan melihat burung telah mengubah sikap warga desa
terhadap burung.
"Sekarang, kami tahu hutan dan burung adalah harta berharga kami. Kami
mesti melindungi setiap pohon dan burung untuk generasi masa depan,"
kata Nong sebagaimana dikutip Xinhua. (Uu.C003)
Pewarta: -
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2018